Jumat, 04 Januari 2013

Wakaf untuk Pembangunan Infrastruktur


Wakaf untuk Pembangunan Infrastruktur
Yusuf Maulana Putra ; Secretary-Chairman New Force Construction Indonesia,
salah satu perwakilan dari New Force Construction Sdn Bhd, Malaysia
SUARA KARYA,  03 Januari 2013

  
Wakaf produktif merupakan salah satu alternatif untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan pengadaan dan pembangunan infrastruktur. Mengingat selama ini kendala utama yang diahdapi dalam pembangunan infrastruktur adalah masalah pendanaan dan lahan di Indonesia yang mayoritas berpenduduk Islam.
Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Sejatinya, memiliki sejuta potensi yang sangat besar dalam hal wakaf untuk turut berperan aktif dalam mendongkrak pembangunan dan perekonomian negara. Terutama, hal itu sebagai upaya memberikan kontribusi dalam peningkatan pembangunan infrastruktur dalam negeri.
Hanya saja selama ini potensi wakaf produktif sebagai salah satu alternatif untuk membantu program pembangunan infrastruktur dalam rangka menggapai Indonesia maju pada 2025 sebagaimana tertuang dalam proyeksi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) belum begitu dilirik, diminati dan dimaksimalkan.
Selain itu, hambatan lainnya yang ikut mengganjal adalah perlunya merubah paradigma masyarakat tentang wakaf. Selama ini, wakaf hanya digunakan untuk hal yang bersifat konsumtif. Pola ini perlu dirubah menjadi wakaf bersifat produktif. Wakaf produktif ini bertujuan untuk mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan umat tanpa mengenyampingkan nilai-nilai syariat Islam itu sendiri.
Oleh karenanya, berbagai upaya persuasif harus dilakukan untuk menggalakkan masyarakat melakukan wakaf produktif agar berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur harus dilakukan dan ditingkatkan. Itu bisa dilakukan, misalnya melalui kampanye, seminar, ataupun melalui ceramah-ceramah di majelis ta'lim. Karena, ternyata masyarakat akar rumput lebih memainkan peran yang substansial dan menjadi ujung tombak sukses wakaf produktif tersebut.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Agama RI perihal data jumlah aset tanah wakaf mencapai 268.653,67 hektar yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, dari ratusan ribu hektar harta wakaf yang tersebar di seluruh nusantara tersebut, mayoritas masih diperuntukkan dalam kegiatan bersifat konsumtif.
Secara lebih rinci, dari jumlah itu sebesar 79 persen dialokasikan untuk pembangunan masjid/mushalla, 9 persen untuk pekuburan (makam), dan sisanya dialokasikan untuk membangun sarana dan prasarana lembaga pendidikan dan fasilitas lainnya.
Pemerintah sendiri telah menegaskan upayanya dalam berperan aktif mendorong pemanfaatan potensi wakaf produktif untuk pembangunan melalui berbagai produk payung hukum. Hal tersebut guna memberikan kekuatan hukum dan kejelasan yang mengatur semua hal tentang perkara wakaf. Sebut saja, undang-undang nomor 41 Tahun 2004, PP No 42 Tahun 2006, serta fatwa MUI tentang wakaf uang tertanggal 11 Mei 2006.
Selama ini hambatan utama pembangunan dan pengadaan infrastruktur selalu terbentur pada pendanaan dan lahan yang selalu bermasalah saat dilakukan pembebasan. Banyak proyek-proyek pemerintah yang mandek karena terhambat proses pembebasan lahan, terutama di daerah. Tidak jarang kondisi tersebut justru memicu aksi-aksi kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan baik secara pribadi atau kelompok mereka.
Maka dari itu, wakaf produktif akan sangat berkorelasi dan akan menjadi solusi alternatif yang dapat memberikan kontribusi besar apabila wakaf produktif di maksimalkan sebagai investasi dalam pengadaan infrastruktur. Lagipula, hal tersebut juga dapat mendatangkan kebaikan di aspek perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
Melalui wakaf produktif, secara tidak langsung masyarakat telah diajak untuk berpartisipasi langsung dalam pembangunan negara. Langkah ini, juga mampu membangkitkan rasa nasionalisme untuk memajukan perekonomian negara. Karena, semua elemen masyarakat memiliki kesempatan dan hak yang sama tanpa terkecuali.
Di samping itu, tidak menutup kemungkinan apabila harmonisasi antara pemerintah dan masyarakat sudah terjalin, maka pungutan liar (pungli) dan KKN yang dilakukan oleh oknum mafia tanah penghambat proyek infrastruktur akan hilang dengan sendirinya. Kenapa, karena wakaf produktif tidak hanya berorientasi pada materi semata, melainkan sisi religiusitas, ketaatan, dan hubungan antara Tuhan dan hamba-Nya.
Namun satu hal yang perlu dicatat bahwa bentuk partisipatif wakaf produktif bukan hanya dalam bentuk tanah atau lahan saja. Semua benda, barang atau apapun yang dapat diwakaf-kan, dengan catatan mampu memberikan hasil yang memakmurkan rakyatnya. Semua itu dapat dijadikan dan dimanfaatkan sebagai wakaf produktif. Karena itu, wakaf produktif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa terkecuali, bukan hanya orang yang hanya memiliki tanah tetapi harta benda lainnya.
Menghadapi tantangan dan persaingan perekonomian global di tahun 2013, upaya untuk mendongkrak pengadaan infrastruktur sudah menjadi hal mutlak yang tak dapat ditolerir lagi. Jika hanya bertumpu pada pembiayaan APBN, ada rasa pesimis atas kemampuan pemerintah sendiri untuk mencapai target pembangunan infrastruktur itu.
Oleh karenanya, akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk mencapai tujuan itu agar melibatkan masyarakat dalam pengadaan infrastruktur melalui wakaf produktif tersebut. Hal ini mengingat kemajuan negara bukan hanya milik pemerintahan saja, melainkan juga milik rakyatnya yang punya potensi, khususnya wakaf produktif untuk infrastruktur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar