|
Setiap
datang hari raya Idul Adha, umat Islam teringat peristiwa dramatis Nabi Ibrahim
a.s. berkurban menyembelih anaknya, Ismail. Peristiwa itu menjadi momentum
bagaimana tingginya moral seorang hamba Allah yang menepati janji meski harus
menyembelih anak sendiri. Begitu juga Ismail yang tanpa protes sedikit pun
bersedia disembelih karena menjalankan janji sang ayah akan mengurbankan
dirinya apabila mendapat seorang anak. Ismail sendiri dalam peristiwa itu
terhindar karena diganti dengan seekor domba oleh Allah SWT.
Dalam
agama, komitmen adalah janji atau ikrar yang wajib dipenuhi. Seorang yang sudah
menyatakan beriman wajib menjalankan keimanannya itu. Nah, berkaitan dengan
kehidupan dan penyelenggaraan negara, pemimpin dan rakyat berkomitmen sesuai
asas dan dasar kehidupan bernegara Pancasila yang di dalamnya terdapat komitmen
kehidupan beragama.
Makna
apa yang dapat dipetik dari Idul Qurban tahun ini berkaitan dengan banyaknya
penyelewengan? Sementara banyak pemimpin berkurban hewan berupa sapi maupun
kambing pada Idul Adha? Apakah dengan demikian seorang muslim, apalagi
pemimpin, sudah dikatakan memenuhi keimanan kepada Allah SWT?
Pemimpin tidak hanya harus memenuhi komitmen
keagamaan, tetapi juga komitmen kepemimpinan. Pemimpin di negara kita berikrar
lewat pakta integritas untuk memenuhi semua tugas dan kewajiban sebagai
penyelenggara negara.
Namun, apa yang terjadi? Masya Allah, lembaga negara
seperti Mahkamah Konstitusi (MK) yang suci sebagai lembaga peradilan pun
diruntuhkan oleh pimpinannya sendiri karena menjadi tersangka kasus korupsi.
Banyak
kasus korupsi melibatkan unsur pimpinan negara atau elite negeri kita karena
mereka menyalahi dan tidak menjaga komitmen. Berkurban berupa kebendaan hanya
simbol menjalankan agama. Dalam kehidupan, apalagi sebagai pemimpin, simbol itu
harus diwujudkan melalui kehidupan sehari-hari.
Seorang
pemimpin yang berkomitmen harus sanggup tidak melakukan perbuatan yang
menyalahi komitmen atau melakukan perbuatan menyimpang. Artinya, tidak akan
terjadi praktik korupsi apabila para pemimpin memegang komitmen sebagai
penyelenggara negara.
Hadis
Nabi Muhammad SAW menyatakan, jabatan seseorang berakhir dengan apa yang biasa
dilakukannya. Artinya, seseorang melakukan perbuatan penyimpang seperti korupsi
ataupun tindak kriminal karena perbuatan itu sudah atau bahkan biasa dia
lakukan. Perbuatan itu dimulai dari skala kecil dan lama-kelamaan menjadi
besar. Begitu juga korupsi, dimulai dari skala kecil, lalu berlanjut menjadi
kebiasaan dan berskala besar.
Sekarang
di kalangan pemimpin atau elite bangsa, komitmen itu luntur kalau tidak
dikatakan sudah tidak ada. Buktinya banyak terjadi penyimpangan dalam
penyelenggaraan negara. Karena itu, pada Idul Adha kali ini, ambil hikmah Nabi
Ibarahim yang memegang komitmen melaksanakan perintah Allah SWT, meski itu
menyembelih anak sendiri.
Hikmah
Idul Adha ini patut pula menjadi perhatian generasi muda sebagai penerus
bangsa, sehingga ke depan kita menjadi bangsa yang teguh memegang komitmen
kepada manusia dan kepada Allah SWT. Dengan demikian, praktik korupsi di
kalangan penyelenggara negara tidak lagi merajalela seperti sekarang ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar