Kamis, 10 Januari 2013

Prospek Pemilu 2014


Prospek Pemilu 2014
Suyatno ;   Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Terbuka,
Alumnus Pascasarjana Jurusan Ilmu Politik UGM
MEDIA INDONESIA,  10 Januari 2013



DITETAPKANNYA 10 partai politik lolos verifikasi faktual KPU mendatangkan sejumlah implikasi pada Pemilu 2014. Dari 10 parpol, hanya satu parpol baru yang lolos, sembilan sisanya merupakan parpol lama yang sebelumnya memiliki wakil di DPR, memunculkan dua hal yang kontradiktif. Di satu sisi pemilu membutuhkan kesederhanaan sistem dan proses pemilihan.

Di sisi lain, kebebasan penyaluran aspirasi rakyat harus mendapatkan ruang yang semestinya, termasuk mendirikan parpol. Jumlah parpol kali ini turun sejumlah 24 dari 34 pada Pemilu 2009. Lantas sejauh mana perubahan itu akan berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemilu di negara kita? Bagaimana pula pengaruhnya kepada para pemilih dalam memberikan suara dalam pesta demokrasi lima tahunan itu?

Penyambung Lidah Rakyat

Partai politik seharusnya merupakan penyalur berbagai kepentingan rakyat. Karenanya, ia terus-menerus membangun komunikasi dialogis sehingga lebih memahami berbagai kepentingan masyarakat luas. Kemampuan partai politik dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat luas tersebut merupakan sumber daya dan kekuatan partai bahkan sekaligus merupakan komitmen moral semua organisasi sosial dan politik.

Kekuatan moral karena rakyat adalah sekelompok orang yang tak memiliki akses kekuasaan pada lembaga politik formal sehingga setiap parpol secara moral harus menempatkan kepentingan masyarakat sebagai komitmen perjuangan mereka. Yang lebih penting ialah seberapa serius partai tersebut berusaha untuk melakukan peran sebagai mediator bahkan merepresentasikan kepentingan masyarakat. Tidak terbatas pada lingkup pendukung mereka, tetapi rakyat secara keseluruhan.

Partisipasi merupakan ide dasar bagi terbentuknya apa yang dinamakan partai politik. Keberadaan mereka di dunia ini sebagai media bagi rakyat agar kepentingannya bisa ditampung dan didengar sistem politik. Saluran itu merupakan jalur formal agar m aspirasi masyarakat dapat tersalurkan. Dalam konteks itulah kepentingan masyarakat berbicara karena kepentingan rakyatlah partai itu ada.

Tidak mengherankan bila kemudian partai berusaha agar dapat mengikuti pemilu dan menjalankan programprogram dan tujuan mereka dengan cara memperoleh kekuasaan politik dan memenangi jabatan politiknya. Partai akan selalu berusaha agar kader mereka dapat ditempatkan ke dalam jabatan pemerintahan untuk merealisasikan kebijakan partai. Meraih kekuasaan itulah yang sering kali lebih banyak menjadi perhatian utama partai politik.

Dari sini muncul seolaholah ada dua kepentingan sekaligus ketika partai politik menjalankan peran. Di satu sisi terdapat kepentingan rakyat untuk ikut terlibat dalam menentukan berjalannya sistem politik harus disalurkan secara wajar. Di sisi lain, partai politik memiliki kepentingan untuk memenangi kekuasaan untuk bisa menerjemahkan programprogramnya.

Dua kepentingan itu bisa jadi mengalami kesenjangan sebagai akibat parpol terlena untuk berusaha meraih dan mempertahankan kekuasaan. Padahal itu tidak akan terjadi bila semua parpol yang ada mengandalkan dukungan dari rakyat untuk memperoleh legitimasi kekuasaannya.

Pengaruh elite partai yang dominan dalam persaingan yang terjadi selama ini lebih disebabkan parpol-parpol tidak menggunakan dukungan rakyat sebagai pertimbangan utama meraih kekuasaan. Sistem rekrutmen dan perwakilan tidak mendukung tersalurkannya aspirasi secara representatif. Kompromi yang sering terjadi tidak berorientasi kepada terakomodasikannya kepentingan rakyat banyak. Yang terjadi lebih pada pembagian kue kekuasaan di antara kekuatan dan elite politik.

Perubahan Mekanisme

Dalam memahami sistem pemilu sebenarnya ada yang harus dibedakan antara sistem pemilihan dan mekanisme pemilihan. Sistem pemilihan merupakan aturan bagaimana pemilu dijalankan serta distribusi hasil pemilihan umum.
Proses pemilihan adalah mekanisme pemilu seperti penentuan calon, cara berkampanye, pendaftaran pemilih, pelaksanaan pemungutan suara, dan penghitungan hasil pemilu.

Selama Orde Baru aturan main (mekanisme) itu dibuat sangat tidak terbuka dalam bentuk kebijakan floating mass dan fusi partai yang dilakukan dengan sangat dipaksakan. Karena pemerintah Orde Baru berkeras untuk segera melaksanakan pembangunan ekonomi dengan stabilitas politik sebagai landasan, partai-partai nonpemerintah tidak berdaya untuk bersaing secara terbuka dan menghasilkan single majority dalam jangka waktu yang panjang.

Apa pun sistem yang akan kita pilih, apakah distrik atau proporsional bahkan campuran, harus diikuti perubahan mekanisme pemilihan secara mendasar. Harus ada komitmen untuk melaksanakan pemilihan yang seimbang, dengan semua partai mempunyai kesempatan untuk berkompetisi secara seimbang.

Pengaruh jumlah parpol terhadap mekanisme Pemilu 2014 pada pemilih tampak pada dipakainya sistem semidistrik. Di sini pemilih akan memilih gambar partai dan kemudian memilih gambar calon yang dicantumkan di bawahnya. Hal itu sangat berbeda dengan cara sebelum reformasi yang hanya mencoblos tanda gambar partai.

Namun, berkurangnya jumlah parpol akan mengurangi kendala bagi para pemilih di 2014. Banyaknya tanda gambar partai ditambah dengan daftar calon dari tiap kontestan pemilu menjadi lebih sedikit. Waktu yang dibutuhkan seorang pemilih untuk memberikan suaranya menjadi lebih singkat. Pemilih lebih leluasa mencari dulu gambar partai yang mau dipilih baru kemudian mencari siapa calon dari partai itu untuk dipilih menjadi anggota DPR. Demikian pula untuk DPRD I dan DPRD II.
Modal Aspirasi
Partai politik di negara kita ternyata cukup berpengalaman dalam peranan mengantarkan kader-kader mereka mengisi keanggotaan lembaga perwakilan. Demikian juga dalam menempatkan wakil-wakil mereka menduduki kekuasaan elite pemerintahan. Namun, yang belum dan patut diperjuangkan ialah meningkatkan peranan untuk benar-benar menjadi penyalur kepentingan rakyat banyak.
Di masa mendatang rakyat akan lebih cerdas dalam memberikan pilihan dan penilaian politik. Partai di masa depan tidak cukup hanya mampu memenangi pemilu dan meraih kekuasaan, tetapi juga mampu merepresentasikan kepentingan rakyat dan pemilihnya. Partai yang biasa menyampaikan janji-janji manis di saat kampanye pemilu, tetapi sesudahnya dilupakan secara sepihak oleh parpol lambat laun akan ditinggalkan oleh rakyat.

Partai harus berusaha keras menjadi pembela kepentingan rakyat. Imbalannya mereka berhak meraih sejumlah kekuasaan politik. Karena itu, pengurus parpol harus pandai mengelola partainya dengan pemikiran dasar seperti itu. Bagi rakyat, yang terpenting ialah tuntutannya didengar dan mendapat tanggapan dari sistem politik yang ada. Dengan begitu, kesan yang muncul ialah partai politik memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat sehingga keberadaannya memang sangat diperlukan.

Dalam membangun demokrasi di Indonesia, partai politik merupakan salah satu kebutuhan. Namun, partai politik yang diperlukan ialah yang mampu menjadi wahana keterlibatan rakyat dalam berpolitik karena itulah roh dari sistem yang dinamakan demokrasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar