Ekonomi
Indonesia di Tengah Ketidakpastian?
Sri Adiningsih ;
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta
|
|
KORAN
SINDO, 15 Maret 2013
Tahun
2013 dibuka dengan ingar-bingar masalah hukum yang tidak kunjung selesai,
menyita perhatian bangsa Indonesia karena melibatkan berbagai elite politik
ataupun penguasa.
Demikian juga
suasana politik sudah mulai menghangat meskipun hajatan pemilu masih tahun
depan. Kondisi sosial dan ekonomi tampaknya juga tidak akan steril dari
pengaruh politik yang tengah menghangat di Indonesia. Karena itu, kita
mesti mewaspadai berbagai perkembangan domestik yang terjadi agar dapat
meminimisasi dampaknya pada ekonomi. Apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia
sudah mulai melemah pada tahun lalu.
Sementara
perkembangan ekonomi internasional juga kurang menguntungkan Indonesia.
Dampak dari pelemahan ekonomi Eropa yang kontraksi 0,9% pada kuartal
keempat pada 2012 serta kenaikan pajak dan penghematan fiskal AS
diperkirakan akan menghambat pertumbuhan ekonomi AS serta pelemahan
pertumbuhan dua raksasa emerging market di Asia seperti China dan India tidak
bisa dihindari oleh Indonesia.
Ekonomi
Indonesia yang terbuka dan masih belum besar saat ini cenderung mudah
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi internasional, khususnya dari negara
atau kawasan yang memiliki hubungan ekonomi yang signifikan dengan Indonesia
seperti AS, Eropa, China, dan India. Karena itu, kita perlu mewaspadai
perkembangan ekonomi internasional 2013 dengan cermat agar dapat
meminimisasi dampaknya bagi ekonomi Indonesia.
Indonesia
Economic Review and Outlook (IERO) dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
dalam buletinnya edisi Maret 2013 mengulas tentang dampak perkembangan
politik pada perekonomian Indonesia sehubungan dengan mulai menghangatnya
suhu politik di Indonesia.
IERO tampaknya
mencermati bahwa menghangatnya suhu politik bisa membawa dampak negatif
pada perekonomian Indonesia sehingga perlu diwaspadai dan dicermati oleh
otoritas, masyarakat, dan dunia usaha agar semuanya ikut mengawasi supaya
ekonomi Indonesia tidak banyak terpengaruh oleh perkembangan politik yang
ada.
Apalagi GAMA
Leading Economic Indicator juga menunjukkan arah yang negatif, pertumbuhan
ekonomi diproyeksikan masih akan menurun pada kuartal pertama pada 2013.
Sementara tulisan “Indonesia’s Economy Tipping the Balance” dari the
Economist edisi 23 Februari-1 Maret 2013 mempertanyakan keberlanjutan
pertumbuhan ekonomi Indonesia, “Gloomy politics, so how long can the bright
economics last?
”Tampaknya
masyarakat internasional pun melihat masalah publik dan politik yang kurang
mendukung ekonomi Indonesia meskipun masih bisa tumbuh 6,2% tahun lalu.
Saat ini motor penggerak ekonomi seperti ekspor dan investasi menghadapi
tantangan yang berat karena pelemahan ekonomi global dan kebijakan
pemerintah yang dianggap memproteksi ekonomi domestik bisa menurunkan FDI.
Padahal defisit
neraca perdagangan barang dan jasa semakin membengkak (padahal dalam 14
tahun terakhir surplus). Dari sisi domestik atau keuangan negara, APBN juga
selalu defisit, nilainya cenderung terus meningkat. Jika terjaditwin
deficit di Indonesia, dikhawatirkan bisa menghambat pertumbuhan atau
pembangunan ekonomi sehingga perlu kebijakan untuk menghindari defisit
eksternal dan domestik di Indonesia.
Ketimpangan yang Membelenggu?
Ekonomi
Indonesia yang menghadapi tantangan dan ancaman cukup besar tahun ini bisa
menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi, dapat meningkatkan pengangguran
dan kemiskinan. Meskipun jumlah kelas menengah Indonesia menurut data ADB
meningkat dari 81 juta 2003 diperkirakan menjadi 150 juta pada 2012,
sekitar separuhnya masih berpengeluaran di bawah USD2 per hari per orang
dan sekitar tiga perempatnya di bawah USD4 per hari per orang.
Jika
pertumbuhan ekonomi menurun, jumlah penduduk yang menjadi miskin atau
miskin lagi akan meningkat dan bisa memicu keresahan sosial. Apalagi
ketimpangan kesejahteraan masyarakat (yang diukur dengan Gini Ratio).
Indonesia meningkat dari 0,34 pada 2005 menjadi 0,41 pada 2012, di mana
peningkatan ketimpangan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan meskipun
tingkat ketimpangan di perkotaan lebih besar dari perdesaan.
Meningkatnya
ketimpangan tingkat kesejahteraan jika dibarengi dengan kemerosotan ekonomi
bisa menimbulkan gejolak sosial. Padahal memasuki 2013 suhu politik dan
sosial juga sudah mulai menghangat karena mendekati pemilu. Karena itu,
Indonesia harus berusaha agar defisit ganda tidak terjadi agar pelemahan
ekonomi dapat dihindari.
Indonesia tidak
memiliki kemewahan untuk mampu menghadapi twin deficitdengan baik (tanpa
menimbulkan dampak yang besar). Untuk itu, otoritas ekonomi khususnya
pemerintah harus berusaha menghindarinya, keberhasilannya banyak bergantung
pada kebijakan pemerintah. Defisit APBN sebenarnya paling mudah untuk
dihindari dengan mengurangi subsidi energi yang tahun lalu mencapai lebih
dari Rp300 triliun.
Demikian juga
defisit eksternal akan lebih mudah dikendalikan jika pemerintah mendorong
agar FDI tetap tertarik ke Indonesia serta meluncurkan berbagai kebijakan
atau fasilitas supaya produk lokal dapat bersaing di pasar domestik atau
internasional.
Tentu saja perlu
komitmen yang kuat dari semua otoritas ekonomi khususnya pemerintah agar
defisit ganda serta ancaman pelemahan ekonomi dapat dihindari.
●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar