Selasa, 15 Januari 2013

Status Ekonomi Petani


Status Ekonomi Petani
Aunur Rofiq ;  Ketua DPP PPP Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan,
Praktisi Bisnis Pertambangan dan Perkebunan   
REPUBLIKA, 14 Januari 2013



Pada 2 Januari 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data kemiskinan terbaru di negara kita. Menurut BPS, penduduk miskin per September 2012 mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen), menurun dibanding Maret 2012 yang tercatat 29,13 juta orang (11,96 persen). Atau, terjadi penurunan sebesar 0,54 juta atau 540 ribu orang. 

Apakah pengurangan jumlah pen- duduk miskin tersebut sebagai pertanda bahwa pembangunan ekonomi yang berjalan telah benar-benar dinikmati oleh penduduk miskin? Jika kita cermati laporan BPS, terjadinya penurunan angka kemiskinan karena sejumlah faktor, yakni penurunan inflasi sebesar 2,59 persen dan harga beras yang stabil. 

Faktor inflasi dan harga beras ini sangat terasa bagi penduduk miskin di perdesaan. Itulah sebabnya, membaiknya inflasi dan stabilitas harga beras sangat membantu mengurangi jumlah rakyat miskin di perdesaan. Karena, selama ini penduduk desa hidupnya sangat bergantung pada beras. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemiskinan kita sangat rentan terhadap kenaikan harga barang (inflasi) dan kenaikan harga beras. 

Masih menurut laporan BPS, penurunan jumlah penduduk miskin saat ini lebih banyak terjadi di desa yang berkurang hingga 400 ribu orang atau dari 18,48 juta orang pada Maret 2012 menjadi 18,08 juta orang pada September 2012. Sementara, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan hanya berkurang sebesar 140 ribu orang atau dari 10,65 juta orang pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012. 

Dalam menghitung angka kemiskinan, BPS menggunakan dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan, yang dilakukan secara terpisah untuk desa dan kota. Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita per hari yang diwakili oleh 52 jenis komoditas bahan makanan. Garis 
Kemiskinan Bukan Makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan keseharian yang diwakili 51 jenis komoditas bahan kebutuhan dasar nonmakanan di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.

Angka-angka tersebut hanya menghitung mereka yang masuk kategori miskin absolut diukur dari pengeluaran. Menarik sekali bahwa pengeluaran yang disetarakan 2.100 kalori per kapita per hari ini masih tergolong rendah karena hanya sekitar satu dolar AS. 

Belitan Kemiskinan

Dengan memperhatikan distribusi kemiskinan terbesar masih di perdesaan dan sebagian besar dari kelompok ini adalah petani pangan maka sektor pertanian berperan penting dalam ikut mengatasi masalah kemiskinan. Studi Asian Development Bank (ADB) tahun 2009 menunjukkan bahwa 82 persen pekerja miskin kini berada di perdesaan dengan 66 persennya terkait pertanian. Untuk itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani sehingga petani memiliki ruang untuk berproduksi dengan lebih leluasa. Pemerintah perlu memberikan insentif agar petani tetap bergairah menanam padi sekaligus meminta kepada pemerintah agar harga pembelian pemerintah (HPP) bisa dinaikkan. 

Keberpihakan ini diharapkan akan mampu mendorong pula peningkatan produktivitas pekerja pertanian setara dengan peningkatan produktivitas dan kelayakan upah karyawan. Dengan kepemilikan lahan petani di Indonesia rata- rata hanya 0,3 hektare (ha), membuat mereka sulit meningkatkan pendapatan (kesejahteraan) jika hanya mengandalkan hasil dari tanaman pangan. 

Data BPS memperkuat hal itu. Sejak 2004 sampai 2010, nilai tukar petani riil cenderung di bawah 100, artinya nilai tukar petani tersebut setelah tergerus oleh inflasi maka daya beli petani cenderung rendah. Jika mengacu nilai tukar petani terbaru, Agustus 2012 yang dikeluarkan BPS, yakni sebesar 105,26 sebelum dikurangi inflasi, kenaikan nilai tukar petani belum signifikan.

Insentif bagi petani bisa dialokasikan dari reorientasi pemberian subsidi BBM kepada sektor yang lebih produktif dan berdimensi jangka panjang, yakni mengalokasikan sebagian subsidi BBM untuk petani pangan (padi). Caranya dengan memberikan insentif untuk membeli gabah kering giling di atas harga pembelian pemerintah (HPP). 

Dengan demikian, ada insentif atau tambahan profit sehingga diharapkan dapat menambah keekonomian dan petani bisa keluar dari jerat kemiskinan. Juga terdapat rangsangan pada petani untuk makin bergairah menanam padi karena keekonomian usaha tersebut menjadi menarik.

Asumsikan pada tahun pertama akan terserap 70 juta ton gabah kering giling, pada tahun kedua meningkat menjadi 75 juta ton, dan tahun ketiga menjadi 80 juta ton. Sehingga, total subsidi pembelian gabah petani sebesar Rp 225 triliun dalam tiga tahun atau rata rata Rp 75 triliun per tahun. Manfaat jangka panjang bisa diraih, yakni swasembada beras dan bahkan dalam tiga tahun bisa surplus dan pengentasan kemiskinan kurang lebih 14 juta orang dalam tiga tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar