KPK Tangkap Ketua MK
KOMPAS, KAMIS, 3
OKTOBER 2013
JAKARTA,
KOMPAS— Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Ketua Mahkamah
KonstitusiAkil Mochtar, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai
Golkar,Chairun Nisa, Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih,
sertapengusaha berinisial DH dan CN, Rabu (2/10), sekitar pukul 22.00.
KPK juga menyita
sejumlah uang dalam mata uangdollar Singapura, yang setara Rp 2 miliar-Rp 3
miliar.
Akil, Chairun Nisa,
dan CN ditangkap di rumahAkil di Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta.
Penangkapan dilakukan setelahpenyerahan uang dari Chairun Nisa dan CN kepada
Akil Mochtar.
Setelah itu, penyidik
juga menangkap Hambitdan DH di sebuah hotel di Jakarta Pusat.
”Ini diduga terkait
pilkada di Kalimantan,”kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP. Hari Rabu merupakan
sidang terakhir perkaraGunung Mas di MK.
Kelima orang itu
langsung dibawa petugas keGedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
Mereka langsung diperiksapetugas KPK untuk memastikan status hukumnya.
KPK memiliki waktu 1 x
24 jam sejak menangkapkelima orang itu untuk memastikan status hukum
mereka, apakah dapatdijadikan tersangka atau tidak.
Ruang Akil Mochtar di
Lantai XV Gedung MK,sekitar pukul 23.00, langsung dipasangi garis pengaman oleh
KPK.
Operasi tangkap tangan
KPK sempat terendussejak Selasa malam. Sejumlah mobil yang membawa petugas KPK
berangkat dariGedung KPK sejak Rabu pukul 01.30. Mobil-mobil itu baru kembali
membawa parapetugas KPK setelah mengamankan target operasi tangkap tangan
tersebut kepelataran Gedung KPK, Rabu sekitar pukul 22.00.
Ada sekitar lima mobil
yang langsung masuk ke basement Gedung KPK. Di salah satu mobil,
petugas KPK tampak membawaseorang lelaki yang berperawakan sedang dan bergelang
batu giok warna hijau.Sebelumnya, mobil-mobil lainnya telah masuk terlebih dahulu
ke dalam basement Gedung KPK.
Juru Bicara KPK Johan
Budi SP membenarkanbahwa KPK memang melakukan operasi tangkap tangan. Namun,
Johan belum dapatmemastikan identitas mereka. Ia hanya menyatakan ada lima
orang yang ditangkapKPK pada Rabu malam kemarin itu.
Wakil Ketua MK Hamdan
Zoelva, saatdikonfirmasi sekitar pukul 23.35, mengaku sangat terkejut. ”Ini
saya barubangun tidur dan sangat-sangat terkejut. Saya sama sekali tidak ada
pikiran,apa yang sesungguhnya sedang terjadi,” ujarnya.
Informasi yang
dihimpun Kompas, penangkapan ini diduga terkait denganpemilihan kepala
daerah.
Sekitar pukul 19.00,
di media center MK, Akil juga masih bercerita soal putusan Pilkada
KotaTangerang, soal Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, serta bercanda
denganwartawan. Sekitar pukul 20.00, Akil meninggalkan Gedung MK.
Wakil Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat(MPR) Hajriyanto Y Thohari dari Fraksi Partai Golkar
ketika dikonfirmasi soalini juga mengaku sangat terkejut.
Wakil Ketua DPR dari
Fraksi Partai DemokrasiIndonesia Perjuangan Pramono Anung sangat menyesalkan
kejadian ini.
”Kita gusar dengan
kejadian ini. Lembagatinggi negara yang seharusnya jadi panutan kalau betul
benar ditangkap tangan,”kata Pramono.
Anggota Dewan
Pertimbangan Presiden BidangHukum Albert Hasibuan mengatakan bahwa Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono sudahdilapori masalah ini. Presiden menyatakan kaget
dan menyayangkan kasus ini.
”Ini tragedi di bidang
hukum,” kata Albert.
Sementara itu, suasana
di Gedung MK semalamterasa mencekam. Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol MK
Budi Achmad, parahakim MK langsung berkumpul dan melakukan rapat di Lantai XIV
Gedung MK.
(bil/ana/why/k01/k08/ilo/sut/nwo)
--------------
MK Masih Bersih?
KOMPAS Senin, 25
Oktober 2010 | 04:16 WIB
Refly Harun
"Sampai pukul
12.46 tanggal 19 Oktober, kami bersih 100 persen! Siapa yang punya bukti
(sebaliknya) silakan, akan kami bayarlah.”
Begitu kutipan
pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam jumpa pers di kantor
MK, 19 Oktober (www.kompas.com, 19/10).
Mahfud dan kolega hakim MK rupanya merasa perlu menggelar jumpa pers karena
rumor mafia perkara meresahkan mereka.
Ada asap tentu ada
api. Selentingan tentang MK yang mulai masuk angin kerap saya dengar. Ketika
berkunjung ke Papua beberapa waktu lalu, saya mendengar keluhan dari peserta
pertemuan bahwa pilkada tidak perlu lagi. Biayanya terlalu besar, baik bagi
penyelenggara maupun kandidat. ”Setelah habis banyak dalam pilkada, nanti habis
juga untuk bersengketa di MK. Ada yang habis Rp 10 miliar-Rp 12 miliar untuk
MK,” katanya.
Ada juga yang
bercerita tentang negosiasi yang gagal untuk memenangi perkara. Hakim, kata orang
itu, meminta uang Rp 1 miliar. Pemohon, calon gubernur, hanya sanggup
memberikan garansi bank senilai itu. Karena ditunggu sampai sore tidak juga
cair, negosiasi gagal dan permohonan pun dicabut.
Semua kisah itu
membuat saya miris dan sedih. Sebagai orang yang pernah berkontribusi membangun
MK menjadi pengadilan yang tepercaya—sebagai staf ahli 2003-2007—saya
senantiasa memimpikan ada pengadilan di negeri ini yang bersih. Pencari
keadilan hanya perlu bekerja keras membuktikan kebenaran dalil hukumnya, tidak
perlu direcoki faktor-faktor nonhukum.
Namun, untuk menghibur
diri, seperti halnya Mahfud, saya menganggap cerita tentang suap di MK hanyalah
celoteh mereka yang kalah. Sebelum ada kejadian hakim tertangkap tangan
menerima suap, cerita tetaplah cerita. Anggap saja tidak benar walau saya
pernah melihat dengan mata kepala sendiri uang dollar AS senilai Rp 1 miliar,
yang menurut pemiliknya akan diserahkan ke salah satu hakim MK.
Sembilan hakim
Salah satu alasan
mengatakan MK bersih dari mafia peradilan adalah setiap putusan harus diambil
oleh sembilan hakim konstitusi. Katakanlah, satu-dua hakim masuk angin, mereka
tetap tidak dapat memengaruhi tujuh hakim yang lain. Apabila ada yang bertanya
bagaimana caranya mendekati satu-dua hakim, saya selalu mengatakan percuma saja
karena satu-dua hakim tidak banyak pengaruhnya terhadap konstelasi putusan MK.
Namun, yang saya
rasakan, hal tersebut hanya berlaku untuk kasus-kasus non-pilkada. Dalam kasus
pilkada, panel hakim yang terdiri dari tiga orang sangat memengaruhi, bahkan
bisa dikatakan determinan terhadap putusan akhir. Hal ini dapat dimaklumi
karena enam hakim lainnya sama sekali tidak terlibat dalam proses pemeriksaan
perkara.
Lain halnya dengan
kasus pengujian undang-undang, yang dalam beberapa kesempatan sering bersidang
pleno dihadiri sembilan hakim konstitusi.
Selain itu, kasus
pilkada yang didaftarkan ke MK tahun ini lebih dari seratus perkara. Hakim juga
terbatas tenaganya. Bisa dikatakan mereka akan lebih berkonsentrasi pada kasus
yang mereka tangani. Kasus yang ditangani panel hakim lain tidak dicermati
secara serius, kecuali apabila ada putusan-putusan yang memerlukan debat
panjang karena menyangkut paradigma hukum tertentu atau menarik perhatian
publik.
Tiga hakim yang
memutuskan perkara inilah yang rawan disusupi. Bagaimanapun hakim adalah
manusia. Apabila di depan mata terhampar miliaran rupiah, bisa saja ia tergoda.
Terlebih bila sejak awal kadar kenegarawanannya patut dipertanyakan karena
perekrutan hakim konstitusi saat ini tidak lagi melewati saringan ketat.
Investigasi internal
Oleh karena itu,
ketimbang berteriak di media bahwa MK tetap bersih, lebih baik Mahfud
meningkatkan kewaspadaan, siapa tahu apa yang digunjingkan orang benar adanya.
Bagaimanapun, Mahfud
dan kita semua tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi, kecuali kalau
kita pelaku langsung. Dalam hal ini dan saya yakin seyakin-yakinnya bahwa
kredibilitas Mahfud tidak perlu diragukan.
Mahfud, misalnya, bisa
saja membentuk tim investigasi internal untuk mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya. Mahfud pasti maklum khalayak tentu tidak bisa diharapkan
kendati ia memiliki data atau pelaku langsung. Dalam hukum di negara ini yang
kerap tidak adil, sering kejadian yang dialami Endin Wahyudin berulang.
Beberapa tahun lalu
Endin berteriak lantang bahwa tiga hakim agung telah menerima suap. Tidak
main-main, ia menyatakan, pelakunya adalah dirinya sendiri. Yang terjadi
kemudian adalah belum lagi kasus suap itu diadili, Endin terlebih dahulu harus
berhadapan dengan tuntutan klasik pencemaran nama baik. Endin dipersalahkan dan
tiga hakim yang diadili oleh koleganya sendiri melenggang bebas.
Saya ingin meyakinkan
Pak Mahfud, tidak perlu risau dengan segala rumor. Emas adalah emas, loyang
akan tetap loyang. Apabila MK tetap emas, semua omongan tentang isu suap itu
akan menguap bersama angin (gone with the wind). Namun, apabila MK sudah tidak
emas lagi, belum terlambat untuk segera memperbaiki.
Rakyat sudah terlalu
lelah menyaksikan bahwa tidak ada satu pun institusi di negeri ini yang layak
dipercaya.
Refly Harun Pengamat dan Praktisi
Hukum Tata Negara
---------------------
MK Minta Tolong pada
Refly
KOMPAS Rabu, 10
November 2010 | 03:30 WIB
Moh Mahfud MD
Di pesawat Garuda rute
Yogyakarta- Jakarta, 25 Oktober 2010 pagi, saya kaget dan lemas setelah membaca
satu artikel di harian Kompas. Refly Harun, ahli hukum konstitusi yang
cemerlang, menulis dengan gagah bahwa dirinya pernah mendengar dan melihat
sendiri praktik suap dalam berperkara di Mahkamah Konstitusi.
Dia menulis bahwa dia
mendengar pernyataan orang Papua yang pernah berperkara di MK yang harus
menghabiskan uang Rp 10 miliar hingga Rp 12 miliar. Dia bertemu orang yang
ditelepon oleh hakim MK agar menyerahkan uang Rp 1 miliar untuk keperluan
perkaranya sehingga dia terpaksa menarik perkara itu karena tidak punya uang
seperti diminta oleh hakim MK.
Dia juga mengaku
melihat sendiri tumpukan uang senilai Rp 1 miliar dalam bentuk dollar AS yang
katanya akan diserahkan kepada hakim MK. Membaca artikel itu jantung saya
berdegup kencang, keringat dingin mengucur, kepala jadi pening. Saya minta
secangkir teh panas kepada pramugari untuk menenangkan diri, kemudian saya
tercenung karena sedih dan malu.
Refly Harun adalah
aktivis penegakan hukum dan demokrasi yang dikenal cerdas dan kredibel. Tentu
dia tak sembarangan menulis, pasti bisa dipertanggungjawabkan. Saya sedih dan
malu karena ”permainan perkara” yang dilihat dan didengar Refly itu telah
terjadi di MK.
Saya sedih dan malu
karena selama dua tahun lebih memimpin MK saya selalu melakukan pengawasan.
Banyak isu berseliweran bahwa ada suap di MK, tetapi setelah diselidiki dengan
berbagai cara tak pernah ada buktinya. Jangankan bukti, indikasi saja tak
ditemukan. Semua hanya bersumber dari pesan singkat (SMS) gelap, surat kaleng,
dan isu dari mulut ke mulut yang tak bisa dirunut dan diruntut ujung dan
pangkalnya.
Sudah berkali-kali
saya umumkan di depan sidang resmi terbuka untuk umum bahwa siapa pun yang
diminta uang oleh siapa pun dalam berperkara di MK supaya melapor kepada saya
atau kepada polisi. Sudah puluhan kali saya melakukan jumpa pers, menjelaskan
adanya penipuan dari orang yang mengaku pejabat dan hakim MK yang pelakunya
menggunakan nomor telepon seluler (handphone) tertentu, tetapi setelah dilacak
hilang. Nomor telepon seluler dan nama korbannya sudah saya umumkan di
koran-koran dan dilaporkan kepada polisi.
Pola penipuan
Selama dua tahun lebih
saya selalu mengendus pola penipuan seperti itu, orang yang mengaku pejabat MK
memeras orang yang berperkara di MK. Saya terus bekerja untuk mengintai dan
memburu info tentang hal ini, tetapi tak pernah menemukan, jangankan bukti,
indikasi saja tidak ada kalau di dalam MK. Seperti dikatakan Jimly Asshiddiqie,
MK itu bekerja dengan sistem dan mekanisme saling kontrol yang mantap sehingga
sangat sulit ada mafia perkara.
Itulah sebabnya, tiga
minggu yang lalu, secara terbuka saya menantang siapa pun yang punya bukti awal
saja untuk melapor kepada saya kalau ada permainan suap dalam penanganan
perkara di MK. Orang itu akan saya belikan tiket pesawat untuk datang melapor
kepada saya plus menginap di hotel berbintang, asal ada nama jelas yang
bisa dipertanggungjawabkan dan bukan hanya katanya, katanya, dan kabarnya.
Kemudian muncullah
Refly yang menulis dengan gagah bahwa dirinya melihat dan mendengar sendiri
orang yang mengeluarkan belasan miliar rupiah untuk berperkara di MK, pencari
keadilan yang diminta menyetor uang atau diperas oleh hakim MK, dan orang yang
akan menyuap hakim dengan uang dollar AS. Refly juga mengusulkan agar MK
melakukan investigasi internal. Bukankah bukti awal seperti ini yang selalu
saya cari?
MK melakukan langkah
dengan sadar, meminta tolong kepada Refly untuk mengungkap kasus ini dengan
mengangkatnya menjadi ketua tim investigasi. MK tak mau membentuk tim
investigasi internal karena investigasi internal sudah berjalan rutin dan
mantap serta tak berhasil menemukan mafia dalam bentuk apa pun.
MK malah melakukan
lebih dari sekadar investigasi internal, yakni membentuk tim investigasi dari
orang-orang eksternal yang kredibel di bawah pimpinan orang yang mengaku
melihat dan mendengar sendiri. Lagi pula kalau hanya investigasi internal, MK
bisa dituduh tidak fair dan menyembunyikan sesuatu. Refly diminta mengusulkan
dua anggota lainnya, siapa pun yang dia mau, sedangkan MK juga akan menunjuk
dua orang lainnya. Apa ada yang lebih fair dari cara ini?
Kini tim sudah
terbentuk. Refly sudah mengusulkan nama Adnan Buyung Nasution dan Bambang
Harimurti, dua nama yang sangat kredibel. MK pun tak mau memasukkan orang MK di
dalam tim itu agar investigasi berjalan obyektif. MK menunjuk Bambang
Widjojanto dan Saldi Isra, dua nama yang juga dikenal sangat bersih dan
patriotik dalam penegakan hukum.
MK tidak memusuhi
Refly karena dia adalah mitra kerja yang baik dan idealis. MK hanya meminta
tolong untuk bekerja sama guna membersihkan MK yang menurut tulisannya
digerogoti oleh suap-menyuap. Sebagai intelektual-pejuang, Refly pasti tak akan
berkelit dengan hanya akan membahas soal-soal semantik dari tulisannya itu.
Kalau di MK memang ada
suap-menyuap, mari kita bawa hakim pelakunya ke penjara, tetapi kalau tim Refly
tidak menemukannya, marwah MK harus dikembalikan dengan cara yang terhormat.
Masyarakat tak boleh dibuat putus asa. Masyarakat harus diberi harapan bahwa di
negeri ini masih ada lembaga peradilan yang mau bekerja dengan patriotik,
bermartabat, dan penuh kehormatan, seperti ditulis oleh Satjipto Rahardjo dalam
Kompas tanggal 14 Juli 2009.
Moh Mahfud MD Ketua Mahkamah Konstitusi
----------------------
Mana Keadilanmu,Kawan
SEPUTAR INDONESIA Friday, 19 November 2010
Kawan,kau tak merasa yang kami rasa/ Ketika ada orang bertutur fakta/ Katanya ada orang menyuap dan diperas oleh hakim MK/ Dan melihat setumpuk uang untuk diberikan kepada hakim MK.
Kawan,kami terasa di
guncangan gempa bumi/ seluruh penjuru menghujat kami/ Katanya,gantung hakim MK
sampai jadi kuaci/ Jemur di monas dan rajam sampai mati/ Selama ini dipercaya/
Ternyata durjana juga/ Demikian makian mereka/ Di antero bumi persada.
Istri-istri kami meradang/ Mengira diberi uang suap untuk makan/ Anak-anak kami
menolak diberi uang jajan,kos-kosan,dan uang sekolahan/ Katanya malu dan tak
sudi memakan uang haram/ Di kalangan hakim pun muncul saling kecurigaan/ Padahal
sebelumnya penuh saling kepercayaan/ Gedung megah kami pun jadi terguncang.
Kami diadili secara nekat/ Oleh masyarakat dan kerabat/ Padahal kami tak berbuat bejat/ Kami dilihat sebagai laknat dan jahat. Kawan,kami pun menantang, mari buktikan/ Tantangan yang bukan emosi personal/ Tapi rembukan kolegial institusional/ Ada notulasi tanggal dan jam/ Bukti kami bersikap profesional/ Kami bentuk tim rasional,bukan internal.
Karena hasil tim internal selalu dianggap cacat/ Dianggap sebagai hasil patgulipat/ Bukankah cara ini lebih tepat dan bermartabat? Kami pun menyatakan siap dihukum/ Dipancung maupun digantung/ Dan ditendang dari panggung agung/ Jika ada fakta di ujung. Kawan,semula kau bilang langkah kami brilian/ Harus diungkap dan dibuktikan/ Semuanya harus dipertanggungjawabkan/ Semua harus siap disanjung atau dinistakan/ Kalau salah,hakim harus dicincang, penuduh harus diganyang.
Saat kami dipojokkan dengan isu jahat dan bejat/ Kami pun bersumpah siap untuk disikat/ Tapi tiba-tiba kau berubah kiblat/ Kau katakan/ Yang mengumumkan fakta tak boleh dipidanakan/ Meski cerita faktanya kelak tak terbuktikan/ Subhanallah,ya Tuhan. Mana keadilanmu,kawan/ Kalau kami salah harus dihukum dan dicincang/ Tapi kalau koncomu salah kau bilang tak usah diapaapakan.
Engkau tahu,aku tahu,orang pun tahu/ Kritik dan fitnah itu tak satu/ Opini dan fakta itu sering beradu/ Katamu hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Sesuai fatwamu,hai,pejuang maslahah/ Kami siap dihukum kalau salah/ Kami siap dan tunggu perintah/ Tapi mengapa kalau temanmu salah/ Kau katakan tak boleh dianggap masalah. Mana keadilanmu,kawan/ Beginikah cara menegakkan hukum dan keadilan yang engkau perjuangkan?/ Kalau begitu cara kerjamu, kawan/ Kodok-kodok pun bisa tertawa cekakakan/ Tuugt taang tiiing, koaar,koaaar.
Gedung MK, medio November 2010
Moh Mahfud MD
Ketua Mahkamah Konstitusi
-----------------------
Minggu, 12/12/2010 15:27 WIB
Kami diadili secara nekat/ Oleh masyarakat dan kerabat/ Padahal kami tak berbuat bejat/ Kami dilihat sebagai laknat dan jahat. Kawan,kami pun menantang, mari buktikan/ Tantangan yang bukan emosi personal/ Tapi rembukan kolegial institusional/ Ada notulasi tanggal dan jam/ Bukti kami bersikap profesional/ Kami bentuk tim rasional,bukan internal.
Karena hasil tim internal selalu dianggap cacat/ Dianggap sebagai hasil patgulipat/ Bukankah cara ini lebih tepat dan bermartabat? Kami pun menyatakan siap dihukum/ Dipancung maupun digantung/ Dan ditendang dari panggung agung/ Jika ada fakta di ujung. Kawan,semula kau bilang langkah kami brilian/ Harus diungkap dan dibuktikan/ Semuanya harus dipertanggungjawabkan/ Semua harus siap disanjung atau dinistakan/ Kalau salah,hakim harus dicincang, penuduh harus diganyang.
Saat kami dipojokkan dengan isu jahat dan bejat/ Kami pun bersumpah siap untuk disikat/ Tapi tiba-tiba kau berubah kiblat/ Kau katakan/ Yang mengumumkan fakta tak boleh dipidanakan/ Meski cerita faktanya kelak tak terbuktikan/ Subhanallah,ya Tuhan. Mana keadilanmu,kawan/ Kalau kami salah harus dihukum dan dicincang/ Tapi kalau koncomu salah kau bilang tak usah diapaapakan.
Engkau tahu,aku tahu,orang pun tahu/ Kritik dan fitnah itu tak satu/ Opini dan fakta itu sering beradu/ Katamu hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Sesuai fatwamu,hai,pejuang maslahah/ Kami siap dihukum kalau salah/ Kami siap dan tunggu perintah/ Tapi mengapa kalau temanmu salah/ Kau katakan tak boleh dianggap masalah. Mana keadilanmu,kawan/ Beginikah cara menegakkan hukum dan keadilan yang engkau perjuangkan?/ Kalau begitu cara kerjamu, kawan/ Kodok-kodok pun bisa tertawa cekakakan/ Tuugt taang tiiing, koaar,koaaar.
Gedung MK, medio November 2010
Moh Mahfud MD
Ketua Mahkamah Konstitusi
-----------------------
Minggu, 12/12/2010 15:27 WIB
Gayus Lumbuun Sarankan Akil Tak Laporkan Refly
Harun ke KPK
Didit Tri Kertapati - detikNews
Didit Tri Kertapati - detikNews
Jakarta - Anggota DPR RI
dari FPDIP, Gayus Lumbuun, mengaku salut atas kinerja Mahkamah Konstitusi (MK)
setelah adanya tuduhan suap di tubuh internalnya. Namun dia menyarankan agar
Hakim MK, Akil Mochtar tidak melaporkan Refly Harun ke KPK.
"Saya salut, MK menunjuk Refly Harun, orang yang menyebut ada korupsi di tubuh MK ditunjuk sebagai ketua tim investigasi," ujar Gayus dalam diskusi di Jakarta, Minggu (12/12/2010).
Gayus menilai setelah Refly menyatakan tidak terbukti adanya dugaan praktek mafia hukum. Maka masyarakat menilai positif atas kinerja MK.
Gayus pun menyarankan, agar Hakim Akil Mochtar yang dituduh menerima suap, tidak menggunakan kemenangan ini untuk balik melaporkan Refly.
"Saya menyarankan Pak Akil dan kawan-kawan tidak menggunakan kemenangan ini lalu melaporkan Refly Harun ke polisi atau KPK," imbau mantan Ketua BK DPR ini.
Gayus mengatakan, biar masyarakat yang menilai kinerja di MK. Menurutnya MK tidak perlu bereaksi berlebihan atas tuduhan ini.
"Biarlah publik yang menilai terang benderang bahwa MK tidak terindikasi apapun," jelasnya.
Sementara itu, aktifis dari Lembaga Penegakan Hukum dan Strategi Nasional, Achmad Rivai mengatakan langkah yang dilakukan Akil melaporkan Refly ke KPK tepat. Karena bisa dijadikan pembelajaran oleh lembaga penegak hukum yang lain.
"Pak Akil dan Pak Mahfud datang ke KPK tepat karena itu proses pembelajaran hukum luar biasa. Itu tidak mencerminkan MK melaporkan Pak Refly tapi ini juga menunjukan sikap MK yang siap diperiksa. Ini harus jadi pembelajaran bagi lembaga penegak hukum yang lain," terang Rivai.
"Saya salut, MK menunjuk Refly Harun, orang yang menyebut ada korupsi di tubuh MK ditunjuk sebagai ketua tim investigasi," ujar Gayus dalam diskusi di Jakarta, Minggu (12/12/2010).
Gayus menilai setelah Refly menyatakan tidak terbukti adanya dugaan praktek mafia hukum. Maka masyarakat menilai positif atas kinerja MK.
Gayus pun menyarankan, agar Hakim Akil Mochtar yang dituduh menerima suap, tidak menggunakan kemenangan ini untuk balik melaporkan Refly.
"Saya menyarankan Pak Akil dan kawan-kawan tidak menggunakan kemenangan ini lalu melaporkan Refly Harun ke polisi atau KPK," imbau mantan Ketua BK DPR ini.
Gayus mengatakan, biar masyarakat yang menilai kinerja di MK. Menurutnya MK tidak perlu bereaksi berlebihan atas tuduhan ini.
"Biarlah publik yang menilai terang benderang bahwa MK tidak terindikasi apapun," jelasnya.
Sementara itu, aktifis dari Lembaga Penegakan Hukum dan Strategi Nasional, Achmad Rivai mengatakan langkah yang dilakukan Akil melaporkan Refly ke KPK tepat. Karena bisa dijadikan pembelajaran oleh lembaga penegak hukum yang lain.
"Pak Akil dan Pak Mahfud datang ke KPK tepat karena itu proses pembelajaran hukum luar biasa. Itu tidak mencerminkan MK melaporkan Pak Refly tapi ini juga menunjukan sikap MK yang siap diperiksa. Ini harus jadi pembelajaran bagi lembaga penegak hukum yang lain," terang Rivai.
(ddt/rdf)
------------------------
------------------------
KPK Ogah Jadi Tempat
Berseteru Mahfud Vs Refly
Oleh: Santi Andriani
Nasional - Kamis, 16 Desember 2010 | 00:05 WIB
INILAH.COM, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menolakdijadikan tempat berseteru Mahfud MD dengan Refly Harun. KPK berjanji
akanmemperlakukan sama pengaduan dari masing-masing pihak meskipun
terdapatperbedaan delik aduan dalam kasus dugaan suap terhadap hakim
MahkamahKonstitusi (MK).
"KPK tidak bisa dijadikan tempat untuk mengangkat perseteruan, KPK sebagailembaga legal formal Apa yang disampaikan dalam laporan harus mengikutiprosedur yang ada, yaitu harus dilakukan verifikasi data terlebih dahulu, ataupenelahaan," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi SP dalam jumpa pers bersamadengan bekas tim investigasi di gedung KPK, Jakarta, Rabu(15/12/2010).
Johan membenarkan, ada pelaporan yang berbeda antara yang dilaporkan Ketua MKMahfud MD dengan yang dilaporkan bekas tim hari ini. Mahfud melaporkan adanyadugaan upaya penyuapan terhadap hakim MK. Sedangkan tim yag dipimpin ReflyHarun melaporkan sebaliknya, ada upaya pemerasan.
"Tentu itu akan masuk ke ranah hukum selanjutnya setelah sejauh manadilakukan validasi oleh KPK terhadap apa yang disampaikan," tandasnya.
Meski berbeda, baik laporan dari Ketua MK maupun bekas tim investigasi hari iniakan diperlakukan sama seperti laporan dugaan korupsi lainnya. Laporan timinvestigasi akan ditelaah terlebih dahulu apakah laporan itu layak naik kepenyelidikan atau tidak. "Sudah bentuk protapnya, ada tim telaah, adaprosedur verifikasi data untuk menindak-lanjuti." [tjs]
----------------------
"KPK tidak bisa dijadikan tempat untuk mengangkat perseteruan, KPK sebagailembaga legal formal Apa yang disampaikan dalam laporan harus mengikutiprosedur yang ada, yaitu harus dilakukan verifikasi data terlebih dahulu, ataupenelahaan," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi SP dalam jumpa pers bersamadengan bekas tim investigasi di gedung KPK, Jakarta, Rabu(15/12/2010).
Johan membenarkan, ada pelaporan yang berbeda antara yang dilaporkan Ketua MKMahfud MD dengan yang dilaporkan bekas tim hari ini. Mahfud melaporkan adanyadugaan upaya penyuapan terhadap hakim MK. Sedangkan tim yag dipimpin ReflyHarun melaporkan sebaliknya, ada upaya pemerasan.
"Tentu itu akan masuk ke ranah hukum selanjutnya setelah sejauh manadilakukan validasi oleh KPK terhadap apa yang disampaikan," tandasnya.
Meski berbeda, baik laporan dari Ketua MK maupun bekas tim investigasi hari iniakan diperlakukan sama seperti laporan dugaan korupsi lainnya. Laporan timinvestigasi akan ditelaah terlebih dahulu apakah laporan itu layak naik kepenyelidikan atau tidak. "Sudah bentuk protapnya, ada tim telaah, adaprosedur verifikasi data untuk menindak-lanjuti." [tjs]
----------------------
Belajar dari Indikasi Kasus Suap di MK
Ada
beberapa pelajaran menarik dari indikasi kasus suap di MK yang selama ini
diberitakan oleh sejumlah media. Pertama, pada awalnya Ketua MK Mahfud MD
sangat yakin bahwa MK masih 100% bersih.
Sebaliknya, Refly Harun sangat yakin MK tidak 100% bersih dan ia
menuliskan sejumlah indikasi di kolom Opini Kompas bahwa MK tidak bersih yang
kemudian menciptakan opini publik yang menurut Mahfud telah mengakibatkan
proses demoralisasi terhadap MK.
Kedua,
berbeda dengan beberapa kawan dekatnya, Mahfud berpendapat bahwa apabila fakta
yang dikemukakan Refly ternyata tidak terbukti maka ia pantas mendapatkan
hukuman. Bagi Mahfud , nampaknya upaya
mengembalikan nama baik MK saja masih belum cukup. Satu hal yang perlu saya garisbawahi di sini
adalah bahwa sebagai ahli hukum Mahfud semestinya sudah tahu bahwa proses
pembuktian secara hukum tidaklah mudah.
Benar (secara "cetho welo-welo") menurut orang awam belum
tentu Benar menurut hukum. Dengan kata lain, ketika dalam waktu sebulan
Refly/tim investigasi tidak dapat membuktikan indikasi pemerasan/suap di MK,
hal tersebut bukan berarti opini Refly di Kompas itu Fitnah atau laporan tim
investigasi itu Sampah. Kecuali kalau, melalui proses pembuktian terbalik,
Mahfud atau Akil Mochtar dapat membuktikan bahwa opini Refly memang Fitnah dan
laporan tim investigasi memang Sampah.
Ketiga,
sangat disesalkan bahwa sebagai ahli hukum yang telah berpengalaman Mahmud
mengambil keputusan untuk menyebutkan nama-nama yang disebut dalam laporan tim
investigasi tersebut ketika memberikan penjelasannya kepada publik. Sebagaimana kita ketahui hal tersebut telah
menimbulkan kegaduhan publik yang selain telah menghukum/menghakimi secara
moral pihak-pihak yang telah disebutnya beserta keluarganya juga dapat
mengancam nasib/kehidupan para saksi yang telah memberikan keterangan serta
mengganggu proses penyelidikan yang akan dilakukan oleh KPK.
Keempat,
sangat pula disesalkan bahwa bersama Akil Mochtar Mahmud hanya melaporkan
kepada KPK indikasi percobaan suap kepada Hakim Konstitusi yang melibatkan
pengacara (Refly dan Maheswara) dan calon Bupati Simalungun (JR Saragih), dan
tidak termasuk indikasi pemerasan oleh Hakim Konstitusi sebagaimana telah
direkomendasikan juga oleh tim investigasi.
Hal tersebut tentu saja bukan hanya telah membuat geram tim investigasi
yang kemudian melaporkan indikasi pemerasan tersebut kepada KPK, tetapi juga
membuat nama baik MK tercoreng karena ICW dan juga publik telah menciptakan
opini bahwa MK lebih berpihak/percaya kepada pendapat Hakim Konstitusinya yang
sedang diperkarakan daripada laporan dan rekomendasi dari tim
investigasinya. Kalau demikian, lalu apa
bedanya antara MK dan Kepolisian?
Terakhir,
walaupun saat ini sebenarnya MK secara keseluruhan sudah terbukti tidak 100%
Bersih (MK telah menonaktifkan seorang staf MK, Makhfud, karena indikasi kasus
suap), nampaknya ujian bagi Mahfud selaku Ketua MK masih akan berlanjut. Sebagaimana dilaporkan Kompas (MK Lapor
Polisi, Kompas 15-12-2010), kuasa hukum Makhfud, Andi M Asrun, mengatakan bahwa
"Kami ingin semua diungkap. Makhfud cuma bagian kecil dari sesuatu yang
lebih besar." Setelah membaca
kutipan berita tersebut saya khawatir, suatu saat nanti (ketika praktek suap
kepada Hakim Konstitusi terbukti) Mahfud
benar-benar akan konsekuen dengan ucapannya. Mundur dari jabatannya sebagai
Ketua MK. Padahal, menurut saya, saat ini ia adalah salah satu tokoh penegak
hukum terbaik yang dimiliki Republik.
Bandung, 16 November 2010
Budisan
Alumni School of Public Administration Carleton University, Canada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar