Kamis, 10 Oktober 2013

TIK, Transparansi Melawan Korupsi

TIK, Transparansi Melawan Korupsi
Muhammad Arhami  Dosen Politeknik Negeri Lhokseumawe, Mahasiswa program Doktor pada Yildiz Teknik Universitesi-Istanbul, Turki
SUARA KARYA, 09 Oktober 2013


Korupsi dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai 'penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Pengertian tersebut jika dikaitkan dengan pengelolaan uang negara maka siapa saja yang menyelewengkan dan menyalahgunakan wewenang atau jabatan, menyembunyikan informasi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian dalam bentuk finansial dan hanya mengambil untung serta memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya maka itu adalah bagian dari korupsi yang tidak bisa ditolerir.

Transparency International mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik, politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan ilegal memperkaya diri atau memperkaya orang-orang di dekatnya, dengan jalan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Melakukan tindak korupsi berarti telah mendisfungsionalkan salah satu fungsi demokrasi di mana rakyat berhak mengetahui informasi sekecil apa pun terhadap aktivitas penyelenggara negara. Akses terhadap informasi yang transparan merupakan asas demokrasi yang dimiliki oleh rakyat sebagai cara yang paling ampuh untuk mencegah dan melawan korupsi.

Korupsi banyak terjadi di berbagai ystem kehidupan. Salah satunya yang paling banyak terjadi adalah di ystem yang berkaitan dengan bisnis. Sektor ini mengundang setiap orang untuk mencoba melakukan segala hal agar bisnisnya lancar. Monopoli dan kebijakan kadang menjadi fasilitas menjamurnya korupsi, hal ini dapat terjadi ketika suasana akuntabilitas dan etika antikorupsi dalam berbagai komunitas tertekan dan tidak diberikan tempat.

Korupsi terjadi karena lemahnya pengawasan yang dilakukan, baik oleh badan pengawas sendiri maupun masyarakatnya. Pengawasan yang kurang ketat terjadi akibat banyak faktor. Salah satunya, tidak cukupnya fasilitas atau infrastruktur untuk mengontrol dan mengawasi pengelolaan uang negara dan administrasi ystem, karena terkadang ada kesengajaan dari penyelenggara pemerintah untuk mengelabuinya dengan tidak menyediakan infrastruktur yang cukup bagi pengawasannya. Contohnya, pemerintah tidak dapat eluasa membuat transparansi terhadap semua biaya yang masuk atau keluar.

Pajak dan bea cukai adalah ystem yang paling banyak menghasilkan pundi-pundi devisa negara, namun apakah pengelolaan pajak sudah benar-benar transparan dilakukan. Apakah kita sebagai rakyat mengetahui detail ke mana pajak yang kita bayarkan digunakan. Semua itu tidak ada yang mengetahui kecuali pemerintah. Padahal, kalau pajak dikelola dengan baik maka nilai hasil pajak akan berbanding lurus dengan pembangunan yang diterima oleh masyarakat. Namun, kenyataannya sekarang justru sebaliknya, pembangunan tersendat dan kekayaan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Banyak kasus serupa di ystem lain yang ystem mirip dengan ystem pajak dan berbau korupsi telah menjadi hal biasa di Indonesia. Perbaikan yang signifikan belum tercapai. Ini terlihat dari catatan Transparency International (TI) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI), sebuah indeks pengukuran tingkat korupsi global. Tahun 2012 skor Indonesia adalah 32, berada pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi korupsi yang sudah mengakar. Perjuangan ekstra keras diperlukan untuk melawan korupsi dan mencegahnya jangan sampai merambat terlalu jauh hingga sukar membasminya.

Perjuangan tersebut dapat dilakukan dengan menghidupkan kembali suasana transparansi, akuntabilitas dan etika antikorupsi. Suasana ini akan didukung dan akan lebih terasa lagi dengan memanfaatkan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai media yang bisa memberikan kontribusi berupa informasi dan alur informasi yang terekam secara jelas, sehingga akan menghambat ‘laju’ korupsi yang semakin cepat.TIK memberikan kesempatan luas kepada ystem untuk mengontrol pemerintah dan telah membuat manajemen informasi yang lebih baik. Ada beberapa keuntungan penerapan TIK.

Pertama, TIK dapat meningkatkan transparansi di ystem ystem dengan meningkatkan koordinasi, diseminasi, kapasitas administrasi di ystem ystem. Selain itu, dengan transparansi ini jelas akan meningkatkan tingkat pelayanan yang signifikan terhadap ystem secara familiar dan dengan ystem administrasi yang teratur dan terukur.

Kedua, fasilitas-fasilitas yang berbasis TIK dapat mengoleksi dan menyimpan semua dokumen dalam bentuk digital dan dapat merekam jejak audit setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara lengkap sehingga memberikan kesempatan kepada setiap masyarakat untuk melihat dengan detail dan menilai semua yang dilakukan oleh pengelola pemerintahan. Semua bentuk digital dan rekam jejak tersebut minimal dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dari pengelola pemerintahan dan sekaligus untuk mendeteksi apakah telah terjadi praktik korupsi atau tidak. Hal ini pada akhirnya dapat membuat orang akan berpikir lagi untuk melakukan korupsi.

Ketiga, TIK dapat dimanfaatkan oleh organisasi masyarakat atau LSM menuju transparansi yang lebih baik dalam melawan korupsi dengan memadukan metode kampanye untuk tranparansi dan memberikan pendidikan kepada masyarakat akan arti pentingnya melawan korupsi dan memberikan pemahaman tentang hak-hak sipil yang dimiliki oleh warga negara.

Keempat, TIK dapat dijadikan sebagai fasilitas untuk pertukaran, penyebaran informasi dan memberikan platform mobilisasi sosial yang pada akhirnya memberikan hak seluas-luasnya kepada setiap warga dengan platform digital untuk melaporkan semua aktivitas yang dicurigai.

Keempat manfaat tersebut jelas menyiratkan bahwa data, informasi yang akurat serta alurnya tercatat dengan baik melalui media TIK dapat menjadi modal untuk melawan dan menekan angka korupsi di Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar