|
"Sudah hampir
sewindu perang melawan korupsi di Polri, namun kemajuannya belum juga seperti
diharapkan"
USULAN tunggal nama Komisaris Jenderal Sutarman yang kini
menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri oleh Presiden SBY ke
DPR, membuka peluang untuk menduduki jabatan Kapolri. Belum juga disahkan
sebagai orang nomor 1 di Trunojoyo, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, mempertanyakan
kredibilitas Komjen Sutarman. Menurut dia, rekam jejak Sutarman sebagai
Kabareskrim tidak memuaskan karena banyak pengungkapan kasus tidak selesai.
IPW menilai Sutarman sebagai Kabareskrim gagal mengungkap
banyaknya kasus korupsi di internal kepolisian sendiri. Neta pun ragu ketika
nanti sudah resmi menjabat sebagai kapolri, apakah Sutarman mampu menyelesaikan
kasus kepolisian di internal lembaganya. “KPK menyatakan Polri sebagai lembaga
terkorup tapi Sutarman sebagai Kabareskrim tidak pernah mengungkap kasus
korupsi di internal kepolisian.”
Dari sisi lain, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Bambang Widjojanto berharap kapolri yang baru, pengganti Jenderal
Timur Pradopo, dapat berkoordinasi dan bersinergi lebih baik dengan komisi
antikorupsi itu. Pasalnya, koordinasi itu akan membuat penanganan kasus korupsi
kian cepat dan lebih bagus.
Bila benar Sutarman jadi dilantik menggantikan Timur
Pradopo dan komit dalam pemberantasan korupsi, ia berpeluang memperoleh
dukungan dari rakyat dan ini berkorelasi secara signifikan bagi kembalinya
reputasi Polri pada mata masyarakat. Bila Polri tampil gemilang dalam
pemberantasan korupsi, kekurangan yang selama ini, misalnya tunggakan perkara
yang menumpuk, bisa terhapuskan. Rakyat bangsa ini seperti sudah putus asa
terhadap kian ganasnya virus korupsi yang merambah ke semua lini. Menumpukan
harapan hanya kepada KPK, seperti laju Bajaj di jalan menanjak. Karena itu,
perlu sinergi trio penyidik, yaitu KPK, Kejaksaan, dan Polri, untuk bisa lebih
unjuk gigi.
Mengapa Polri terkesan setengah hati dalam penanganan kasus
korupsi? Siapa pun orangnya di negeri ini, bila ditanya hal ini akan menjawab
karena dalam institusi Polri sendiri belum bersih dari korupsi. Hasil survei
beberapa lembaga yang menempatkan institusi Polri sebagai lembaga korupi
menjadi bukti tidak terbantahkan. Bila hal ini sudah menjadi rahasia umum,
apakah tidak ada keseriusan untuk membenahi? Padahal komitmen
pemberantasan korupsi sudah menjadi prioritas kebijakan Kapolri sejak era
Jenderal Sutanto tahun 2005. Sudah hampir satu windu kebijakan perang melawan
korupsi di tubuh Polri, namun kemajuan itu belum juga seperti yang diharapkan rakyat.
Melawan korupsi harus bersih dari korupsi. Inilah problem
utama bagi Sutarman, kelak seandainya Presiden SBY melantiknya menjadi Kapolri.
Karena jabatan Kapolri merupakan jabatan karier, di mana diraih oleh seorang
jenderal yang pernah meniti karier dari jabatan terendah di organisasi Polri
maka logikanya ia sangat memahami di mana titik-titik atau celah jabatan yang
menjadi sarang terjadinya pungli sebagai bibit korupsi.
Bukan Slogan
Jadi tanpa perlu diingatkan, logikanya seorang kapolri yang
benar-benar komit dalam pemberantasan korupsi, tidak akan menemui hambatan.
Tinggal babat, putuskan birokrasi sumber korupsi, ganti dengan pejabat yang
mempunyai komitmen dan berkompenten, serta ubah mindset Polri harus bebas dari
korupsi. Bukan dalam slogan melainkan dibuktikan dalam kenyataan.
Kapolri juga harus meneguhkan diri untuk tidak terjebak
dalam esprit de corps yang sempit, ketika ada pejabat Polri yang terbukti
melakukan korupsi. Jika dianalogikan, bila ada bagian tubuh yang bisa menebar
virus, kalau perlu diamputasi, ya segera diamputasi. Kepentingan hidup
bernegara lebih besar dibanding dengan sekadar melindungi anggota yang
jelas-jelas telah mengkhianati sumpah dan janjinya ketika diangkat menjadi
polisi.
Sekali lagi, tidak sulit bagi seorang Kapolri untuk
mengubah paradigma baru: Polri yang bersih dari korupsi, selagi ia memang komit
memberantas korupsi. Namun bila ia masih saja lips service, sampai akhir masa
jabatan pun predikat institusi Polri sebagai lembaga korupsi akan tetap abadi.
Bila ini terjadi, reputasi Polri yang ingin dicintai rakyat, hanya bagai oasis
di padang gersang, tampak tapi tak juga bisa menjadi kenyataan.
Jangan sampai Komjen Sutarman, bila kelak dilantik menjadi
Kapolri, abai terhadap keinginan rakyat negeri ini, cita-cita untuk bebas dari
korupsi. Karena dengan keterbebasan negeri ini dari korupsi, rakyat bisa
mendapat penghidupan yang layak. Dengan penghidupan yang layak, apalagi lebih
layak, akan terwujud keamanan di dalam masyarakat. Rakyat bisa hidup penuh
asah, asih, dan asuh. Tidak saling mengambil hak orang lain, tidak saling
mengintimidasi, bahkan tidak saling meneror, atau bahkan meneror polisi. Semoga
Pak Sutarman membaca tulisan ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar