|
"APEC sukses mendorong kemitraan
antaranggota, yang berlangsung dengan dinamis, positif, dan konstruktif"
SERANGKAIAN
pertemuan Asia-Pacific Economic
Cooperation (APEC), dari pertemuan tingkat pejabat tinggi, tingkat menteri,
para pemimpin bisnis hingga para kepala pemerintahan/negara sudah digelar di
Bali selama sepekan, tanggal 1-7 Oktober 2013. Puncak acara berlangsung tanggal
5-7 Oktober, yaitu pertemuan kepala pemerintahan/negara atau konferensi tingkat
tinggi (KTT) yang diikuti pemimpin dari 21 negara anggota. Kegiatan kali ini
merupakan konfrerensi ke-21 sejak APEC resmi dibentuk tahun 1989 di Camberra
Australia. Bagi Indonesia, menjadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan tersebut
merupakan kali kedua. Kali pertama menjadi tuan rumah forum serupa pada 14-15
November 1994 di Bogor yang menghasilkan Bogor
Goals.
Salah
satu poin terpenting dari Deklarasi Bogor adalah pemberlakuan liberalisasi
perdagangan (pasar) dan investasi mulai tahun 2010 bagi kelompok anggota
berperekonomian maju semisal Amerika Serikat (AS) dan Jepang serta mulai 2020
bagi kelompok anggota berperekonomian berkembang seperti Indonesia, Papua
Nugini, Peru, dan Chili. Konferensi tahun ini mengusung tema ‘’Toward Resilient Asia Pacific, Engine of
Global Growth’’. Tema itu guna menjawab tantangan situasi ekonomi) dunia
yang tengah berada dalam pengaruh krisis ekonomi dan keuangan global. Indonesia
selaku tuan rumah membawa sejumlah isu penting untuk dibahas guna mencapai
kesepakatan serta dituangkan dalam Bali
Declaration. Isu-isu itu di antaranya Attaining
the Bogor Goals (mewujudkan Tujuan-Tujuan Bogor), Sustainable Growth with Equity (Pertumbuhan Berkelanjutan dan
Merata), dan Promoting Connectivity
(Memperkuat Konektivitas). Keberadaan forum regional Asia-Pasifik itu dalam 24
tahun terakhir memberi kontribusi cukup signifikan bagi peningkatan arus barang
ataupun investasi, baik dalam lingkup keanggotaan maupun kawasan Asia Pasifik
pada umumnya.
Data
yang dikeluarkan Sekretariat APEC di Singapura memperlihatkan kegiatan ekspor
21 anggota APEC tumbuh 113 % dengan nilai 2,5 triliun dolar AS dalam waktu satu
dasa warsa terakhir. Foreign direct investment (FDI) tumbuh 210% pada seluruh
anggota APEC dan 475% pada kelompok negara anggota berperekonomian berkembang. Gross domestic product (GDP) meningkat
33% secara keseluruhan dan 74% pada kalangan anggota ekonomi berkembang. Jumlah
total penduduk APEC saat ini mencapai 2,6 miliar jiwa dengan total GDP 19,254
miliar dolar AS atau sekitar 53% dari GDP dunia.
Adapun total perdagangan
tercatat sebesar 47% dari total perdagangan global. Lepas dari pihak-pihak penentang
rezim pasar bebas, semua indikator tersebut tentu menunjukkan betapa besar
peran forum regional Asia-Pasifik tersebut bagi pertumbuhan perdagangan ataupun
GDP global dalam 10 tahun belakangan ini. APEC telah sukses mendorong kemitraan
di antara segenap anggota, yang berlangsung dengan dinamis, positif, dan
konstruktif selama hampir seperempat abad belakangan. Lebih Liberal
Semua
indikator itu menguatkan konsistensi APEC untuk memulai pemberlakuan
liberalisasi perdagangan dan investasi seluruh anggota, sesuai jadwal yang
ditetapkan, yakni tahun 2010 bagi anggota berperekonomian maju dan 2020 bagi
anggota berperekonomian berkembang. Anggota negara berkembang semacam Indonesia
dipastikan tak akan mengalami penundaan untuk memulai liberalisasi pasar pada
tahun 2020 dengan sesama negara anggota. Persoalannya adalah sudah betul-betul
siapkah Indonesia menyambut era baru itu?
Dari
segi regulasi pembebasan bea masuk produk-produk impor agaknya Indonesia sudah
siap. Sejauh ini pemerintah sudah memutuskan untuk membebaskan bea masuk lebih
dari 90% sektor produk impor. Oleh kalangan analis ekonomi capaian tersebut
dipandang jauh lebih maju dan lebih liberal dibanding negara liberal kaliber AS
sekalipun. Namun, dari perspektif aktor ekonomi dan penyediaan sarana prasarana
infrastruktur domestik semisal pelabuhan dan jalan, tidak sedikit orang
mengatakan Indonesia sekarang ini belum siap sepenuhnya untuk mulai
meliberalisasi perdagangannya tahun 2020. Kalangan pengusaha Indonesia
dipandang belum siap berkompetisi bebas tanpa proteksi di pasar domestik. Tujuh
tahun sisa waktu ke depan tentulah merupakan rentang waktu sangat berarti dan
berharga baik bagi pemerintah, aktor ekonomi (pengusaha/swasta) ataupun rakyat
Indonesia umumnya guna makin mematangkan segala macam persiapannya menyambut
pemberlakuan liberalisasi perdagangan APEC.
Apabila pemerintah, aktor ekonomi,
dan rakyat Indonesia dapat efektif dan maksimal memanfaatkan sisa waktu itu,
cukup besar optimisme menyambut era liberalisasi APEC dengan tidak menjadi pecundang.
Tetapi jika sebaliknya, bersiap-siaplah kita menjadi pecundang: kalah saing
walaupun di pasar dalam negeri sekalipun. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar