Selasa, 05 Maret 2013

Reformasi Kebijakan Sosial Obama


Reformasi Kebijakan Sosial Obama
Suzie S Sudarman  ;  Ketua Pusat Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia
KOMPAS, 05 Maret 2013



Tanggal 1 Januari 2013 di Senat AS terjadi penundaan pemotongan anggaran belanja federal selama dua bulan hingga awal Maret.
Dengan gagalnya Presiden Obama dan Partai Republik bersepakat, pemotongan anggaran sebesar 85 miliar dollar AS sekaligus memastikan bahwa isu fiskal akan terus menyita perhatian Washington DC dalam beberapa minggu ke depan. Diawali tentunya dengan perdebatan ihwal resolusi lanjutan agar tetap dapat mengoperasikan pemerintahan AS sesuai dengan kesepakatan 1 Januari lalu.
Ada konsepsi Suzanne Mettler (2010) yang bisa menjelaskan soal di atas dan mengapa sebuah agenda reformasi memerlukan upaya rekonstitusi hubungan antara negara dan aktor ekonomi yang telah mapan. Mettler menunjukkan hadirnya sebuah negara di bawah permukaan—ia istilahkan dengan the submerged state—sebagai penghalang terbesar reformasi kebijakan dan berakibat pada penajaman konflik politik.
Kontur dan dinamika AS amat ditentukan oleh konglomerasi di bawah permukaan, berupa kebijakan sosial pemerintah federal yang selama ini memberi insentif dan subsidi kepada tindakan aktor swasta dan individu di AS.
Kendala Reformasi Obama
Sekalipun kemenangan Presiden Obama (2008) meyakinkan dengan 53 persen pemilih, dikua- sainya Kongres AS untuk kali pertama sejak 1992, jajak pendapat ketika itu menunjukkan angka 69 persen, agenda reformasi Presiden Obama segera menghadapi masalah. Pertama, ada polarisasi politik partisan AS. Kedua, sekalipun Partai Republik merupakan kelompok minoritas di Senat, basis representasi Senat, aturan tata tertib, dan geografi politik yang ada menguatkan tangan Partai Republik.
Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa kebijakan negara di bawah permukaan itu telah membawa akibat yang besar sepanjang waktu: aktor politik telah dibesarkan. Meningkatnya peran mereka ikut membentuk bentangan politik sekalipun hal ini tidak terdeteksi atau dipahami kebanyakan warga AS yang berpenghasilan rendah ataupun sedang. Mettler melihat hal di atas sebagai kendala politik terbesar terhadap perubahan yang ingin diwujudkan Presiden Obama.
Menurut Paul Starr dan Gosta Esping-Andersen dalam Mettler 2010), kebijakan sosial di AS sering berbentuk intervensi pasif: kepentingan yang mapan—yang bisa dipastikan akan menentang reformasi menyeluruh perumahan dan perawatan kesehatan—telah diupayakan agar terakomodasi melalui sebuah desain kebi- jakan; aneka subsidi dan insentif berbiaya tinggi kepada kelompok tertentu.
Christopher Howard mengatakan, hal ini cukup mengindikasikan adanya negara kesejahteraan terselubung yang mencakup upaya pembelanjaan pajak yang menyaingi besaran, lingkup, dan fungsi program sosial yang tradisional dan nyata. Karena itulah, negara di bawah permukaan itu berhasil membangkitkan kepentingan warga yang memperoleh untung darinya dan tak terdetek- si oleh umumnya warga AS.
Meski fitur individu negara ini (the earned income tax credit) membantu mewujudkan keadilan, secara menyeluruh negara di bawah permukaan itu justru cenderung meningkatkan taraf ketakadilan di AS. Keuntungannya sering lebih terdistribusikan ke atas, seperti halnya pada pengurangan pajak atas sumbangan, suku bunga hipotek, dan asuransi kesehatan yang bebas pajak dari perusahaan.
Warga AS yang diuntungkan oleh pengurangan pajak seperti di atas merasa nyaman dan upaya perluasan kebijakan menyertakan warga yang berpenghasilan rendah dan sedang sangat kecil kemungkinannya mendorong warga AS secara positif menanggapinya. Kebanyakan warga AS tak memahami taruhan dalam pergulatan politik semacam ini.
Bila pemerintah membelanjakan lebih dari yang ia peroleh dari pajak, terjadilah defisit tahunan: akan menambah utang pemerintah federal (kini 11,7 triliun dollar selain utang kepada Dana Pensiun AS) dan mencapai 19,9 triliun dollar pada 2023 menurut Kantor Anggaran Kongres.
Upaya menanggulangi krisis anggaran terhalang oleh politik partisan AS: Partai Republik enggan menaikkan pajak; Partai Demokrat tak ingin mengurangi pengeluaran untuk jaminan kesehatan dan sosial. Pemotongan anggaran butuh waktu agar dapat dirasakan warga, tetapi jajak pendapat sudah merugikan Partai Republik ataupun Obama.
Pandangan publik terhadap Obama turun dari 51 ke 47 persen karena Obama diasosiasikan dengan ketakmampuan bekerjanya ratusan ribu pegawai pemerintah federal serta tak terwujudnya reformasi imigrasi, regulasi penggunaan senjata, dan peningkatan upah minimum kaum pekerja. Pemotongan anggaran di tingkat pemerintahan lokal juga melemahkan pertumbuhan ekonomi dan membuat tingkat penganggur bertahan 7,4 persen atau malah lebih.
Bagi kita di Indonesia, konsepsi Mettler mengajarkan bahwa intervensi pasif politik memuncakkan politik partisan yang niscaya mengganggu penanggulangan krisis fiskal negara. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar