Status Ekonomi
Petani
Aunur Rofiq ; Ketua DPP PPP Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan,
Praktisi Bisnis Pertambangan dan Perkebunan
|
REPUBLIKA,
14 Januari 2013
Pada 2 Januari 2013,
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data kemiskinan terbaru di negara
kita. Menurut BPS, penduduk miskin per September 2012 mencapai 28,59 juta
orang (11,66 persen), menurun dibanding Maret 2012 yang tercatat 29,13 juta
orang (11,96 persen). Atau, terjadi penurunan sebesar 0,54 juta atau 540 ribu
orang.
Apakah pengurangan
jumlah pen- duduk miskin tersebut sebagai pertanda bahwa pembangunan ekonomi
yang berjalan telah benar-benar dinikmati oleh penduduk miskin? Jika kita
cermati laporan BPS, terjadinya penurunan angka kemiskinan karena sejumlah
faktor, yakni penurunan inflasi sebesar 2,59 persen dan harga beras yang
stabil.
Faktor inflasi dan
harga beras ini sangat terasa bagi penduduk miskin di perdesaan. Itulah
sebabnya, membaiknya inflasi dan stabilitas harga beras sangat membantu
mengurangi jumlah rakyat miskin di perdesaan. Karena, selama ini penduduk
desa hidupnya sangat bergantung pada beras. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kemiskinan kita sangat rentan terhadap kenaikan harga barang (inflasi) dan
kenaikan harga beras.
Masih menurut laporan
BPS, penurunan jumlah penduduk miskin saat ini lebih banyak terjadi di desa
yang berkurang hingga 400 ribu orang atau dari 18,48 juta orang pada Maret
2012 menjadi 18,08 juta orang pada September 2012. Sementara, jumlah penduduk
miskin di daerah perkotaan hanya berkurang sebesar 140 ribu orang atau dari
10,65 juta orang pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September
2012.
Dalam menghitung angka
kemiskinan, BPS menggunakan dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan dan
Garis Kemiskinan Bukan Makanan, yang dilakukan secara terpisah untuk desa dan
kota. Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita per hari yang
diwakili oleh 52 jenis komoditas bahan makanan. Garis
Kemiskinan Bukan
Makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan
keseharian yang diwakili 51 jenis komoditas bahan kebutuhan dasar nonmakanan
di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.
Angka-angka tersebut
hanya menghitung mereka yang masuk kategori miskin absolut diukur dari
pengeluaran. Menarik sekali bahwa pengeluaran yang disetarakan 2.100
kalori per kapita per hari ini masih tergolong rendah karena hanya sekitar
satu dolar AS.
Belitan Kemiskinan
Dengan memperhatikan
distribusi kemiskinan terbesar masih di perdesaan dan sebagian besar dari
kelompok ini adalah petani pangan maka sektor pertanian berperan penting
dalam ikut mengatasi masalah kemiskinan. Studi Asian Development Bank (ADB) tahun 2009 menunjukkan bahwa 82
persen pekerja miskin kini berada di perdesaan dengan 66 persennya terkait
pertanian. Untuk itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani
sehingga petani memiliki ruang untuk berproduksi dengan lebih leluasa. Pemerintah
perlu memberikan insentif agar petani tetap bergairah menanam padi sekaligus
meminta kepada pemerintah agar harga pembelian pemerintah (HPP) bisa
dinaikkan.
Keberpihakan ini
diharapkan akan mampu mendorong pula peningkatan produktivitas pekerja
pertanian setara dengan peningkatan produktivitas dan kelayakan upah
karyawan. Dengan kepemilikan lahan petani di Indonesia rata- rata hanya 0,3
hektare (ha), membuat mereka sulit meningkatkan pendapatan (kesejahteraan)
jika hanya mengandalkan hasil dari tanaman pangan.
Data BPS memperkuat
hal itu. Sejak 2004 sampai 2010, nilai tukar petani riil cenderung di bawah
100, artinya nilai tukar petani tersebut setelah tergerus oleh inflasi maka
daya beli petani cenderung rendah. Jika mengacu nilai tukar petani terbaru,
Agustus 2012 yang dikeluarkan BPS, yakni sebesar 105,26 sebelum dikurangi
inflasi, kenaikan nilai tukar petani belum signifikan.
Insentif bagi petani
bisa dialokasikan dari reorientasi pemberian subsidi BBM kepada sektor yang
lebih produktif dan berdimensi jangka panjang, yakni mengalokasikan sebagian
subsidi BBM untuk petani pangan (padi). Caranya dengan memberikan insentif
untuk membeli gabah kering giling di atas harga pembelian pemerintah
(HPP).
Dengan demikian, ada insentif atau tambahan profit sehingga
diharapkan dapat menambah keekonomian dan petani bisa keluar dari jerat
kemiskinan. Juga terdapat rangsangan pada petani untuk makin bergairah
menanam padi karena keekonomian usaha tersebut menjadi menarik.
Asumsikan pada tahun
pertama akan terserap 70 juta ton gabah kering giling, pada tahun kedua
meningkat menjadi 75 juta ton, dan tahun ketiga menjadi 80 juta ton.
Sehingga, total subsidi pembelian gabah petani sebesar Rp 225 triliun dalam
tiga tahun atau rata rata Rp 75 triliun per tahun. Manfaat jangka panjang
bisa diraih, yakni swasembada beras dan bahkan dalam tiga tahun bisa surplus
dan pengentasan kemiskinan kurang lebih 14 juta orang dalam tiga tahun. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar