Sabtu, 12 Oktober 2013

Pemimpin yang Mengibrahim

Pemimpin yang Mengibrahim
Anwar Djaelani  Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Lukman Hakim,
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang
JAWA POS, 11 Oktober 2013



 yang tersungkur di hadapan KPK semakin banyak. Tentu saja, hal ini sangat menyedihkan. Tampaknya, mereka jatuh karena memberhalakan harta. Mereka terpeleset karena memberhalakan kedudukan. Jika demikian halnya, kita (dan terutama para pemimpin) perlu mengibrahim.

Di antara sejumlah pemimpin yang sekarang ini menjadi tersangka korupsi bisa dipastikan kemampuan akalnya di atas rata-rata. Lihat saja, ada yang bergelar doktor di bidang hukum. Ada yang ketika menjabat dosen di perguruan tinggi yang sangat terkenal (sebelum di kemudian hari diangkat menjadi birokrat) pernah menyabet gelar dosen teladan. Bahkan, gelar prestisius itu didapatnya dalam dua kali kesempatan. Lalu, ada pula yang dulu ketika kuliah dinobatkan sebagai mahasiswa teladan. 

Sejumlah pemimpin yang berstatus tersangka korupsi dalam paragraf di atas tampak lebih meladeni godaan nafsu ketimbang akal sehatnya. Betapa tidak! Dulu, misalnya, dalam usaha menekan laju korupsi si doktor hukum pernah mengusulkan untuk memotong jari tangan dan memiskinkan koruptor agar memunculkan efek malu dan jera. Dulu, dalam sebuah kampanye antikorupsi, si "mantan mahasiswa teladan" itu berseru gagah di televisi: "Katakan tidak pada korupsi!"

Jika sekarang pemimpin yang dimaksud pada paragraf di atas itu tak mampu menghidupkan kata-katanya sendiri, sangat mungkin mereka telah memberhalakan (baca: menuhankan) nafsu. Godaan nafsu lebih mereka utamakan ketimbang akal. Bahkan, godaan nafsu lebih mereka kedepankan ketimbang ajaran agama.

Terkait ini, agar tak seperti mereka, mari mengibrahim. Dulu, Ibrahim berjuang memberantas (para pemuja) berhala. Sekarang pemimpin malah membuat banyak "berhala" dan lalu memujanya habis-habisan.

Kini pemimpin bikin "berhala" bernama "kekayaan melimpah", yang lalu mereka jadikan Tuhan. Maka, dianggap tak penting soal halal atau haram dalam cara mendapatkan harta itu.

Sementara, contoh lain, pemimpin membuat "berhala" bernama kekuasaan (politik) yang lantas mereka jadikan Tuhan. Maka, untuk meraihnya, tak perlu malu berprinsip "menghalalkan segala cara".

Dua contoh itu, sebagian kecil saja dari "potret" sebagian pemimpin kita yang suka berpaling dari ajaran agama. Misalnya, banyak di antara pemimpin kita yang rela memburu kesenangan sesaat di dunia dengan mengabaikan aspek halal-haramnya. Padahal, jika "jalan haram" yang kita pilih, itu pasti kelak di akhirat akan mendapat siksa-Nya. 

Jadilah Ibrahim! Di sepanjang perjalanan hidupnya, Ibrahim tak sunyi dari berbagai ujian (yaitu berupa berbagai perintah dan larangan-Nya). Tapi, Ibrahim selalu mematuhi semua perintah-Nya.

Adapun puncak dari sikap patuh Ibrahim adalah saat dia mampu mengorbankan Ismail. Bisakah kita? Insya Allah bisa! 

Sesungguhnya, kita dapat mengorbankan "Ismail" (Ismail dalam tanda kutip). Siapakah "Ismail"? "Ismail" itu metafora, sebuah perlambang. Dalam konteks kekinian, "Ismail" dapat berarti segala sesuatu yang sangat kita cintai, yang jika tidak berhati-hati terhadapnya kita dapat dipalingkan dari mengingat Allah. Jadi, "Ismail" itu bisa berupa uang/harta, jabatan/kekuasaan, keluarga (suami/istri dan anak), dan lain-lain.

Pernahkah kita mengorbankan "Ismail", berupa jabatan kita, jika jabatan tersebut dapat membuat kita jauh dari Allah? Misalnya, jabatan itu membuat kita sulit untuk menolak pekerjaan haram seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Atau, pernahkah kita mengorbankan "Ismail", berupa uang dalam jumlah yang banyak, untuk kita sumbangkan bagi kepentingan agama dan sosial kemasyarakatan? 

Kita dapat menjadi "Ibrahim". Kita dapat mengorbankan "Ismail". Kuncinya sederhana: Selalulah mendahulukan kehendak Allah. 

Jadilah Ibrahim. Besarkan Allah, kecilkan selain Beliau. Ambil spirit kalimat Allaahu-Akbar ketika takbiratul ihram saat mendirikan salat. Ambil spirit dari kalimat talbiyah yang diucapkan dengan penuh cinta oleh mereka yang berhaji: Labbaika Allahumma labbaik (Yaa Allah, kami datang, kami datang memenuhi panggilan Engkau). Ambil spirit kalimat Bismillaah Allaahu-Akbar saat kita menyembelih hewan kurban. Ambil spirit ritual melempar jumrah saat berhaji, sebagai lambang sikap selalu membesarkan Allah dan mengecilkan yang selain Beliau (terutama setan). Mari mengibrahim dan campakkanlah semua berhala itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar