|
Angkutan
umum berbasis rel merupakan angkutan darat andalan di benua Eropa, baik untuk
barang maupun manusia. Hampir seluruh kota-kota di Eropa terhubung dengan
jaringan kereta api (KA), baik kereta komuter, kereta barang, kereta jarak jauh
konvensional maupun kereta cepat jarak jauh seperti TGV, Eurostar dsb. Saat ini
panjang jaringan rel KA (road length)
di Prancis mencapai lebih dari 30.000 km dibanding Indonesia yang hanya sekitar
4.500 km.
Di antara negara di Eropa, Prancis paling unggul dalam infrastruktur perkeretaapian. Dengan penduduk lebih dari 60 juta jiwa, Prancis menjadi negara yang mempunyai infrastruktur KA termaju di dunia. Lebih dari 15.000 pergerakan KA per hari di Prancis, bandingkan dengan Indonesia yang hanya sekitar 1.400 pergerakan KA per hari di Jawa dan Sumatra. Tentunya Indonesia tertinggal sangat jauh.
Dalam hal pembangunan infrastruktur KA, Pemerintah Prancis menyediakan 1,7 miliar Euro per tahun. Sementara di pos APBN 2013, dana untuk pembangunan infrastruktur KA 2 tahun belakangan ini hanya sekitar Rp 8 triliun lebih atau sekitar 512,8 juta Euro saja. Dibandingkan dengan anggaran untuk jalan raya di APBN 2013 sekitar Rp 31 triliun lebih. Nyata benar perbedaannya.
Dukungan yang besar dan peran yang jelas dari Pemerintah Prancis terhadap transportasi berbasis rel ini yang membuat perkeretaapian Prancis maju pesat. Bandingkan dengan peran Direktorat Jenderal Kereta Api Kementerian Perhubungan (DJKA) yang terkadang berperan sebagai regulator tetapi tidak jarang juga bertindak sebagai “proyektor” atau pencari proyek.
Salah satu penyebab utama buruknya pelayanan KA adalah tidak jelasnya peran dan campur tangan DJKA dalam sistem perkeretaapian di republik ini. Zaman dulu, Direksi PT KAI selalu tunduk pada DJKA, namun pimpinan PT KAI yang sekarang lebih berani menolak dan melakukan beberapa terobosan dengan tujuan memperbaiki pelayanan. Namun demikian karena keterbatasan kewenangan PT KAI, terobosan PT KAI masih belum memuaskan publik meskipun sudah banyak terobosan.
Saya bermimpi semoga pemerintahan baru hasil Pemilu 2014 mendatang berpihak pada pengembangan infrastruktur angkutan publik berbasis rel, seperti Pemerintah Prancis yang memprioritaskan angkutan KA sebagai alat angkut untuk memfasilitasi pergerakan manusia perkotaan dan antar kota di Prancis dan lintas Eropa. Apa perlu kita impor Menteri Perhubungan dari Prancis paska Pemilu 2014?
Peran Pemerintah di Sektor Kereta Api
Di antara negara di Eropa, Prancis paling unggul dalam infrastruktur perkeretaapian. Dengan penduduk lebih dari 60 juta jiwa, Prancis menjadi negara yang mempunyai infrastruktur KA termaju di dunia. Lebih dari 15.000 pergerakan KA per hari di Prancis, bandingkan dengan Indonesia yang hanya sekitar 1.400 pergerakan KA per hari di Jawa dan Sumatra. Tentunya Indonesia tertinggal sangat jauh.
Dalam hal pembangunan infrastruktur KA, Pemerintah Prancis menyediakan 1,7 miliar Euro per tahun. Sementara di pos APBN 2013, dana untuk pembangunan infrastruktur KA 2 tahun belakangan ini hanya sekitar Rp 8 triliun lebih atau sekitar 512,8 juta Euro saja. Dibandingkan dengan anggaran untuk jalan raya di APBN 2013 sekitar Rp 31 triliun lebih. Nyata benar perbedaannya.
Dukungan yang besar dan peran yang jelas dari Pemerintah Prancis terhadap transportasi berbasis rel ini yang membuat perkeretaapian Prancis maju pesat. Bandingkan dengan peran Direktorat Jenderal Kereta Api Kementerian Perhubungan (DJKA) yang terkadang berperan sebagai regulator tetapi tidak jarang juga bertindak sebagai “proyektor” atau pencari proyek.
Salah satu penyebab utama buruknya pelayanan KA adalah tidak jelasnya peran dan campur tangan DJKA dalam sistem perkeretaapian di republik ini. Zaman dulu, Direksi PT KAI selalu tunduk pada DJKA, namun pimpinan PT KAI yang sekarang lebih berani menolak dan melakukan beberapa terobosan dengan tujuan memperbaiki pelayanan. Namun demikian karena keterbatasan kewenangan PT KAI, terobosan PT KAI masih belum memuaskan publik meskipun sudah banyak terobosan.
Saya bermimpi semoga pemerintahan baru hasil Pemilu 2014 mendatang berpihak pada pengembangan infrastruktur angkutan publik berbasis rel, seperti Pemerintah Prancis yang memprioritaskan angkutan KA sebagai alat angkut untuk memfasilitasi pergerakan manusia perkotaan dan antar kota di Prancis dan lintas Eropa. Apa perlu kita impor Menteri Perhubungan dari Prancis paska Pemilu 2014?
Peran Pemerintah di Sektor Kereta Api
Kondisi KA di
Indonesia terus memburuk ke titik paling nadir sekitar tahun 2010. Puluhan
tahun sejak kemerdekaan, KA dianggap dan dibiarkan sebagai angkutan publik
kelas kambing yang tidak diurus secara profesional. Salah satu penyebabnya
adalah berlanjutnya perdebatan sengit yang tak pernah berakhir antara regulator
(Pemerintah) dan operator (PT KAI), meski sudah muncul UU No. 23 tahun 2007 tentang
Perkeretaapian.
Puluhan tahun perdebatan yang melelahkan tentang Public Service Obligation (PSO), Track Access Charge (TAC), Infrastructure, Maintenance and Operation (IMO) tidak kunjung selesai. Hak publik benar-benar diabaikan oleh negara. Hingga muncul perbaikan dalam 3 tahun belakangan ini. Berbagi apresiasi masyarakat bermunculan, meskipun belum sempurna tetapi perubahan drastis telah tiba dan harus terus bergulir.
Sejak tahun anggaran 2010 hingga saat ini Pemerintah tampak mulai memperhatikan angkutan umum berbasis rel ini. Sayangnya tetap saja Kementrian Perhubungan, dalam hal ini DJKA, masih menjadi proyektor bukan hanya regulator sesuai perintah UU No. 23/2007 tersebut. Akibatnya banyak pekerjaan pembenahan yang tidak perlu muncul, namun yang perlu tidak masuk dalam perencanaan pengembangan.
Buktinya berbagai proyek KA, seperti pembangunan jalur di Sumbagsel, jalur ganda Pantura Jawa, jalur wisata Cianjur- Sukabumi melalui terowongan Lampegan dll masih dikerjakan oleh DJKA dengan kualitas hasil yang tidak sesuai dengan standar keselamatan angkutan KA. Akibatnya dana APBN yang digelontorkan di proyek ini patut diduga akan mubazir dan harus diperbaiki dengan anggaran tambahan. Untuk itu perlu ada audit yang lebih teliti dikaitkan dengan hasil pekerjaan yang menurut publik bermasalah.
Bagaimana di Prancis?
Sebagai salah satu negara anggota Uni Eropa yang tidak terlalu terkena krisis Eropa, industri perkeretaapian di Prancis unggul dan terus tumbuh, baik angkutan kereta penumpang sekelas komuter, lokalan, antar kota/negara (konservatif atau kereta super cepat) serta kereta angkutan barang. Pertumbuhan ini terjadi karena adanya dukungan penuh dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, publik dan sesama negara Uni Eropa.
Operator KA Prancis, SNCF, merupakan Badan Usaha Milik negara (BUMN) yang terus berevolusi mengangkut 10 juta penumpang/hari. SNCF dengan mekanisme khususnya mengoperasikan semua infrastruktur kereta api di Prancis bersama-sama dengan beberapa anak perusahaan yg statusnya juga BUMN, seperti RFF dan RATP (menangani jaringan rel kereta api di Prancis), AREP (mengurus stasiun), GEODIS (mengurus angkutan barang), VOYAGE (mengurus KA jarak jauh dan KA cepat) dan sebagainya.
Puluhan tahun perdebatan yang melelahkan tentang Public Service Obligation (PSO), Track Access Charge (TAC), Infrastructure, Maintenance and Operation (IMO) tidak kunjung selesai. Hak publik benar-benar diabaikan oleh negara. Hingga muncul perbaikan dalam 3 tahun belakangan ini. Berbagi apresiasi masyarakat bermunculan, meskipun belum sempurna tetapi perubahan drastis telah tiba dan harus terus bergulir.
Sejak tahun anggaran 2010 hingga saat ini Pemerintah tampak mulai memperhatikan angkutan umum berbasis rel ini. Sayangnya tetap saja Kementrian Perhubungan, dalam hal ini DJKA, masih menjadi proyektor bukan hanya regulator sesuai perintah UU No. 23/2007 tersebut. Akibatnya banyak pekerjaan pembenahan yang tidak perlu muncul, namun yang perlu tidak masuk dalam perencanaan pengembangan.
Buktinya berbagai proyek KA, seperti pembangunan jalur di Sumbagsel, jalur ganda Pantura Jawa, jalur wisata Cianjur- Sukabumi melalui terowongan Lampegan dll masih dikerjakan oleh DJKA dengan kualitas hasil yang tidak sesuai dengan standar keselamatan angkutan KA. Akibatnya dana APBN yang digelontorkan di proyek ini patut diduga akan mubazir dan harus diperbaiki dengan anggaran tambahan. Untuk itu perlu ada audit yang lebih teliti dikaitkan dengan hasil pekerjaan yang menurut publik bermasalah.
Bagaimana di Prancis?
Sebagai salah satu negara anggota Uni Eropa yang tidak terlalu terkena krisis Eropa, industri perkeretaapian di Prancis unggul dan terus tumbuh, baik angkutan kereta penumpang sekelas komuter, lokalan, antar kota/negara (konservatif atau kereta super cepat) serta kereta angkutan barang. Pertumbuhan ini terjadi karena adanya dukungan penuh dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, publik dan sesama negara Uni Eropa.
Operator KA Prancis, SNCF, merupakan Badan Usaha Milik negara (BUMN) yang terus berevolusi mengangkut 10 juta penumpang/hari. SNCF dengan mekanisme khususnya mengoperasikan semua infrastruktur kereta api di Prancis bersama-sama dengan beberapa anak perusahaan yg statusnya juga BUMN, seperti RFF dan RATP (menangani jaringan rel kereta api di Prancis), AREP (mengurus stasiun), GEODIS (mengurus angkutan barang), VOYAGE (mengurus KA jarak jauh dan KA cepat) dan sebagainya.
Untuk mengoperasikan semua KA, SNCF menggunakan sistem
kontrak dengan Pemerintah Prancis, yang kontraknya terus diperbaharui dengan
persyaratann yang ketat. Jika Pemeritah Daerah di Prancis ingin daerahnya
dilewati jalur KA, maka Pemda tersebut yang berinvestasi di prasarana dan
sarananya, bukan SNCF. Jadi beda betul dengan di Indonesia.
Berhubung didukung oleh banyak pihak, maka harga tiket KA di Prancis terjangkau. Sementara di Indonesia operator dan regulator masih terus berkelahi dan tarif masih menjadi kendala utama.
Saran Perbaikan Untuk Angkutan Kereta Api di Indonesia
Namun kita tidak perlu menjiplak sama persis karena secara struktur sosial dan ekonomi, Indonesia berbeda dengan Prancis. Yang harus ditiru oleh Indonesia adalah ketertiban secara legal masing-masing peran.
Kementerian Perhubungan Prancis sama sekali tidak ikut campur dalam proyek infrastruktur KA. Mereka hanya mengatur dan mengawasi. Urusan operasi, ketersediaan infrastruktur dan bisnis diurus oleh operator dan jajarannya.
Kedua peran Pemda besar dalam investasi dan pembangunan infrastruktur KA di Prancis. Tidak seperti di Indonesia di mana Pemda hanya bertanya soal hak bukan bagaimana memenuhi kewajibannya. Jelas dalam urusan transportasi massal apapun, Pemerintah kita masih primitif. Gayanya saja yang modern. ●
Berhubung didukung oleh banyak pihak, maka harga tiket KA di Prancis terjangkau. Sementara di Indonesia operator dan regulator masih terus berkelahi dan tarif masih menjadi kendala utama.
Saran Perbaikan Untuk Angkutan Kereta Api di Indonesia
Namun kita tidak perlu menjiplak sama persis karena secara struktur sosial dan ekonomi, Indonesia berbeda dengan Prancis. Yang harus ditiru oleh Indonesia adalah ketertiban secara legal masing-masing peran.
Kementerian Perhubungan Prancis sama sekali tidak ikut campur dalam proyek infrastruktur KA. Mereka hanya mengatur dan mengawasi. Urusan operasi, ketersediaan infrastruktur dan bisnis diurus oleh operator dan jajarannya.
Kedua peran Pemda besar dalam investasi dan pembangunan infrastruktur KA di Prancis. Tidak seperti di Indonesia di mana Pemda hanya bertanya soal hak bukan bagaimana memenuhi kewajibannya. Jelas dalam urusan transportasi massal apapun, Pemerintah kita masih primitif. Gayanya saja yang modern. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar