|
TAMPAKNYA ada benang merah antara penolakan terhadap Ruhut
Sitompul menjadi Ketua Komisi III DPR dan ketidakjelasan Sekretariat Gabungan
Koalisi Partai Politik Pendukung Pemerintah (biasa disebut Setgab Koalisi),
yakni kememudaran wibawa politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bila tak memudar, tak akan ada anggota Komisi III dari
fraksi pendukung koalisi yang menolak tapilnya Ruhut. Sebut saja misalnya
Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar dan Ahmad Yani dari Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan. Bambang dan Yani adalah dua dari ”Trio SBY” yang paling
getol menolak Ruhut.
Seorang lainnya adalah Syarifuddin Sudding dari Fraksi
Partai Hanura. Selain masalah kapabilitas, penolakan itu dilandasi masalah
moralitas Ruhut. Ruhut pun akhirnya mengundurkan diri, Senin (7/10/13), setelah
tiga kali batal dilantik. Fraksi Partai Demokrat kemudian menunjuk Dr Pieter
Zulkifli (SM, 9/10/13).
Jika wibawa politik SBY tak memudar, tentu keberadaan
Setgab akan jelas, tidak seperti sekarang ini. Jangankan mengadakan rapat, ada
alih fungsi kantor saja para anggota Setgab tak tahu atau malah tak diberi
tahu. Kantor atau sekretariat yang semula sering digunakan Setgab untuk
menggelar rapat di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat, kini beralih fungsi menjadi
Posko Pemenangan Jenderal (Purn) TNI Pramono Edhie Wibowo. Peserta Konvensi
Calon Presiden Partai Demokrat tersebut adalah adik ipar SBY.
Mengapa wibawa politik SBY memudar? Mungkin karena Ketua
Umum Partai Demokrat itu kini sedang menuju sandyakala
(senja kala) kekuasaannya. Tak lama lagi ia bakal meletakkan jabatannya sebagai
presiden, dan tak bisa memperpanjang lagi karena sudah dua periode, dan itu
memang sesuai ketetapan konstitusi.
Kekuasaan memang ibarat lampu petromaks dalam kegelapan
malam yang memancing laron-laron mengerubung. Kekuasaan juga ibarat gula yang
manis dan mengundang semut-semut untuk berkerumun. Ketika lampu kekuasaan itu
meredup, ketika manisnya jabatan itu habis, laron atau semut itu akan pergi
meninggalkan. Bahkan bisa jadi, akan ibarat habis manis sepah dibuang. Lihat
saja Anas Urbaningrum. Ketika masih meger-meger,
kekuasaannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat masih full power, dan belum tersandung dugaan korupsi, ia di-subya-subya, dan banyak yang pasang
badan membelanya dari berbagai serangan politik.
Kini ketika ia sudah ditetapkan sebagai tersangka dan
kemudian berhenti dari jabatan ketua umum partai, banyak yang kemudian balik
badan meninggalkan-nya. Hanya beberapa gelintir politikus yang masih setia.
Bahkan bisa jadi Anas akan menempuh lorong sunyi seorang diri bila nanti
kasusnya disidangkan. Dalam konteks ini adagium ''dalam politik tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah
kepentingan” menemukan kebenarannya.
Adagium ini mengemuka tahun 1971 tatkala Richard Nixon
berkunjung ke Beijing, menyusul Diplomasi Pingpong, yakni tatkala AS mengirim
atlet tenis meja mengikuti pertandingan persahabatan di China pada 10-17 April
1971. Diplomasi melalui olahraga itu membuka gerbang bagi Nixon bertemu dengan
Mao Zedong. Kunjungan Presiden AS ke China waktu itu mengejutkan mengingat
China musuh bebuyutan AS. Sejak 1950-an, AS bersekutu erat dengan Taiwan mengadang China.
Menjadi ”Brutus”
Sandyakalaning Pak Harto bahkan lebih ekstrem lagi. Selain
ditinggalkan, menjelang kejatuhannya pada 21 Mei 1998, mereka yang dulu
pengikut setia penguasa Orde Baru itu bahkan berkhianat, menjadi ”Brutus”.
Mengapa Setgab tak jelas? Ada atau tidak ada Setgab, mungkin tak akan ada
pengaruh signifikan bagi pemerintahan SBY yang tinggal seumur jagung.
Barangkali itulah yang berkecamuk dalam benak para anggota Setgab.
Di sisi lain, parpol-parpol kini juga sedang sibuk mencari
jalan sendiri-sendiri menghadapi Pemilu 2014 yang tinggal beberapa bulan lagi.
Bahkan parpol-parpol itu harus saling berkompetisi. Parpol-parpol lain akan
diuntungkan bila elektabilitas the ruling
party jeblok. Maka ada semacam “sabotase” atau "penggembosan" dari dalam.
Itu sebabnya mengapa banyak instruksi SBY tak dipatuhi para menteri, dan oleh
karena itu keberadaan Setgab dirasa sudah tidak urgen lagi. Termasuk oleh
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang beberapa kali mendapat ancaman dikeluarkan
dari Setgab. Senja kala kekuasaan SBY akan benar-benar tiba manakala ia, sesuai
janjinya, melepaskan jabatan Ketua Umum Partai Demokrat setelah Pemilu 2004. Benarkah?
Biarlah waktu yang membuktikan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar