Wakaf untuk
Pembangunan Infrastruktur
Yusuf Maulana Putra ; Secretary-Chairman
New Force Construction Indonesia,
salah satu perwakilan dari New Force Construction Sdn Bhd, Malaysia |
SUARA
KARYA, 03 Januari 2013
Wakaf produktif
merupakan salah satu alternatif untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan
pengadaan dan pembangunan infrastruktur. Mengingat selama ini kendala utama
yang diahdapi dalam pembangunan infrastruktur adalah masalah pendanaan dan
lahan di Indonesia yang mayoritas berpenduduk Islam.
Indonesia yang
merupakan negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
Sejatinya, memiliki sejuta potensi yang sangat besar dalam hal wakaf untuk
turut berperan aktif dalam mendongkrak pembangunan dan perekonomian negara.
Terutama, hal itu sebagai upaya memberikan kontribusi dalam peningkatan
pembangunan infrastruktur dalam negeri.
Hanya
saja selama ini potensi wakaf produktif sebagai salah satu alternatif untuk membantu
program pembangunan infrastruktur dalam rangka menggapai Indonesia maju pada
2025 sebagaimana tertuang dalam proyeksi Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) belum begitu dilirik, diminati dan
dimaksimalkan.
Selain
itu, hambatan lainnya yang ikut mengganjal adalah perlunya merubah paradigma
masyarakat tentang wakaf. Selama ini, wakaf hanya digunakan untuk hal yang
bersifat konsumtif. Pola ini perlu dirubah menjadi wakaf bersifat produktif.
Wakaf produktif ini bertujuan untuk mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan
umat tanpa mengenyampingkan nilai-nilai syariat Islam itu sendiri.
Oleh
karenanya, berbagai upaya persuasif harus dilakukan untuk menggalakkan
masyarakat melakukan wakaf produktif agar berkontribusi dalam pembangunan
infrastruktur harus dilakukan dan ditingkatkan. Itu bisa dilakukan, misalnya
melalui kampanye, seminar, ataupun melalui ceramah-ceramah di majelis ta'lim.
Karena, ternyata masyarakat akar rumput lebih memainkan peran yang
substansial dan menjadi ujung tombak sukses wakaf produktif tersebut.
Berdasarkan
data yang dihimpun oleh Kementerian Agama RI perihal data jumlah aset tanah
wakaf mencapai 268.653,67 hektar yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun,
dari ratusan ribu hektar harta wakaf yang tersebar di seluruh nusantara
tersebut, mayoritas masih diperuntukkan dalam kegiatan bersifat konsumtif.
Secara
lebih rinci, dari jumlah itu sebesar 79 persen dialokasikan untuk pembangunan
masjid/mushalla, 9 persen untuk pekuburan (makam), dan sisanya dialokasikan
untuk membangun sarana dan prasarana lembaga pendidikan dan fasilitas
lainnya.
Pemerintah
sendiri telah menegaskan upayanya dalam berperan aktif mendorong pemanfaatan
potensi wakaf produktif untuk pembangunan melalui berbagai produk payung
hukum. Hal tersebut guna memberikan kekuatan hukum dan kejelasan yang
mengatur semua hal tentang perkara wakaf. Sebut saja, undang-undang nomor 41
Tahun 2004, PP No 42 Tahun 2006, serta fatwa MUI tentang wakaf uang
tertanggal 11 Mei 2006.
Selama
ini hambatan utama pembangunan dan pengadaan infrastruktur selalu terbentur
pada pendanaan dan lahan yang selalu bermasalah saat dilakukan pembebasan.
Banyak proyek-proyek pemerintah yang mandek karena terhambat proses
pembebasan lahan, terutama di daerah. Tidak jarang kondisi tersebut justru
memicu aksi-aksi kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh
oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan baik secara
pribadi atau kelompok mereka.
Maka
dari itu, wakaf produktif akan sangat berkorelasi dan akan menjadi solusi
alternatif yang dapat memberikan kontribusi besar apabila wakaf produktif di
maksimalkan sebagai investasi dalam pengadaan infrastruktur. Lagipula, hal
tersebut juga dapat mendatangkan kebaikan di aspek perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat
Melalui
wakaf produktif, secara tidak langsung masyarakat telah diajak untuk
berpartisipasi langsung dalam pembangunan negara. Langkah ini, juga mampu
membangkitkan rasa nasionalisme untuk memajukan perekonomian negara. Karena,
semua elemen masyarakat memiliki kesempatan dan hak yang sama tanpa
terkecuali.
Di
samping itu, tidak menutup kemungkinan apabila harmonisasi antara pemerintah
dan masyarakat sudah terjalin, maka pungutan liar (pungli) dan KKN yang
dilakukan oleh oknum mafia tanah penghambat proyek infrastruktur akan hilang
dengan sendirinya. Kenapa, karena wakaf produktif tidak hanya berorientasi
pada materi semata, melainkan sisi religiusitas, ketaatan, dan hubungan
antara Tuhan dan hamba-Nya.
Namun
satu hal yang perlu dicatat bahwa bentuk partisipatif wakaf produktif bukan
hanya dalam bentuk tanah atau lahan saja. Semua benda, barang atau apapun
yang dapat diwakaf-kan, dengan catatan mampu memberikan hasil yang
memakmurkan rakyatnya. Semua itu dapat dijadikan dan dimanfaatkan sebagai
wakaf produktif. Karena itu, wakaf produktif dapat dilakukan oleh siapa saja
tanpa terkecuali, bukan hanya orang yang hanya memiliki tanah tetapi harta
benda lainnya.
Menghadapi tantangan
dan persaingan perekonomian global di tahun 2013, upaya untuk mendongkrak pengadaan
infrastruktur sudah menjadi hal mutlak yang tak dapat ditolerir lagi. Jika
hanya bertumpu pada pembiayaan APBN, ada rasa pesimis atas kemampuan
pemerintah sendiri untuk mencapai target pembangunan infrastruktur itu.
Oleh karenanya, akan
menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk mencapai tujuan itu agar
melibatkan masyarakat dalam pengadaan infrastruktur melalui wakaf produktif
tersebut. Hal ini mengingat kemajuan negara bukan hanya milik pemerintahan
saja, melainkan juga milik rakyatnya yang punya potensi, khususnya wakaf
produktif untuk infrastruktur. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar