Selasa, 19 Maret 2013

Korupsi dan Pencucian Uang


Korupsi dan Pencucian Uang
Yenti Garnasih  ;  Pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti 
SUARA KARYA, 18 Maret 2013


Perkara korupsi Irjen Pol Djoko Susilo (DS) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dikembangkan dan bermuara pada penanganan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK juga telah melakukan penyitaan berbagai aset DS yang diduga sebagai hasil korupsi terkait pengadaan simulator SIM. Memang, seharusnya apabila ada perkara yang ditangani KPK dan dari hasil pengembangan ternyata hasil korupsi telah bergerak, telah mengalir dengan cara apa pun, maka telah terjadi pencucian uang.

Yang penting, setelah terjadinya praktik korupsi dan uang hasil korupsi itu ternyata telah berubah menjadi barang-barang atau telah ditransfer entah ke rekening orang lain atau rekening tersangkanya, atau telah diberikan pada orang lain atau telah diinvestasikan ke dalam perusahaan atau perbuatan apa saja. Sepanjang perbuatan itu terkait dengan hasil korupsi, maka berarti telah terjadi pencucian uang. Pelakunya harus dijerat hukum dengan dua pelanggaran kejahatan sekaligus, yakni korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Selain itu, dengan menjerat tersangka korupsi dengan TPPU, juga harus dipandang sebagai upaya memudahkan pengembalian aset yang telah dikorupsi, yaitu dengan diawali penyitaan harta kekayaan tersangka yang diduga berasal dan berkaitan dengan hasil korupsi. Di sini sangat penting ditekankan bahwa dugaan pencucian uang adalah berkaitan dengan aliran dana hasil korupsi.

Dengan menggunakan sangkaan TPPU yang menyertai dugaan korupsi, KPK mempunyai cara lebih mudah dalam penyitaan dibanding apabila menyita dengan ketentuan antikorupsi, yang sering kandas di pengadilan. Karena, kegagalan meyakinkan hakim bahwa harta itu terkait korupsi yang biasanya dihubungkan dengan upaya perampasan menggunakan Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi.

Dengan menerapkan ketentuan UU TPPU pada kasus DS, seharusnya KPK bisa lebih cepat mengembangkan perkara dengan menelusuri ke mana saja hasil kejahatan korupsi itu mengalir dan menetapkan semua pihak yang turut menikmati hasil korupsi sebagai pelaku kejahatan pencucian uang.
Pengembangan itu sangat penting karena pada prinsipnya undang-undang mengatur bahwa barangsiapa mengalirkan dan juga menerima aliran dana hasil korupsi adalah suatu pelaku kejahatan.

Dan, pada mereka yang menguasai atau menerima hasil kejahatan akan dilakukan penyitaan, yang nanti apabila tiba saatnya, dengan putusan hakim, semua hasil kejahatan tersebut harus dirampas dan dikembalikan kepada yang berhak. Berkaitan dengan para penerima hasil kejahatan yang tidak terlibat korupsinya, mereka hanya dijerat TPPU. Hanya saja, memang para penerima atau yang menguasai hasil kejahatan itu harus mengetahui bahwa yang diterimanya atau yang diatasnamakan dirinya adalah dari hasil kejahatan atau paling tidak mereka patut menduga bahwa harta itu hasil kejahatan.
Terkait dengan harta DS, tentu harus dilihat dari jumlahnya yang tidak sesuai dengan penghasilan DS sebagai seorang polisi. Atau, kalau memang ada penghasilan lain, harus jelas dari kegiatan apa, dan kegiatan itu juga bukan dari hasil kejahatan.

Maka, dengan diterapkannya TPPU pada DS, seharusnya ada tersangka lain terkait dengan pencucian uang, yaitu orang-orang yang terkait dengan hasil korupsinya. Meski mereka tidak tahu bahwa uang itu hasil korupsi, tetapi dengan patut menduga bahwa jumlah yang diterima tidak sesuai dengan profil DS, sudah cukup untuk menyeret orang-orang yang menikmati hasil korupsi tersebut. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar