|
Pertemuan
APEC yang diselenggarakan di Bali dalam beberapa hari belakangan ini ditanggapi
masyarakat dengan berbagai bentuk dan cara. Salah satu yang menarik adalah
dilontarkannya pertanyaan: apakah Indonesia sudah siap melaksanakan kesepakatan
yang dihasilkan APEC?
Pertanyaan
itu patut mendapat perhatian saksama karena berbagai alasan. Dalam beberapa
waktu belakangan, kemampuan bersaing Indonesia di pasar internasional makin
diragukan masyarakat. Sampai dengan beberapa tahun lalu, neraca perdagangan
Indonesia selalu mengalami surplus. Namun, dalam beberapa tahun belakangan
keadaannya telah berbalik atau neraca perdagangan Indonesia menjadi defisit.
Dengan
menerapkan kesepakatan APEC yang bermuara pada liberalisasi perdagangan dan
investasi, maka Indonesia akan berada pada posisi yang dirugikan. Indonesia
akan menjadi pasar empuk bagi negara-negara anggota APEC lainnya dan bukan
sebaliknya.
Tidak
dapat disangkal, kemampuan bersaing Indonesia dalam beberapa tahun belakangan
lebih buruk dari berbagai negara, termasuk negara anggota APEC. Tapi, keadaan
ini tidak lantas berarti Indonesia harus mundur dari keanggotaan APEC. Selain
langkah itu hampir tidak mungkin dilaksanakan, akibat yang ditimbulkannya akan
sangat buruk bagi perekonomian Indonesia.
Data
statistik yang tersedia menunjukkan bahwa volume perdagangan Indonesia dengan
negara anggota APEC lainnya sekitar 75 persen dari seluruh perdagangan
internasional Indonesia. Ini memberi indikasi bahwa dengan meninggalkan APEC,
maka taruhannya adalah sekitar 75 persen dari perdagangan Indonesia dan belum
terhitung investasi serta kegiatan ekonomi lainnya.
Dalam
waktu singkat Indonesia tidak akan mungkin mencari negara pengganti
negara-negara anggota APEC. Kalau demikian halnya, pilihan apa yang tersedia
bagi Indonesia agar tidak menjadi korban persaingan antarnegara yang sudah
menjadi kenyataan hidup dewasa ini dan terlebih di masa yang akan datang?
Kalau
disimak dengan tenang, dapat diketahui bahwa perkembangan daya saing Indonesia
yang menurun dalam beberapa tahun belakangan merupakan resultante dari berbagai
hal. Sering dikemukakan, sebagian produk Indonesia yang diekspor mampu bersaing
di pasar internasional karena harganya lebih murah.
Di
sisi lainnya, beragam produk yang dapat diproduksi di Indonesia urung dihasilkan
karena berbagai hal. Masalah transportasi, kepelabuhanan, perizinan, peraturan,
waktu pengurusan dokumen, dalam kenyataannya telah menggerogoti daya saing
produk-produk Indonesia di pasar internasional dan belum termasuk
pungutan-pungutan yang harus dipikul oleh para pengusaha.
Dengan
perkembangan seperti ini, APEC dapat menjadi pasar bagi produk yang dihasilkan
Indonesia dan menjadi sumber investasi yang dibutuhkan oleh Indonesia. Namun,
untuk merealisasikan hal itu dibutuhkan berbagai langkah dan yang utama adalah
adanya intervensi cerdik dari pemerintah yang pada gilirannya mampu menaikkan
daya saing Indonesia. Tanpa menaikkan daya saing secara berarti, maka Indonesia
akan menjadi pecundang dan bukan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,
membiarkan hal itu terjadi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar