Kamis, 10 Oktober 2013

Membenahi Kredibilitas MK

Membenahi Kredibilitas MK
Sulastomo  Koordinator Gerakan Jalan Lurus
SUARA KARYA, 08 Oktober 2013


Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencoreng citra aparat penegak hukum. Ditambah dengan penemuan narkoba di kantor AM, lengkap sudah citra buruk MK, meski pemakai narkoba itu belum tentu AM. Kepercayaan terhadap MK hilang.

Kalau tindak korupsi itu terkait dengan keabsahan pilkada, berarti juga mencederai demokrasi kita. Dugaannya, tidak hanya terbatas pada dua pilkada, tetapi juga pilkada-pilkada yang lain. Cacat demokrasi kita tidak hanya oleh politik uang, tetapi juga proses hukumnya. Bagaimana gambaran seperti itu bisa membuat kita percaya terhadap kredibilitas penegakan hukum dan demokrasi kita? Inilah yang harus kita benahi.

Usai mengadakan pertemuan dengan ketua-ketua lembaga negara tinggi lainnya (di luar MK), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikabarkan akan mengeluarkan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). Dalam perppu nanti, antara lain akan diperbaiki cara perekrutan hakim MK dan pengawasan MK, yang diserahkan kepada Komisi Yudisial (KY). Seperti biasa, ada pro dan kontra. Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie bahkan menganggap hal itu inkonstitusional.

Rakyat makin bingung melihat para pemimpinnya mencari jalan keluar kasus di MK itu, sementara kondisi lingkungan kita juga akan menghadapi puncak tahun politik, pemilu legislatif dan pemilihan presiden/wakil presiden. Kita semua harus mempersiapkan diri menghadapi kondisi sosial dan politik yang bisa memburuk. Apalagi, prediksi pertumbuhan ekonomi kita juga menurun, yang berarti kendala ekonomi juga bisa memperburuk kondisi sosial/politik bangsa. Logikanya, diperlukan sikap ekstra hati-hati kita semua.

Adalah sikap terbaik kita semua, apabila (setidaknya) tidak ikut-ikutan memperburuk kondisi sosial/politik. Sebab, kalau kepercayaan terhadap aparat penegakan hukum hilang, bisa saja mengundang chaos. Konflik pilkada tidak terselesaikan, demokrasi kita tidak legitimate, makin banyak orang merasa berhak berbuat semaunya sehingga konflik dan kekerasan bisa meningkat.

Semuanya akan menyebabkan aparat penertiban dan keamanan kita, kepolisian, dan TNI, harus siap menghadapi semua itu. Kondisi siaga satu mungkin diperlukan. Sebab, implikasi tertangkapnya Ketua MK bisa sangat luas. Setidaknya, semoga tidak merembet ke hal yang lain-lain. Kita harapkan keabsahan segala keputusan MK yang lalu tidak dipersoalkan, sehingga keberadaan kepala daerah yang pilkadanya diputus MK dipersoalkan. Kondisi chaos mungkin telah menanti.

Ada kesan bahwa untuk membenahi MK sangat tidak mudah. MK sebagai produk konstitusi, penyelesaian yang komprehensif juga selayaknya menggunakan pendekatan konstitusional. Kalau tidak, bisa saja dianggap inkonstitusional, sebagaimana dikatakan oleh Jimly Asshiddiqie. Hal ini berarti, kita harus melihat kembali konstitusi kita, UUD 1945, yang telah diamandemen empat kali tahun 2002. Amandemen kelima UUD 1945 atau kaji ulang UUD 1945 dalam hal ini diperlukan.

Jelas, implikasi kasus Ketua MK bisa sangat luas. Itu menyangkut sendi-sendi berbangsa dan bernegara kita yaitu UUD 1945. Tidak tertutup kemungkinan, dalam amandemen kelima nanti, MK diintegrasikan dengan Mahkamah Agung, sehingga keruwetan hukum bisa dikurangi. Konflik pilkada ditangani Bawaslu atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebab, pembentukan MK seperti sekarang, aroma politiknya sangat besar, sehingga sulit mempertahankan MK sebagai lembaga tinggi negara yang kredibel. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar