|
Kini korupsi sudah menjadi hal yang tak asing lagi
diperbincangkan, baik di kalangan elite politik maupun rakyat awam. Bahkan,
korupsi sudah menjadi budaya dan penyakit sosial di perpolitikan Indonesia.
Penyakit yang tak hanya akan menjalar dan merebah ke seluruh penjuru negeri,
bahkan akan sangat membahayakan karena dilakukan secara bersama-sama. Jika tak
dibasmi dengan serius, akan sangat membahayakan kehidupan bernegara.
Demikian pula di dalam institusi birokrasi pemerintahan
atau pun struktur kekuasaan negara, yang tak jarang ditemui berbagai kasus
korupsi. Birokrat negara yang seharusnya bertanggung jawab menyejahterakan
rakyat, justru malah yang mendzalimi rakyat dengan merampok uangnya. Banyak
birokrat negara yang tergoda dengan menyalahgunakan kekuasaan, meskipun yang
dilakukan sangat bertentangan dengan moralitas publik.
Sungguh ironis sekali, moralitas publik yang telah diwarisi
dari para founding father, justru
yang terjadi saat ini melahirkan generasi yang -bisa dikatakan- cacat moral. Justru,
sekarang malah bermunculan pejabat publik dengan jiwa materialistik, dan tak
satu pun kita temukan pewaris fouding
father yang sesungguhnya. Apakah sa-ngat relevan, jika kita sekarang
memperdebatkan masalah moralitas publik?
Apabila saat ini masih banyak pemimpin
atau pejabat publik yang hanya berkompetisi memperkaya diri, yang tak
memikirkan pemerintahan dan rakyatnya? Memperdebatkan isu moralitas publik
untuk saat ini bukan hanya sia-sia, tetapi juga sangat tidak masuk akal. Sebab,
minim sekali pejabat publik yang mempunyai integritas tinggi dalam menjalankan
tugasnya di masa kini.
Moralitas publik sebenarnya sudah menjadi sorotan banyak
kalangan. Namun, karena tak adanya kesadaran para pewaris moral sebagaimana
dimiliki para fouding father, menjadikan rakyat galau terhadap pemimpinnya
sendiri. Karena saat ini pula, minim sekali ditemukan calon-calon pemimpin yang
cocok untuk menggantikan dan meneruskan pemimpin sebelumnya yang memiliki
moralitas tinggi, bak merindukan jarum di jerami yang lebat.
Meskipun demikian, ruang publik juga harus tetap
memperlihatkan dan menggencarkan seruan moral untuk dikedepankan dengan serius
dalam setiap individu. Dengan mengupayakan berbagai macam cara atau metode
secara kontinu untuk mengatasi masalah korupsi dan penyelewengan kekuasaan yang
dilakukan oleh pejabat publik dan elit politik.
Memang, untuk menciptakan negara yang berkepemimpinan tak
tuna-moral dan berkultur pemerintahan yang bersih serta berwibawa itu sulit.
Namun, itu tak menjadi batu penghalang kita untuk terus berharap lahirnya
pemimpin atau pejabat publik yang bermoral. Sebab, semua bisa terjadi apabila
dikerjakan secara bersama dengan keseriusan setiap individu dalam kehidupan
bernegara.
Menurut Immanuel Kant, moralitas bukan hanya sekedar
penyesuaian terhadap aturan-aturan dari luar - baik itu berupa hukum kenegaraan
maupun adat istiadat dan hukum keagamaan - tetapi juga berhubungan dengan
keyakinan sikap batin seseorang dalam hal kesetiaannya kepada dirinya sendiri.
Jadi, moralitas bukan hanya didasarkan pada sikap luar seseorang saja, tetapi
juga dari hati yang terdalam.
Ketika pejabat publik memiliki sifat demikian, tentu negara
ini akan memiliki moralitas publik yang diinginkan banyak khalayak. Dengan
begitu, dapat mengurangi mental-mental publik yang hanya menginginkan kekuasaan
semata, tetapi kesejahteraan rakyat pun akan terealisir.
Pada dasarnya, yang diinginkan rakyat bukan hanya gelar
pejabat publik saja yang disandang para pemimpinnya, namun juga disertai jiwa
kepemimpinan pada setiap pejabat publik dan birokrasi pemerintahan. Jadi, tak
ada yang merasa dirugikan antara mayarakat dan pejabat publik sendiri. Pada
prinsipnya pula, semua perilaku politik berisi nilai-nilai yang didasarkan pada
asas publik dan kehidupan pribadi dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu,
asas kehidupan bernegara harus pula ada dan disepakati dalam setiap cita-cita
moral yang dikehendaki bangsa, baik bersifat privat maupun publik.
Untuk melahirkan generasi pewaris para fouding father yang sempurna, hal-hal yang fundamental dalam
moralitas harus wajib dimiliki. Pertama, integritas setiap individu pemimpin
harus ada, dengan berlaku bijak dalam mengemban tugasnya untuk mengatasi segala
persoalan rakyat. Kedua, kejujuran setiap pejabat publik juga harus dimiliki,
agar dapat menjaga amanah yang telah diberikan rakyatnya.
Ketiga, loyalitas harus selalu melekat dalam setiap diri
pemimpin, agar pendiriannya teguh dan selalu konsisten dalam menjaga
kepentingan publik, dengan didasari nilai-nilai etika yang apik. Keempat,
tanggung jawab yakni sikap kepribadian yang selalu siap dengan tugas dan amanah
yang diembannya. Kelima, adil dan bijaksana dalam menentukan segala kebijakan
dan keputusan dengan terbuka, setara, imparsialitas, dan proporsionalitas untuk
menjamin rakyat dalam keadilan. Sebagaimana yang diungkapkan William Bruce
dalam bukunya Classics of Administrative
Ethics, bahwa untuk menjadi pejabat publik yang apik harus memiliki
karakter pribadi yang bermoral.
Menyalahgunakan kepercayaan rakyat dan kekuasaan
pemerintahan, mendustai dan menghianati publik sudah biasa diperlihatkan kepada
khalayak umum, bahkan sudah menjadi fenomena yang pasti terjadi di setiap
pemerintahan. Ini membuktikan bahwa mereka sudah tak mempunyai moralitas
publik, yang sebenarnya harus dirawat dan dijaga seutuhnya untuk kepentingan
umum dalam melaksanakan tanggung jawabnya terhadap rakyat. Sehingga,
bermunculan pemimpin yang hanya berlomba-lomba untuk memperkaya diri dan
mempergendut rekeningnya saja, meskipun yang dilakukan adalah menghianati
kepercayaan yang telah diberikan rakyat dengan memakan uangnya tanpa rasa malu.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar