Kamis, 03 Oktober 2013

KPK Tangkap Ketua MK, Refly Harun Tersenyum, Moh Mahfud MD Menyerah Kalah..

KPK Tangkap Ketua MK

KOMPAS, KAMIS, 3 OKTOBER 2013

JAKARTA, KOMPAS— Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Ketua Mahkamah KonstitusiAkil Mochtar, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar,Chairun Nisa, Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih, sertapengusaha berinisial DH dan CN, Rabu (2/10), sekitar pukul 22.00.

KPK juga menyita sejumlah uang dalam mata uangdollar Singapura, yang setara Rp 2 miliar-Rp 3 miliar.
Akil, Chairun Nisa, dan CN ditangkap di rumahAkil di Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta. Penangkapan dilakukan setelahpenyerahan uang dari Chairun Nisa dan CN kepada Akil Mochtar.
Setelah itu, penyidik juga menangkap Hambitdan DH di sebuah hotel di Jakarta Pusat.

”Ini diduga terkait pilkada di Kalimantan,”kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP. Hari Rabu merupakan sidang terakhir perkaraGunung Mas di MK.

Kelima orang itu langsung dibawa petugas keGedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Mereka langsung diperiksapetugas KPK untuk memastikan status hukumnya.
KPK memiliki waktu 1 x 24 jam sejak menangkapkelima orang itu untuk memastikan status hukum mereka, apakah dapatdijadikan tersangka atau tidak.

Ruang Akil Mochtar di Lantai XV Gedung MK,sekitar pukul 23.00, langsung dipasangi garis pengaman oleh KPK.

Operasi tangkap tangan KPK sempat terendussejak Selasa malam. Sejumlah mobil yang membawa petugas KPK berangkat dariGedung KPK sejak Rabu pukul 01.30. Mobil-mobil itu baru kembali membawa parapetugas KPK setelah mengamankan target operasi tangkap tangan tersebut kepelataran Gedung KPK, Rabu sekitar pukul 22.00.

Ada sekitar lima mobil yang langsung masuk ke basement Gedung KPK. Di salah satu mobil, petugas KPK tampak membawaseorang lelaki yang berperawakan sedang dan bergelang batu giok warna hijau.Sebelumnya, mobil-mobil lainnya telah masuk terlebih dahulu ke dalam basement Gedung KPK.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP membenarkanbahwa KPK memang melakukan operasi tangkap tangan. Namun, Johan belum dapatmemastikan identitas mereka. Ia hanya menyatakan ada lima orang yang ditangkapKPK pada Rabu malam kemarin itu.

Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva, saatdikonfirmasi sekitar pukul 23.35, mengaku sangat terkejut. ”Ini saya barubangun tidur dan sangat-sangat terkejut. Saya sama sekali tidak ada pikiran,apa yang sesungguhnya sedang terjadi,” ujarnya.

Informasi yang dihimpun Kompas, penangkapan ini diduga terkait denganpemilihan kepala daerah.
Sekitar pukul 19.00, di media center MK, Akil juga masih bercerita soal putusan Pilkada KotaTangerang, soal Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, serta bercanda denganwartawan. Sekitar pukul 20.00, Akil meninggalkan Gedung MK.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR) Hajriyanto Y Thohari dari Fraksi Partai Golkar ketika dikonfirmasi soalini juga mengaku sangat terkejut.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai DemokrasiIndonesia Perjuangan Pramono Anung sangat menyesalkan kejadian ini.

”Kita gusar dengan kejadian ini. Lembagatinggi negara yang seharusnya jadi panutan kalau betul benar ditangkap tangan,”kata Pramono.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden BidangHukum Albert Hasibuan mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudahdilapori masalah ini. Presiden menyatakan kaget dan menyayangkan kasus ini.
”Ini tragedi di bidang hukum,” kata Albert.

Sementara itu, suasana di Gedung MK semalamterasa mencekam. Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol MK Budi Achmad, parahakim MK langsung berkumpul dan melakukan rapat di Lantai XIV Gedung MK.
(bil/ana/why/k01/k08/ilo/sut/nwo)

--------------

MK Masih Bersih?
KOMPAS Senin, 25 Oktober 2010 | 04:16 WIB
Refly Harun
"Sampai pukul 12.46 tanggal 19 Oktober, kami bersih 100 persen! Siapa yang punya bukti (sebaliknya) silakan, akan kami bayarlah.”

Begitu kutipan pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam jumpa pers di kantor MK, 19 Oktober (www.kompas.com, 19/10). Mahfud dan kolega hakim MK rupanya merasa perlu menggelar jumpa pers karena rumor mafia perkara meresahkan mereka.

Ada asap tentu ada api. Selentingan tentang MK yang mulai masuk angin kerap saya dengar. Ketika berkunjung ke Papua beberapa waktu lalu, saya mendengar keluhan dari peserta pertemuan bahwa pilkada tidak perlu lagi. Biayanya terlalu besar, baik bagi penyelenggara maupun kandidat. ”Setelah habis banyak dalam pilkada, nanti habis juga untuk bersengketa di MK. Ada yang habis Rp 10 miliar-Rp 12 miliar untuk MK,” katanya.

Ada juga yang bercerita tentang negosiasi yang gagal untuk memenangi perkara. Hakim, kata orang itu, meminta uang Rp 1 miliar. Pemohon, calon gubernur, hanya sanggup memberikan garansi bank senilai itu. Karena ditunggu sampai sore tidak juga cair, negosiasi gagal dan permohonan pun dicabut.

Semua kisah itu membuat saya miris dan sedih. Sebagai orang yang pernah berkontribusi membangun MK menjadi pengadilan yang tepercaya—sebagai staf ahli 2003-2007—saya senantiasa memimpikan ada pengadilan di negeri ini yang bersih. Pencari keadilan hanya perlu bekerja keras membuktikan kebenaran dalil hukumnya, tidak perlu direcoki faktor-faktor nonhukum.

Namun, untuk menghibur diri, seperti halnya Mahfud, saya menganggap cerita tentang suap di MK hanyalah celoteh mereka yang kalah. Sebelum ada kejadian hakim tertangkap tangan menerima suap, cerita tetaplah cerita. Anggap saja tidak benar walau saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri uang dollar AS senilai Rp 1 miliar, yang menurut pemiliknya akan diserahkan ke salah satu hakim MK.

Sembilan hakim

Salah satu alasan mengatakan MK bersih dari mafia peradilan adalah setiap putusan harus diambil oleh sembilan hakim konstitusi. Katakanlah, satu-dua hakim masuk angin, mereka tetap tidak dapat memengaruhi tujuh hakim yang lain. Apabila ada yang bertanya bagaimana caranya mendekati satu-dua hakim, saya selalu mengatakan percuma saja karena satu-dua hakim tidak banyak pengaruhnya terhadap konstelasi putusan MK.

Namun, yang saya rasakan, hal tersebut hanya berlaku untuk kasus-kasus non-pilkada. Dalam kasus pilkada, panel hakim yang terdiri dari tiga orang sangat memengaruhi, bahkan bisa dikatakan determinan terhadap putusan akhir. Hal ini dapat dimaklumi karena enam hakim lainnya sama sekali tidak terlibat dalam proses pemeriksaan perkara.

Lain halnya dengan kasus pengujian undang-undang, yang dalam beberapa kesempatan sering bersidang pleno dihadiri sembilan hakim konstitusi.

Selain itu, kasus pilkada yang didaftarkan ke MK tahun ini lebih dari seratus perkara. Hakim juga terbatas tenaganya. Bisa dikatakan mereka akan lebih berkonsentrasi pada kasus yang mereka tangani. Kasus yang ditangani panel hakim lain tidak dicermati secara serius, kecuali apabila ada putusan-putusan yang memerlukan debat panjang karena menyangkut paradigma hukum tertentu atau menarik perhatian publik.

Tiga hakim yang memutuskan perkara inilah yang rawan disusupi. Bagaimanapun hakim adalah manusia. Apabila di depan mata terhampar miliaran rupiah, bisa saja ia tergoda. Terlebih bila sejak awal kadar kenegarawanannya patut dipertanyakan karena perekrutan hakim konstitusi saat ini tidak lagi melewati saringan ketat.

Investigasi internal

Oleh karena itu, ketimbang berteriak di media bahwa MK tetap bersih, lebih baik Mahfud meningkatkan kewaspadaan, siapa tahu apa yang digunjingkan orang benar adanya.

Bagaimanapun, Mahfud dan kita semua tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi, kecuali kalau kita pelaku langsung. Dalam hal ini dan saya yakin seyakin-yakinnya bahwa kredibilitas Mahfud tidak perlu diragukan.

Mahfud, misalnya, bisa saja membentuk tim investigasi internal untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Mahfud pasti maklum khalayak tentu tidak bisa diharapkan kendati ia memiliki data atau pelaku langsung. Dalam hukum di negara ini yang kerap tidak adil, sering kejadian yang dialami Endin Wahyudin berulang.

Beberapa tahun lalu Endin berteriak lantang bahwa tiga hakim agung telah menerima suap. Tidak main-main, ia menyatakan, pelakunya adalah dirinya sendiri. Yang terjadi kemudian adalah belum lagi kasus suap itu diadili, Endin terlebih dahulu harus berhadapan dengan tuntutan klasik pencemaran nama baik. Endin dipersalahkan dan tiga hakim yang diadili oleh koleganya sendiri melenggang bebas.

Saya ingin meyakinkan Pak Mahfud, tidak perlu risau dengan segala rumor. Emas adalah emas, loyang akan tetap loyang. Apabila MK tetap emas, semua omongan tentang isu suap itu akan menguap bersama angin (gone with the wind). Namun, apabila MK sudah tidak emas lagi, belum terlambat untuk segera memperbaiki.

Rakyat sudah terlalu lelah menyaksikan bahwa tidak ada satu pun institusi di negeri ini yang layak dipercaya.

Refly Harun Pengamat dan Praktisi Hukum Tata Negara

---------------------  

MK Minta Tolong pada Refly
KOMPAS Rabu, 10 November 2010 | 03:30 WIB
Moh Mahfud MD

Di pesawat Garuda rute Yogyakarta- Jakarta, 25 Oktober 2010 pagi, saya kaget dan lemas setelah membaca satu artikel di harian Kompas. Refly Harun, ahli hukum konstitusi yang cemerlang, menulis dengan gagah bahwa dirinya pernah mendengar dan melihat sendiri praktik suap dalam berperkara di Mahkamah Konstitusi.

Dia menulis bahwa dia mendengar pernyataan orang Papua yang pernah berperkara di MK yang harus menghabiskan uang Rp 10 miliar hingga Rp 12 miliar. Dia bertemu orang yang ditelepon oleh hakim MK agar menyerahkan uang Rp 1 miliar untuk keperluan perkaranya sehingga dia terpaksa menarik perkara itu karena tidak punya uang seperti diminta oleh hakim MK.

Dia juga mengaku melihat sendiri tumpukan uang senilai Rp 1 miliar dalam bentuk dollar AS yang katanya akan diserahkan kepada hakim MK. Membaca artikel itu jantung saya berdegup kencang, keringat dingin mengucur, kepala jadi pening. Saya minta secangkir teh panas kepada pramugari untuk menenangkan diri, kemudian saya tercenung karena sedih dan malu.

Refly Harun adalah aktivis penegakan hukum dan demokrasi yang dikenal cerdas dan kredibel. Tentu dia tak sembarangan menulis, pasti bisa dipertanggungjawabkan. Saya sedih dan malu karena ”permainan perkara” yang dilihat dan didengar Refly itu telah terjadi di MK.

Saya sedih dan malu karena selama dua tahun lebih memimpin MK saya selalu melakukan pengawasan. Banyak isu berseliweran bahwa ada suap di MK, tetapi setelah diselidiki dengan berbagai cara tak pernah ada buktinya. Jangankan bukti, indikasi saja tak ditemukan. Semua hanya bersumber dari pesan singkat (SMS) gelap, surat kaleng, dan isu dari mulut ke mulut yang tak bisa dirunut dan diruntut ujung dan pangkalnya.

Sudah berkali-kali saya umumkan di depan sidang resmi terbuka untuk umum bahwa siapa pun yang diminta uang oleh siapa pun dalam berperkara di MK supaya melapor kepada saya atau kepada polisi. Sudah puluhan kali saya melakukan jumpa pers, menjelaskan adanya penipuan dari orang yang mengaku pejabat dan hakim MK yang pelakunya menggunakan nomor telepon seluler (handphone) tertentu, tetapi setelah dilacak hilang. Nomor telepon seluler dan nama korbannya sudah saya umumkan di koran-koran dan dilaporkan kepada polisi.

Pola penipuan

Selama dua tahun lebih saya selalu mengendus pola penipuan seperti itu, orang yang mengaku pejabat MK memeras orang yang berperkara di MK. Saya terus bekerja untuk mengintai dan memburu info tentang hal ini, tetapi tak pernah menemukan, jangankan bukti, indikasi saja tidak ada kalau di dalam MK. Seperti dikatakan Jimly Asshiddiqie, MK itu bekerja dengan sistem dan mekanisme saling kontrol yang mantap sehingga sangat sulit ada mafia perkara.

Itulah sebabnya, tiga minggu yang lalu, secara terbuka saya menantang siapa pun yang punya bukti awal saja untuk melapor kepada saya kalau ada permainan suap dalam penanganan perkara di MK. Orang itu akan saya belikan tiket pesawat untuk datang melapor kepada saya plus menginap di hotel berbintang, asal ada nama jelas yang bisa dipertanggungjawabkan dan bukan hanya katanya, katanya, dan kabarnya.

Kemudian muncullah Refly yang menulis dengan gagah bahwa dirinya melihat dan mendengar sendiri orang yang mengeluarkan belasan miliar rupiah untuk berperkara di MK, pencari keadilan yang diminta menyetor uang atau diperas oleh hakim MK, dan orang yang akan menyuap hakim dengan uang dollar AS. Refly juga mengusulkan agar MK melakukan investigasi internal. Bukankah bukti awal seperti ini yang selalu saya cari?

MK melakukan langkah dengan sadar, meminta tolong kepada Refly untuk mengungkap kasus ini dengan mengangkatnya menjadi ketua tim investigasi. MK tak mau membentuk tim investigasi internal karena investigasi internal sudah berjalan rutin dan mantap serta tak berhasil menemukan mafia dalam bentuk apa pun.

MK malah melakukan lebih dari sekadar investigasi internal, yakni membentuk tim investigasi dari orang-orang eksternal yang kredibel di bawah pimpinan orang yang mengaku melihat dan mendengar sendiri. Lagi pula kalau hanya investigasi internal, MK bisa dituduh tidak fair dan menyembunyikan sesuatu. Refly diminta mengusulkan dua anggota lainnya, siapa pun yang dia mau, sedangkan MK juga akan menunjuk dua orang lainnya. Apa ada yang lebih fair dari cara ini?

Kini tim sudah terbentuk. Refly sudah mengusulkan nama Adnan Buyung Nasution dan Bambang Harimurti, dua nama yang sangat kredibel. MK pun tak mau memasukkan orang MK di dalam tim itu agar investigasi berjalan obyektif. MK menunjuk Bambang Widjojanto dan Saldi Isra, dua nama yang juga dikenal sangat bersih dan patriotik dalam penegakan hukum.

MK tidak memusuhi Refly karena dia adalah mitra kerja yang baik dan idealis. MK hanya meminta tolong untuk bekerja sama guna membersihkan MK yang menurut tulisannya digerogoti oleh suap-menyuap. Sebagai intelektual-pejuang, Refly pasti tak akan berkelit dengan hanya akan membahas soal-soal semantik dari tulisannya itu.

Kalau di MK memang ada suap-menyuap, mari kita bawa hakim pelakunya ke penjara, tetapi kalau tim Refly tidak menemukannya, marwah MK harus dikembalikan dengan cara yang terhormat. Masyarakat tak boleh dibuat putus asa. Masyarakat harus diberi harapan bahwa di negeri ini masih ada lembaga peradilan yang mau bekerja dengan patriotik, bermartabat, dan penuh kehormatan, seperti ditulis oleh Satjipto Rahardjo dalam Kompas tanggal 14 Juli 2009.

Moh Mahfud MD Ketua Mahkamah Konstitusi

---------------------- 

Mana Keadilanmu,Kawan

SEPUTAR INDONESIA Friday, 19 November 2010

Kawan,kau tak merasa yang kami rasa/ Ketika ada orang bertutur fakta/ Katanya ada orang menyuap dan diperas oleh hakim MK/ Dan melihat setumpuk uang untuk diberikan kepada hakim MK. 
Kawan,kami terasa di guncangan gempa bumi/ seluruh penjuru menghujat kami/ Katanya,gantung hakim MK sampai jadi kuaci/ Jemur di monas dan rajam sampai mati/ Selama ini dipercaya/ Ternyata durjana juga/ Demikian makian mereka/ Di antero bumi persada. Istri-istri kami meradang/ Mengira diberi uang suap untuk makan/ Anak-anak kami menolak diberi uang jajan,kos-kosan,dan uang sekolahan/ Katanya malu dan tak sudi memakan uang haram/ Di kalangan hakim pun muncul saling kecurigaan/ Padahal sebelumnya penuh saling kepercayaan/ Gedung megah kami pun jadi terguncang.

Kami diadili secara nekat/ Oleh masyarakat dan kerabat/ Padahal kami tak berbuat bejat/ Kami dilihat sebagai laknat dan jahat. Kawan,kami pun menantang, mari buktikan/ Tantangan yang bukan emosi personal/ Tapi rembukan kolegial institusional/ Ada notulasi tanggal dan jam/ Bukti kami bersikap profesional/ Kami bentuk tim rasional,bukan internal.

Karena hasil tim internal selalu dianggap cacat/ Dianggap sebagai hasil patgulipat/ Bukankah cara ini lebih tepat dan bermartabat? Kami pun menyatakan siap dihukum/ Dipancung maupun digantung/ Dan ditendang dari panggung agung/ Jika ada fakta di ujung. Kawan,semula kau bilang langkah kami brilian/ Harus diungkap dan dibuktikan/ Semuanya harus dipertanggungjawabkan/ Semua harus siap disanjung atau dinistakan/ Kalau salah,hakim harus dicincang, penuduh harus diganyang.

Saat kami dipojokkan dengan isu jahat dan bejat/ Kami pun bersumpah siap untuk disikat/ Tapi tiba-tiba kau berubah kiblat/ Kau katakan/ Yang mengumumkan fakta tak boleh dipidanakan/ Meski cerita faktanya kelak tak terbuktikan/ Subhanallah,ya Tuhan. Mana keadilanmu,kawan/ Kalau kami salah harus dihukum dan dicincang/ Tapi kalau koncomu salah kau bilang tak usah diapaapakan.

Engkau tahu,aku tahu,orang pun tahu/ Kritik dan fitnah itu tak satu/ Opini dan fakta itu sering beradu/ Katamu hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Sesuai fatwamu,hai,pejuang maslahah/ Kami siap dihukum kalau salah/ Kami siap dan tunggu perintah/ Tapi mengapa kalau temanmu salah/ Kau katakan tak boleh dianggap masalah. Mana keadilanmu,kawan/ Beginikah cara menegakkan hukum dan keadilan yang engkau perjuangkan?/ Kalau begitu cara kerjamu, kawan/ Kodok-kodok pun bisa tertawa cekakakan/ Tuugt taang tiiing, koaar,koaaar.

Gedung MK, medio November 2010

Moh Mahfud MD
Ketua Mahkamah Konstitusi    

-----------------------
 
Minggu, 12/12/2010 15:27 WIB
Gayus Lumbuun Sarankan Akil Tak Laporkan Refly Harun ke KPK  
Didit Tri Kertapati - detikNews

Jakarta - Anggota DPR RI dari FPDIP, Gayus Lumbuun, mengaku salut atas kinerja Mahkamah Konstitusi (MK) setelah adanya tuduhan suap di tubuh internalnya. Namun dia menyarankan agar Hakim MK, Akil Mochtar tidak melaporkan Refly Harun ke KPK.

"Saya salut, MK menunjuk Refly Harun, orang yang menyebut ada korupsi di tubuh MK ditunjuk sebagai ketua tim investigasi," ujar Gayus dalam diskusi di Jakarta, Minggu (12/12/2010).

Gayus menilai setelah Refly menyatakan tidak terbukti adanya dugaan praktek mafia hukum. Maka masyarakat menilai positif atas kinerja MK.

Gayus pun menyarankan, agar Hakim Akil Mochtar yang dituduh menerima suap, tidak menggunakan kemenangan ini untuk balik melaporkan Refly.

"Saya menyarankan Pak Akil dan kawan-kawan tidak menggunakan kemenangan ini lalu melaporkan Refly Harun ke polisi atau KPK," imbau mantan Ketua BK DPR ini.

Gayus mengatakan, biar masyarakat yang menilai kinerja di MK. Menurutnya MK tidak perlu bereaksi berlebihan atas tuduhan ini.

"Biarlah publik yang menilai terang benderang bahwa MK tidak terindikasi apapun," jelasnya.

Sementara itu, aktifis dari Lembaga Penegakan Hukum dan Strategi Nasional, Achmad Rivai mengatakan langkah yang dilakukan Akil melaporkan Refly ke KPK tepat. Karena bisa dijadikan pembelajaran oleh lembaga penegak hukum yang lain.

"Pak Akil dan Pak Mahfud datang ke KPK tepat karena itu proses pembelajaran hukum luar biasa. Itu tidak mencerminkan MK melaporkan Pak Refly tapi ini juga menunjukan sikap MK yang siap diperiksa. Ini harus jadi pembelajaran bagi lembaga penegak hukum yang lain," terang Rivai.
(ddt/rdf)  

------------------------ 
KPK Ogah Jadi Tempat Berseteru Mahfud Vs Refly
Oleh: Santi Andriani
Nasional - Kamis, 16 Desember 2010 | 00:05 WIB


INILAH.COM, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolakdijadikan tempat berseteru Mahfud MD dengan Refly Harun. KPK berjanji akanmemperlakukan sama pengaduan dari masing-masing pihak meskipun terdapatperbedaan delik aduan dalam kasus dugaan suap terhadap hakim MahkamahKonstitusi (MK).

"KPK tidak bisa dijadikan tempat untuk mengangkat perseteruan, KPK sebagailembaga legal formal Apa yang disampaikan dalam laporan harus mengikutiprosedur yang ada, yaitu harus dilakukan verifikasi data terlebih dahulu, ataupenelahaan," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi SP dalam jumpa pers bersamadengan bekas tim investigasi di gedung KPK, Jakarta, Rabu(15/12/2010).

Johan membenarkan, ada pelaporan yang berbeda antara yang dilaporkan Ketua MKMahfud MD dengan yang dilaporkan bekas tim hari ini. Mahfud melaporkan adanyadugaan upaya penyuapan terhadap hakim MK. Sedangkan tim yag dipimpin ReflyHarun melaporkan sebaliknya, ada upaya pemerasan.

"Tentu itu akan masuk ke ranah hukum selanjutnya setelah sejauh manadilakukan validasi oleh KPK terhadap apa yang disampaikan," tandasnya.

Meski berbeda, baik laporan dari Ketua MK maupun bekas tim investigasi hari iniakan diperlakukan sama seperti laporan dugaan korupsi lainnya. Laporan timinvestigasi akan ditelaah terlebih dahulu apakah laporan itu layak naik kepenyelidikan atau tidak. "Sudah bentuk protapnya, ada tim telaah, adaprosedur verifikasi data untuk menindak-lanjuti." [tjs]


---------------------- 


Belajar dari Indikasi Kasus Suap di MK
Ada beberapa pelajaran menarik dari indikasi kasus suap di MK yang selama ini diberitakan oleh sejumlah media. Pertama, pada awalnya Ketua MK Mahfud MD sangat yakin bahwa MK masih 100% bersih.  Sebaliknya, Refly Harun sangat yakin MK tidak 100% bersih dan ia menuliskan sejumlah indikasi di kolom Opini Kompas bahwa MK tidak bersih yang kemudian menciptakan opini publik yang menurut Mahfud telah mengakibatkan proses demoralisasi terhadap MK.

Kedua, berbeda dengan beberapa kawan dekatnya, Mahfud berpendapat bahwa apabila fakta yang dikemukakan Refly ternyata tidak terbukti maka ia pantas mendapatkan hukuman.  Bagi Mahfud , nampaknya upaya mengembalikan nama baik MK saja masih belum cukup.  Satu hal yang perlu saya garisbawahi di sini adalah bahwa sebagai ahli hukum Mahfud semestinya sudah tahu bahwa proses pembuktian secara hukum tidaklah mudah.  Benar (secara "cetho welo-welo") menurut orang awam belum tentu Benar menurut hukum. Dengan kata lain, ketika dalam waktu sebulan Refly/tim investigasi tidak dapat membuktikan indikasi pemerasan/suap di MK, hal tersebut bukan berarti opini Refly di Kompas itu Fitnah atau laporan tim investigasi itu Sampah. Kecuali kalau, melalui proses pembuktian terbalik, Mahfud atau Akil Mochtar dapat membuktikan bahwa opini Refly memang Fitnah dan laporan tim investigasi memang Sampah. 

Ketiga, sangat disesalkan bahwa sebagai ahli hukum yang telah berpengalaman Mahmud mengambil keputusan untuk menyebutkan nama-nama yang disebut dalam laporan tim investigasi tersebut ketika memberikan penjelasannya kepada publik.  Sebagaimana kita ketahui hal tersebut telah menimbulkan kegaduhan publik yang selain telah menghukum/menghakimi secara moral pihak-pihak yang telah disebutnya beserta keluarganya juga dapat mengancam nasib/kehidupan para saksi yang telah memberikan keterangan serta mengganggu proses penyelidikan yang akan dilakukan oleh KPK. 

Keempat, sangat pula disesalkan bahwa bersama Akil Mochtar Mahmud hanya melaporkan kepada KPK indikasi percobaan suap kepada Hakim Konstitusi yang melibatkan pengacara (Refly dan Maheswara) dan calon Bupati Simalungun (JR Saragih), dan tidak termasuk indikasi pemerasan oleh Hakim Konstitusi sebagaimana telah direkomendasikan juga oleh tim investigasi.  Hal tersebut tentu saja bukan hanya telah membuat geram tim investigasi yang kemudian melaporkan indikasi pemerasan tersebut kepada KPK, tetapi juga membuat nama baik MK tercoreng karena ICW dan juga publik telah menciptakan opini bahwa MK lebih berpihak/percaya kepada pendapat Hakim Konstitusinya yang sedang diperkarakan daripada laporan dan rekomendasi dari tim investigasinya.  Kalau demikian, lalu apa bedanya antara MK dan Kepolisian? 

Terakhir, walaupun saat ini sebenarnya MK secara keseluruhan sudah terbukti tidak 100% Bersih (MK telah menonaktifkan seorang staf MK, Makhfud, karena indikasi kasus suap), nampaknya ujian bagi Mahfud selaku Ketua MK masih akan berlanjut.  Sebagaimana dilaporkan Kompas (MK Lapor Polisi, Kompas 15-12-2010), kuasa hukum Makhfud, Andi M Asrun, mengatakan bahwa "Kami ingin semua diungkap. Makhfud cuma bagian kecil dari sesuatu yang lebih besar."  Setelah membaca kutipan berita tersebut saya khawatir, suatu saat nanti (ketika praktek suap kepada Hakim Konstitusi terbukti) Mahfud  benar-benar akan konsekuen dengan ucapannya. Mundur dari jabatannya sebagai Ketua MK. Padahal, menurut saya, saat ini ia adalah salah satu tokoh penegak hukum terbaik yang dimiliki Republik.


Bandung, 16 November 2010
Budisan

Alumni School of Public Administration Carleton University, Canada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar