|
Jurnalistik
damai (peace jurnalism) merupakan
dambaan masyarakat banyak, mengingat hingar-bingar pemberitaan di media massa
yang seharusnya mampu mencerdaskan kehidupan bermasyarakat malah menimbulkan
pelbagai keresahan di tengah masyarakat.
Konsep
jurnalistik yang di dukung oleh pelbagai organisasi media internasional, bahkan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyadari peran strategis media dalam
membangun saling pengertian antar-manusia. Terlalu banyak peristiwa, isu maupun
masalah yang menarik perhatian manusia, tidak mungkin diketahui manusia tanpa
kemudahan yang diberikan oleh media massa.
Sebagai
individu yang memiliki hak untuk mengetahui (the right to know), media massa merupakan fora untuk memenuhi rasa
ingin tahu tersebut. Mass media diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk
memberikan informasi sekaligus menyalurkan informasi mengenai hal-hal yang
ingin diketahui, agar diketahui dan perlu diketahui oleh masyarakat.
Kepercayaan
publik pada media massa, tentu harus diimbangi oleh kejujuran media massa untuk
tidak memanipulasi dan menyesatkan masyarakat melalui informasi yang disajikan.
Di sisi lain, media massa dituntut juga untuk menyampaikan fakta dengan
cara-cara yang tidak provokatif, membingkai bahkan menimbulkan rasa pesimistis,
panik, dan rasa takut yang berlebihan.
Wartawan
Profesional
Dalam
jurnalistik damai diharapkan agar informasi yang disampaikan media massa
hendaknya dapat menyejukkan, tidak menimbulkan rasa benci berlebihan pada pihak
tertentu, bahkan tidak meningkatkan rasa permusuhan pada pihak lain.
Dalam kancah media internasional, kita melihat liputan BBC
dan televisi Uni Eropa yang dipandang sebagai model peran yang mendekati
idealisme jurnalistik damai. Bahkan stasiun TV Al Jazeera yang tadinya
dilahirkan untuk menyaingi CNN yang dirasa terlalu "bias" terhadap
Islam, mulai dipandang sebagai lebih kredibel daripada CNN, bahkan lebih
mendekati konsep jurnalistik damai dalam peliputannya.
Jurnalistik
damai hanya dapat diterapkan dengan baik apabila dilakukan pertama-tama oleh
wartawan yang paham betul akan tanggung jawab sosialnya sebagai profesional.
Wartawan tersebut harus menyadari bahwa tanggung jawab utamanya adalah pada
masyarakat, pada profesi dan baru pada medium tempat ia bekerja.
Wartawan
tersebut menyadari bahwa ia memperoleh kebebasan berekspresi di media, karena
kepercayaan masyarakat. Jika ia sadar, bahwa kebebasan tersebut bukan cek
kosong (blank cheque), maka ia akan
mengisinya dengan informasi yang mencerdaskan kehidupan bermasyarakat.
Bagi
media, informasi memang merupakan komoditas. Jika demikian halnya, bukankah
komoditas yang "dijual" harus memiliki kualitas yang baik?
Jika
melihat jurnalistik damai dan penerapannya di Tanah Air, memang harus diakui,
cukup banyak masalah yang memprihatinkan. Liputan mengenai konflik sosial lebih
banyak diwarnai pembenaran pihak yang cenderung memaksakan pendapat. Belum
terlalu diarahkan pada informasi mengenai mengapa perbedaan pendapat perlu
dihargai dan mengapa pemaksaan pendapat bertentangan dengan hakikat demokrasi.
Bukankah jurnalistik damai berfungsi juga untuk membangun sikap kritis
masyarakat?
Dalam
liputan kasus korupsi, misalnya, masih cukup banyak ruang yang diberikan oleh
media massa yang memberi kesan seolah korupsi merupakan masalah hukum semata,
bukan masalah etika, apalagi moral.
Dalam
liputan kasus yang membawa nama selebritis atau figur publik, mereka yang
menjadi korban perbuatan mereka, bahkan sampai berujung kematian, tidak
mendapat liputan sebanding. Namun, apa yang disampaikan dan dilaporkan tentang
selebritis ataupun figur publik memperoleh ruang dan waktu yang berlebihan.
Jika
melihat liputan kasus terorisme, ada kesan bahwa media tertentu tanpa disadari
memberi kesan bahwa aparat keamanan melakukan tindakan berlebihan, sementara
realitas bahwa perbuatan teror menimbulkan keresahan bagi pebisnis, kecurigaan
di tengah masyarakat dan ketidakpercayaan bagi negara cenderung diabaikan.
Laporan
Investigasi?
Beberapa
media dengan sengaja mempahlawankan pecundang tanpa memperhatikan kredibilitas
mereka sebagai sumber informasi. Contohnya, ketika seorang eksekutif keuangan
perusahaan Asian Agri Vincentius Sutanto membobol uang perusahaan sebesar 3.1
juta dolar AS ke dalam rekening pribadinya dan ditangkap polisi, orang tersebut
dinobatkan sebagai pahlawan oleh reporter media yang kemudian melakukan
jurnalistik investigasi atas informasi mengenai dugaan penyimpangan pajak yang
dilaporkan oleh pejabat keuangan tersebut.
Sampai
saat ini pun penyelesaian kasus pajak yang menimpa Asian Agri pun belum tuntas
karena masih banyak kabar seputar berapa pajak terutang yang harus dibayar,
mana rinciannya mengapa dianggap melanggar undang-undang, serta apa alasannya
belum dilakukan pengadilan pajak.
Tanpa
kejelasan semacam ini, pebisnis akan senantiasa waswas, karena kepastian hukum
berada di tangan liputan media. Jelas, jurnalistik semacam ini jauh dari konsep
jurnalistik damai. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar