|
Ibadah kurban merupakan prosesi keagamaan yang dalam
sejarah Islam diperankan oleh Ibrahim dan putranya, Ismail. Atas dasar
ketakwaannya kepada Allah, Ibrahim rela menyembelih Ismail, satu-satunya anak
yang ia miliki dan sangat ia cintai. Namun, di saat pisau yang akan digunakan menyembelih
itu dihunuskan ke leher anaknya, tiba-tiba tumpul, tidak mampu menembus leher
Ismail dan seketika itu Allah mengganti perintah-Nya dengan menyembelih
kambing.
Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah ini bahwa segala
sesuatu yang kita cintai di dunia ini harus siap untuk diserahkan kepada Sang
Pemilik Mutlak, di mana dan kapan saja jika Dia menghendaki agar kita
mengorbankannya dengan atas dasar takwa. Karena, tanpa landasan takwa, kurban
tak lebih dari pembunuhan massal. Dalam kisah diceritakan bahwa ketika Habil
dan Qabil berkurban, Allah hanya menerima kurban dari Habil karena ia berkurban
dengan penuh ketakwaan, sementara Qabil sebaliknya.
Kurban yang menjadi salah satu ritual pada Hari Raya Idul
Adha merupakan bukti nyata bahwa ajaran Islam sarat dengan kepekaan sosial.
Oleh karena itu, kurban tidak harus dipahami sebagai upacara penumpahan darah
binatang semata, melainkan harus dipahami sebagai wujud rela berkorban dan
bentuk ketakwaan manusia. Allah berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 30:
"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai
kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu." Ayat
di atas mengisyaratkan bahwa menyembelih hewan kurban tak sekadar
penyembelihannya. Karena, bukan daging dan darah yang dapat menuai ridha Allah,
karena Allah Maha Kaya lagi Terpuji. Namun, yang akan diangkat kepada-Nya
adalah keikhlasan dan niatnya dalam berkurban. Ketakwaanlah yang dapat
mengantarkan ridha-Nya. Ini merupakan satu motivasi untuk ikhlas dalam
berkurban agar tujuannya hanya untuk Allah semata. Bukan karena ingin
berbangga, riya, sum'ah, atau hanya karena sudah menjadi tradisi. Demikian pula
dalam ibadah yang lain. Sekiranya tidak dibarengi ikhlas dan takwa, maka itu
hanya seperti kulit luar saja yang tanpa isi, raga yang tanpa ruh.
Dalam semua perilaku manusia Allah hanya menerima ketakwaan
dari mereka, karena derajat dan kemuliaan manusia hanya terletak pada sisi ini,
inna akramakum 'indallahi atqaakum. Kendati demikian, manfaat takwa sendiri
sejatinya kembali kepada diri manusia, baik itu manusia sebagai makhluk
individu maupun sosial. Jika dilihat pada skala makro, pesan kurban menyiratkan
tentang pentingnya arti kepedulian sosial. Maksudnya jelas, ketakwaan bukan
berarti hanya kesalehan individu yang tak menyentuh dengan persoalan-persoalan,
misalnya, kemiskinan. Namun, di situ ketakwaan mesti berimplikasi pada
peneguhan identitas seorang muslim untuk turut berpartisipasi secara konkret
terhadap pengentasan kemiskinan dan berkiprah dalam realitas sosial. Kesadaran
untuk peduli terhadap sesama jelas sangatlah penting karena kehidupan manusia
pada intinya saling bersimbiosis. Mereka yang kaya membutuhkan mereka yang miskin,
begitu pula sebaliknya.
Manusia merupakan makhluk sosial yang berstrata serta harus
saling berinteraksi dan saling mengisi dalam ke-strata-annya. Dalam ajaran
Islam, seseorang diperintahkan untuk mencari kekayaan karena kemiskinan akan
membawa pada kekafiran, seperti bunyi hadis Nabi kaada al-faqru 'an yakuna
kufro (kemiskinan akan membawa pada kekafiran). Namun, ketika Allah telah
memberi rezeki yang banyak dan memberi kekayaan pada seseorang, maka sudah
sepatutnya pula kekayaannya diperuntukkan untuk membantu mengentaskan
kemiskinan dan berguna bagi realitas sosiologis. Karena, kesadaran akan iman
dan takwa kemudian mengantarkan pengetahuan bahwa kemiskinan akan membawa
kekafiran, atau bahkan bisa mengakibatkan kerusakan jiwa pada orang yang
miskin. Maka, tugas mengentaskan kemiskinan adalah bersifat wajib bagi tanggung
jawab orang kaya. Ibadah kurban juga mengisyaratkan kepada manusia bahwa
pengabdian kepada Sang Khaliq, Tuhan Yang telah menciptakan alam beserta
segenap isinya berada di atas segalanya. Dengan kurban, manusia dibimbing untuk
setia dan patuh terhadap semua perintah Allah. Dengan kurban, manusia juga
dapat mengetahui bahwa betapa hakikat hidup manusia adalah untuk Allah dan
kepada-Nya jualah mereka akan kembali. Demikian tinggi nilai-nilai spiritual
dan pengabdian yang dapat dipetik oleh manusia dari perjalanannya mengorbankan
sesuatu yang dicintai dan diagungkan bahkan dibanggakannya, jika mereka mau
menghayati dan melaksanakannya semata-mata hanya mencari keridhaan Allah Yang
Maha Kuasa tanpa tendensi apa pun kecuali keridhaan dan kasih sayang-Nya. Jika
saja sikap rela berkorban seperti ini dimiliki para pemimpin dan segenap bangsa
ini, tentu bangsa ini akan sejahtera.
Ismail sebagai simbol kemegahan harta, pangkat dan jabatan
serta anak yang merupakan amanah Allah SWT, dengan takwa Ibrahim setelah
bermusyawarah dengan anakanya untuk ikhlas melaksanakan perintah tersebut. Di
masa sekarang ini, hal itu patut diteladani dan menginstropeksi diri bahwa apa
yang kita miliki saat ini adalah amanah Allah SWT.
Dengan demikian, kurban merupakan salah satu manifestasi
ketakwaan sekaligus kepekaan sosial dari umat beragama. Rangkaian pelaksanaan
simbol religius dan keyakinan yang melahirkan muslim sejati akan tercermin dari
bias nilai abstrak dalam kehidupan nyata. Wallahu
A'lam bi al-Shawab. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar