Rabu, 16 Januari 2013

Salah Kaprah Menghadapi Flu Burung


Salah Kaprah Menghadapi Flu Burung
Mangku Sitepoe ;  Anggota PDHI dan IDI,
Mantan Anggota Tim Ahli Flu burung di BPK
SINAR HARAPAN, 15 Januari 2013



Flu burung di Indonesia sudah bersifat zoonosis. Flu burung dijumpai pertama sekali di Italia pada tahun 1878, ditularkan hanya antar-unggas saja. Kemudian pada tahun 1997 di Hong Kong, flu burung dengan virus H5N1 ditularkan dari unggas ke manusia jadilah virus H5N1 bersifat zoonosis.

Zoonosis adalah penyakit dari hewan ditularkan ke manusia dan sebaliknya. Untuk menjadi zoonosis di dunia internasional memerlukan waktu 119 tahun, yaitu 1878-1997. Penyakit flu burung di Indonesia pada unggas pertama sekali terjadi pada Agustus 2003, sedangkan pada manusia dijumpai pada Juli 2005 atau dalam kurun waktu 23 bulan telah menjadi zoonosis.

Penyebab flu burung di Indonesia adalah jenis virus Orthomyxoviridea tipe A subtipe H5N1 clade 2.1.2 dan 2.1.3 yang telah bersifat zoonosis, yang menyerang ayam, bebek, angsa dan puyuh serta manusia.

Adapun flu burung menyerang bebek mulai September 2012 berbeda dengan virus penyebab: subtipe H5N1 clade 2.3.2., yang masih ditularkan antarbebek saja dan belum ditularkan ke unggas lainnya juga belum ditularkan ke manusia. Dengan kata lain belum bersifat zoonosis di Indonesia.

Perjalanan Virus H5N1 Zoonosis

Penyakit flu burung di Indonesia pada unggas pertama dijumpai pada Agustus 2003 di Pekalongan. Sampai awal 2005, telah 10 juta ekor unggas yang diserang di delapan provinsi.

Otoritas Veteriner melalui Menteri Pertanian melalui SK No 96/Kpts/PD.620/2/2004 menetapkan penyakit flu burung pada unggas berstatus wabah di delapan provinsi di Indonesia.

Sayangnya Menteri Pertanian kemudian membatalkan peran Otoritas Veteriner melalui SK No 413/Kpts/TD.160/11/2005 pada 22 November 2005 sehingga pada penanggulangan flu burung pada unggas atau pada hewan di Indonesia tidak memiliki payung hukum yang kuat. Ini menimbulkan berbagai kontroversi dalam penanggulangan penyakit flu burung pada unggas di Indonesia.

Sampai awal 2012, penyakit flu burung telah mewabah di 31 provinsi dari delapan provinsi pada 2004. Penyakit ini telah menelan korban puluhan juta ekor unggas, yaitu ayam, bebek, angsa, dan puyuh. Namun, angka kematian tidak dilaporkan.

Flu burung pada bebek di Indonesia di luar dugaan, yang dimulai pada September 2012. Kompas edisi 11 Desember 2012 menyatakan bahwa telah 320.000 ekor bebek mati disebabkan virus H5N1 subclade 2.3.2. Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian melaporkan sampai 16 Desember 2012 terdapat 85.911 ekor bebek mati di 29 kabupaten/kodya di Pulau Jawa dengan virus H5N1 clade 2.3.2.

Virus H5N1 yang hidup pada bebek di Indonesia saat ini dijumpai ada dua clade, yaitu H5N1 clade 2.1.2 yang hidup baik pada bebek (dan unggas lainnya) dan juga hidup pada manusia. Adapun H5N1 clade 2.3.2 yang hanya hidup pada bebek saja belum dijumpai pada unggas lainnya dan juga belum ditularkan ke manusia.

Virus ini Indonesia belum bersifat zoonosis, tetapi di Korea Selatan, China, dan Banglades telah dijumpai virus H5N1 clade 2.3. 2 yang juga menyerang manusia sehingga sudah bersifat zoonosis. Virus H5N1 clade 2.3.2 berpotensi menjadi zoonosis di Indonesia. Menjadi pertanyaan apakah clade H5N1 clade 2.3.2 berasal dari luar negeri atau hasil mutasi di dalam negeri.

Widiasmara, virolog dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, 26 Desember 2012, mengungkapkan kemungkinan penyebaran virus H5N1 clade 2.3.2 dari China melalui bebek liar yang singgah pada daerah pantai utara Pulau Jawa daerah pertama terjadi kasus fu burung di Indonesia, yaitu Brebes. Kemungkinan lain dapat juga melalui impor doc (kutuk) bebek, bebek hidup, maupun daging bebek serta bulu bebek untuk pembuatan kok bulu tangkis.

Antisipasi pada Bebek

Kala virus H5N1 clade 2.3.2 atau varian baru menyebabkan ribuan ekor bebek mati di 29 kabupaten/kodya di Indonesia, seharusnya Otoritas Veteriner menetapkan bahwa penyakit flu burung pada bebek di Indonesia telah mewabah sebagai aspek epidemiologis. Diberlakukannya UU Penanggulangan Penyakit Menular pada hewan (Staatsblad 1912 No 432 Pasal 7, sayang telah dicabut UU No 18 Tahun 2009 Pasal 98 Ayat 2a) sebagai aspek legal.

Dengan demikian penanggulangan flu burung pada bebek di Indonesia memiliki payung hukum. Otoritas Veteriner juga memiliki hak prerogatif melaksanakan penanggulangan flu burung pada bebek di Indonesia.

Namun dalam kenyataannya, Otoritas Veteriner telah sirna serta Staatsblad 1912 No 432 Pasal 7 telah dicabut. Di luar negeri, H5N1 clade 2.3.2 telah menyerang manusia, dan di Indonesia memiliki potensi untuk menyerang manusia.

Antisipasi flu burung pada bebek yang akan menyerang manusia di Indonesia hingga saat ini masih berstatus KLB flu burung dari aspek epidemiologis dan masih berlaku UU No 4 Tahun 1984 serta UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Masih berlaku dari aspek legal MenteriKesehatan masih memiliki hak prerogatif menanggulangi flu burung di Indonesia. Beberapa langkah menanggulangi flu burung di Indonesia:
·         Laksanakan Piagam Kerja Sama antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian Kesehatan No 226.9a/DDI/72 dan No 601/XIV/Piagam E pada 9 Agustus 1972. Sesuai dengan WHO, FAO, dan OIE dalam menghadapi emerging and re-emerging disease: One World One Health dimanifestasikan synergism animal health and human health. Kementerian Kesehatan menggerakkan fund and forces untuk membantu Kementerian Pertanian. Itu karena Kementerian Pertanian kehilangan payung hukum dalam menanggulangi wabah penyakit flu burung di Indonesia.
·         Larangan importasi unggas hidup maupun produk unggas dari negara-negara diperkirakan masih tertular virus H5N1.
·         Adakan pengawasan terhadap importasi dan perpindahan unggas hidup maupun produk unggas dari negara atau daerah tertular virus H5N1.
·         Intensifkan pemeriksaan pada masyarakat yang berhubungan dengan penderita atau bangkai bebek yang mati disebabkan virus H5N1.
·         Adakan depopulasi pada daerah-daerah tertular dengan kompensasi.
·         Adakan vaksinasi pada bebek dengan seed virus H5N1 clade 2.3. yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri (Nidom Ch, 2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar