Kamis, 03 Januari 2013

Prospek Suram Pencalonan Aburizal Bakrie


Prospek Suram Pencalonan Aburizal Bakrie
Bawono Kumoro ; Peneliti Politik di The Habibie Center
SINAR HARAPAN,  02 Januari 2013

  

Partai Golkar telah menetapkan Ketua Umum Aburizal Bakrie sebagai calon presiden (capres) pada pemilihan presiden (pilpres) tahun 2014. Pengukuhan itu berlangsung dalam forum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III Partai Golkar beberapa waktu lalu.

Meskipun menjadi tokoh pertama yang telah secara resmi mendeklarasikan diri sebagai capres, hal itu tidak otomatis dapat menjamin jalan Ical–sapaan akrab Aburizal Bakrie– menuju kursi kepresidenan mulus tanpa kerikil tajam sedikit pun. Kerikil tajam itu tidak lain berupa resistensi sejumlah tokoh senior partai berlambang pohon beringin tersebut.

Salah satu tokoh senior paling lantang mengkritik pencalonan Ical sebagai capres Partai Golkar adalah Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung. Dua tokoh itu kini tidak lagi seiring jalan sebagaimana dulu saat menyingkirkan Surya Paloh dalam musyawarah nasional tahun 2009.

Hal utama dari keretakan itu tidak lain akibat perselisihan pandangan mengenai kontestasi pilpres tahun 2014. Akbar Tandjung meminta DPP Partai Golkar untuk mengevaluasi pencalonan Ical. Permintaan itu didasarkan atas pertimbangan tingkat popularitas Ical yang tidak kunjung naik secara signifikan.

Bahkan, Ical tidak masuk dalam jajaran capres dengan peringkat terbaik hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengenai kualitas personal capres. Sebagaimana diketahui bersama LSI telah merilis hasil survei mengenai kualitas personal capres. Survei itu menggunakan 223 opinion leader sebagai responden di mana ada lima tolak ukur penilaian dengan skor 1-100.

Lima tolok ukur penilaian itu adalah kemampuan capres satu dalam kata dan perbuatan, pernah atau tidak melakukan atau diopinikan melakukan korupsi kolusi nepotisme, pernah atau tidak melakukan atau diopinikan atas tindak kriminal serta kemampuan memimpin negara dan pemerintahan.

Selain menghadapi hadangan dari lingkungan internal partai, Ical juga dihadapkan pada resistensi-resistensi eksternal dari publik. Ada dua kasus yang menajdi sebab utama dari munculnya resistensi eksternal terhadap ambisi Ical untuk maju dalam pemilihan presiden tahun 2014.

Pertama, bencana luapan Lumpur Lapindo. Bencana luapan lumpur yang menimpa Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur itu terjadi akibat kesalahan pengeboran yang dilakukan PT Lapindo Brantas. PT Lapindo Brantas merupakan salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk oleh BP Migas untuk mengebor minyak dan gas bumi.

Saham PT Lapindo Brantas dimiliki secara penuh atau 100 persen oleh PT Energi Mega Persada. PT Energi Mega Persada sebagai pemilik saham mayoritas PT Lapindo Brantas merupakan anak perusahaan kelompok usaha Bakrie.

Kedua, kasus skandal tunggakan pajak. Selain bencana luapan lumpur Lapindo, Ical juga berpotensi tersandung skandal tunggakan pajak yang dilakukan kelompok usaha Bakrie, yaitu PT Kaltim Prima Coal, PT Bumi Resources, dan PT Arutmin. Di berbagai kesempatan persidangan, terdakwa Gayus Tambunan berulang kali mengungkapkan kelompok usaha Bakrie memberikan uang Rp 100 miliar kepada dirinya guna memperlancar urusan tunggakan pajak.

Popularitas

Ical memang memiliki modal mumpuni berupa kendaraan politik sekelas Partai Golkar. Namun, modal kendaraan politik saja tidak cukup untuk memenangkan kontestasi pilpres tahun 2014. Apalagi saat ini Ical tengah menghadapi hadangan serius dari lingkungan internal Partai Golkar.

Patut diingat, di era pemilihan presiden secara langsung seperti saat ini tingkat popularitas seorang kandidat juga memainkan peran penting dalam menentukan hasil akhir dari sebuah kontestasi pemilihan presiden secara langsung. Jika seorang kandidat memiliki tingkat popularitas yang tinggi di mata publik, hampir dapat dipastikan ia memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi pula.

Fenomena kemunculan Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi bukti konkret hal itu. Selain masalah popularitas seorang capres mutlak juga harus disukai oleh para calon pemilih. Mungkin saja sebagian besar masyarakat mengenal nama Ical, tetapi yang menjadi pertanyaan kemudian apakah pengenalan publik terhadap Ical berada dalam konteks citra positif atau citra negatif? Di tingkat ini Ical akan kembali menemukan hambatan serius.

Satu tahun belakangan ini Ical terlihat giat melakukan perbaikan pencitraan diri melalui program Partai Golkar "Bersama Bangkitkan Usaha Kecil dari Aceh sampai Papua." Program ini meliputi kursus dan pelatihan pengembangan usaha, pendampingan usaha, dan insentif untuk pengembangan usaha. Suatu pelatihan kepada para pelaku usaha kecil untuk mengembangkan usaha agar mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.

Memang, sepintas terdengar sungguh mulia misi dari program tersebut. Namun, publik tentu juga akan kritis melakukan penilaian, untuk apa Ical menggulirkan program bernapas ekonomi kerakyatan tersebut bila ribuan warga Porong Sidoarjo yang menjadi korban bencana luapan lumpur Lapindo masih terus telantar hingga kini? Akan jauh lebih baik jika Ical memprioritaskan bantuan terhadap mereka ketimbang sekadar melakukan pencitraan politik melalui program tersebut.

Elektabilitas

Satu pelajaran penting bagi para tokoh yang ingin ambil bagian dalam kontestasi pilpres tahun 2014 adalah keharusan memerhatikan penilaian publik terhadap diri mereka. Tingkat popularitas dan kesukaan akan memengaruhi tingkat elektabilitas seorang kandidat.

Jika tingkat popularitas seorang kandidat anjlok, tentu sangat sulit untuk mendongkrak tingkat elektabilitas kandidat bersangkutan. Dukungan politik mumpuni dari partai politik tidak lagi menjadi faktor penentu bagi kemenangan seorang kandidat dalam era pemilihan langsung seperti saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar