Selasa, 05 Maret 2013

Menyanyikan Kejayaan


Menyanyikan Kejayaan
Sukardi Rinakit ;  Peneliti Senior Soegeng Sarjadi Syndicate
KOMPAS, 05 Maret 2013


Seorang guru yang bijak, Tukiman Taruna, berkirim pesan kepada saya. Dia mengatakan, ranah politik yang berlaku sekarang ini dipenuhi oleh politik keceklik (keseleo).
Hal itu bisa dilihat dari beberapa kasus, seperti keseleonya Partai Demokrat (terjadi konflik internal antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Anas Urbaningrum) atau kasus korupsi impor daging sapi yang melilit Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sejauh korupsi, pembelahan internal di tubuh partai, politik dinasti, dan praktik saling mengunci antarpartai masih berlangsung, bisa dipastikan Indonesia akan dipenuhi politik keseleo. Misalnya, kekaburan presiden dalam menempatkan diri antara sebagai kepala negara dan pemerintahan, pimpinan partai, dan kepala keluarga. Adagium kesetiaan kepada partai berakhir begitu pengabdian kepada negara dimulai tidak berlaku.
Mencermati gerak politik di Tanah Air saat ini tampak bahwa setiap kekuatan politik secara sepihak sedang menyanyikan lagu kejayaan. Padahal, mereka belum memenangi pertempuran apa pun. Kontestasi politik baru akan terjadi pada April tahun depan untuk legislatif dan Juli untuk pemilu presiden.
Di ladang Partai Demokrat, nyanyian kejayaan itu didendangkan oleh dua pihak. Para pendukung SBY, kalau kita bertemu, mereka pasti diliputi perasaan puas hati. Mereka merasa berhasil melakukan penyelamatan partai sehingga konsolidasi internal segera terwujud. Mereka juga yakin bahwa mundurnya beberapa kader partai tidak akan membuat partai lumpuh, sejauh SBY masih turun tangan secara langsung.
Sebaliknya, loyalis Anas Urbaningrum meyakini hal berbeda. Mereka percaya, tanpa Anas, kinerja Partai Demokrat akan merosot. Selain Anas, sulit sekali mencari politisi sejati dengan pengalaman berorganisasi panjang di partai berkuasa ini. Dengan istilah lain, tanpa Anas, wajah Partai Demokrat tak lebih dari sekadar SBY fans club.
Secara prediktif, bisa dipastikan bahwa perolehan suara mereka pada pemilu mendatang akan merosot. Akan tetapi, layaknya partai berkuasa, mereka tetap mempunyai sumber daya politik kuat. Ini akan menjadi magnet untuk menggandeng partai-partai lain yang perolehan suaranya sebatas lolos ambang batas parlemen (3,5 persen).
Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa pasti menjadi incaran pertama mereka. Terlebih lagi ketiga partai tersebut sudah menjadi bagian dari sekretariat gabungan partai koalisi pendukung pemerintahan SBY. Tidak tertutup kemungkinan PKS dan Partai Nasional Demokrat akan menjadi bagian dari koalisi baru di bawah kibaran bendera Partai Demokrat.
Meskipun tiap partai tersebut sekarang lantang menyanyikan lagu kejayaan, pada saatnya nanti mereka harus realistis secara politik. Sehubungan dengan hal itu, kewibawaan dan keluwesan figur pengganti Anas sebagai ketua umum akan ikut menentukan kekuatan medan magnet Partai Demokrat.
Fenomena mencolok lain terjadi di kubu Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Masuknya Hary Tanoesoedibjo dan rombongan ke partai tersebut membuncahkan optimisme baru. Hampir seluruh kader Partai Hanura kini menyanyikan lagu kejayaan. Dengan jaringan media massa yang kuat, mereka yakin bisa mengeruk suara dalam pemilu nanti.
Akan tetapi, sejarah politik kita adalah sejarah figur. Sejauh ini belum ada figur di tubuh Hanura yang mampu menembus alam bawah sadar rakyat yang untuk sementara ini dikuasai, merujuk pada hasil jajak pendapat pada umumnya, oleh sosok Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Mahfud MD. Hanya figur yang bisa menaklukkan karakter melodramatik masyarakat (mudah lupa, mudah bosan, dan mudah kasihan) yang mampu menggeser dominasi nama-nama itu. Wajah baru dengan ketegasan dan kebijakan memesona adalah kuncinya.
Apabila Hanura tidak berhasil memunculkan figur dengan ketegasan memesona tersebut, secara hipotesis, partai ini kemungkinan akan membangun koalisi dengan Golkar. Kedekatan Wiranto dengan Golkar karena pernah memenangi konvensi partai itu dan mendekatnya Hary Tanoesoedibjo ke bisnis Bakrie. Jika benar, isu itu menjadi indikasi awal peluang koalisi kedua partai tersebut pada pemilu nanti.
Tak ubahnya dengan partai-partai tersebut, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga sedang menyanyikan tembang kejayaan. Kemerosotan Partai Demokrat menjadi nada awal kemenangan yang mereka yakini. Pemetaan terhadap nyanyian kejayaan tersebut mengarah pada konfigurasi politik 2014. Kecenderungannya, apabila gerak politik berjalan linier, akan muncul empat petak sawah politik, yaitu Golkar dan Hanura, PDI-P, Gerindra, dan Partai Demokrat dengan seluruh aliansinya.
Dengan demikian, para tokoh yang akan memainkan peran utama pada Pemilu 2014, terlepas mereka mau maju atau tidak, adalah Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Kecuali SBY, masing-masing tokoh itu sah menyanyikan lagu kejayaan dan merebut kemenangan. Silakan jika Anda jengkel. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar