Menteri Kesehatan yang
dinamis, dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH, mulai merubah kebijaksanaan dan
langkah-langkah operasionalisasi pengembangan budaya hidup sehat dan
penanganan pelayanan kesehatan yang berlaku selama ini di Indonesia.
Kementerian Kesehatan yang sangat vital itu menyempurnakan cara merumuskan
dan mengembangkan kebijakan serta melaksanakan bhakti sosialnya kepada
masyarakat.
Perubahan kebijakan tersebut
menyangkut banyak hal diantaranya mengubah sistem rapat kerja nasionalnya.
Rapat yang biasanya diadakan serentak dan dihadiri oleh ribuan peserta dari
seluruh Indonesia dilakukan secara bertahap. Indonesia dibagi menjadi tiga
wilayah. Perubahan itu dimulai dengan pengadaan Rakernas Region I untuk
Jawa yang diadakan di Jakarta. Rapat kerja berikutnya untuk wilayah II
diadakan di Surabaya dan wilayah III diselenggarakan di Makassar.
Sistem pembagian daerah
garapan menjadi tiga wilayah itu memungkinkan rakernas jajarannya yang
biasanya dihadiri oleh ribuan peserta menjadi lebih ramping. Sehingga, pejabat
tingkat pusat makin bisa mendengarkan laporan perkembangan dan pengalaman
dari daerah serta masalah-masalah khusus yang diharapkan dapat menjadi
pelajaran daerah lainnya.
Disamping itu pejabat pusat,
yang biarpun telah mempersiapkan bahan-bahan sejak lama dan mengantongi
anggaran yang disetujui oleh DPR, dapat memberikan arahan sesuai masalah
dan usaha yang dihadapi oleh daerah yang datang dalam pertemuan rakernas
tersebut. Kebijakan mendengar dan baru bicara ini merupakan hal baru yang
diperkenalkan kepada para pejabat daerah yang menjadi ujung tombak
pengembangan budaya hidup sehat dan pelayanan pendampingan untuk masyarakat
yang makin mandiri.
Kebijakan lain yang
dikembangkan dan memberi harapan yang menyenangkan bagi masyarakat madani
adalah kesediaan untuk menggalang kerjasama sesama jajaran pemerintahan dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM) tanpa rasa "menang sendiri" atau
"bisa sendiri" tanpa butuh uluran tangan pihak lain. Kesediaan
bekerja sama dengan LSM tersebut diperlihatkan dengan menggandeng antara
lain Yayasan Damandiri yang selama ini, bersama jajaran perguruan tinggi
dan organisasi masyarakat yang luas serta pemerintah pusat dan daerah,
telah mengembangkan gerakan pemberdayaan keluarga melalui posdaya.
Secara cermat Menteri
Kesehatan telah mengutus Sekretaris Jenderal dan para dirjennya untuk
datang ke Kantor Yayasan Damandiri untuk mendengarkan dan mencatat program
dan kegiatan yang telah dilaksanakan selama ini. Dengan tekun dipelajarinya
apa saja yang bisa disinergikan, sehingga kepentingan rakyat banyak yang
dijadikan acuan utamanya.
Kesediaan membangun jaringan
bersama itu memungkinkan adanya upaya dari atas, yaitu pemerintah pusat dan
daerah, dipadukan dengan partisipasi masyarakat yang luas. Sehingga, muncul
demand atau kebutuhan fasilitasi untuk membangun budaya hidup sehat dapat
diimbangi dengan kemampuan pemerintah untuk memfasilitasi sesuai dengan
kemampuan pemerintah tanpa rasa curiga, karena saling mengetahui kekuatan
dan kelemahan masing-masing.
Dengan perubahan kebijakan itu
diharapkan partisipasi masyarakat akan lebih banyak pada pelaksanaan upaya
kesehatan preventif untuk mencegah agar masyarakat tidak sakit. Dengan
demikian, biaya pelayanan kesehatan yang harus dikeluarkan pemerintah atau
masyarakat menjadi sangat minimal dan hidup sehat menjadi lebih wajar
pembiayaannya.
Kebijakan lain yang
dikembangkan oleh Menteri Kesehatan adalah pembagian wilayah garapan
menurut kepadatan penduduk dan wilayah menurut kepadatan penyakit atau
masalah kesehatan yang dihadapinya. Kebijakan ini menempatkan daerah-daerah
padat penduduk menjadi prioritas utama pengembangan budaya hidup sehat dan
pelayanan kesehatan yang utama. Daerah-daerah dengan masalah kesehatan yang
padat seperti Papua, NTT dan NTB juga menjadi wilayah garapan utama dengan
perhatian yang tinggi dari jajaran Kementerian Kesehatan. Daerah-daerah
lain tidak berarti tidak mendapat perhatian, tetapi ditangani dengan baik
menurut Sistem Kesehatan Nasional yang telah dikembangkan selama ini.
Perubahan kebijakan ini selain
karena Menteri Kesehatan dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH, telah banyak makan asam
garam dalam forum internasional, juga karena dalam penilaian pencapaian
target-target MDGs. Bagian yang menjadi tanggung jawab jajaran Kesehatan
dan KB mendapat banyak sekali nilai rapor merah.
Jajaran ini sebenarnya telah
banyak melakukan kegiatan dan pelayanan kepada masyarakat, tetapi
diperlukan fokus yang lebih tajam agar yang semestinya dilakukan dengan
baik tidak ditinggalkan. Lebih dari itu, partisipasi masyarakat akhir-akhir
ini diabaikan dapat disegarkan. Pemerintah yang merasa seakan kaya raya,
yang menawarkan pengobatan gratis, tanpa partisipasi masyarakat akan kecele
karena masyarakat menjadi tak acuh terhadap upaya kesehatan preventif
seperti kebersihan lingkungan yang tidak memadai, pembuangan kotoran dan
limbah yang sembarangan, perhatian terhadap penggunaan kakus, dan air
bersih yang terabaikan. Itu semua menjadi media yang sangat subur untuk
berkembangnya penyakit menular yang bisa menghambat pencapaian indikator
hidup sehat yang panjang dan berguna.
Kesembronoan lain yang terjadi
akhir-akhir ini, bahwa gerakan KB yang didukung tingginya partisipasi
masyarakat dirubah seakan KB hanya masalah birokrasi yang menangani
keluarga miskin dengan kontrasepsi gratis. Padahal pada tingkat kesertaan
KB yang tinggi, diatas 60 persen, penggunaan kontrasepsi memerlukan
keyakinan bahwa anaknya akan hidup sehat dengan minimnya kematian anak,
kematian ibu yang rendah, serta pendidikan anak yang sempurna dan mendapat
jaminan pekerjaan dengan mudah setelah lulus. Ini, mengantar hidup mereka
menjadi bahagia dan sejahtera.
Perubahan kebijakan dan
langkah-langkah konkrit Menteri Kesehatan yang gesit ini akan menghasilkan
keluarga yang sehat, bahagia dan sejahtera. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar