Perlukah Mobil
Listrik?
Teddy Lesmana ; Peneliti
Pusat Penelitian Ekonomi LIPI
|
REPUBLIKA,
11 Januari 2013
Belakangan ini muncul
euforia mengenai mobil listrik di jagad publik kita. Bahkan, Menteri Negara
BUMN sendiri mempromosikan mobil listrik Tucuxi dan sempat mengalami kecelakaan
beberapa waktu yang lalu. Pemerintah sendiri menargetkan, produksi mobil
listrik secara massal mencapai 10 ribu unit pada 2014.
Wacana dan fenomena
mobil listrik ini sebenarnya mengemuka tak lama setelah isu kenaikan harga
BBM yang sedianya diberlakukan pada awal April 2012 yang lalu. Saat itu juga
muncul gagasan untuk memasyarakatkan penggunaan bahan bakar gas (BBG).
Pemunculan mobil listrik ini seakan menjadi jawaban di tengah beban subsidi
dan konsumsi BBM yang semakin meningkat.
Apalagi, isu mengenai
pemanasan global akibat emisi karbon yang kian massif, seakan mengamini
perlunya kehadiran mobil listrik di jagad transportasi kita. Pertanyaan
selanjutnya, seberapa siapkah dan bagaimana seharusnya kita menyikapi wacana
mobil listrik ini?
Mobil listrik ini
sebenarnya bukan barang baru. Mobil bertenaga listrik sendiri mulai
dikembangkan sejak pertengahan abad ke-19. Tidak jelas benar siapa sebenarnya
yang memulai teknologi mobil listrik itu. Beberapa sumber menyebutkan, pada
1828, seorang warga Hongaria, Anyos Jedlik, mengembangkan tipe awal motor
listrik yang kemudian digunakan untuk menggerakkan motor.
Di Amerika Serikat
Thomas Davenport mengembangkan motor listrik pertama yang kemudian
diinstalasikan ke dalam model mobil mininya pada 1834. Namun demikian,
perkembangan mobil bertenaga listrik ini tidaklah berlangsung lama sejak
berkembangnya teknologi mobil yang menggunakan internal combustion, memiliki daya dorong lebih kuat, jarak
tempuh yang jauh, dan relatif lebih murah dibanding mobil listrik dalam hal
instalasi baterai dan penyimpanan energi yang efisien.
Memang ada sejumlah
kemanfaatan kemasyarakatan (societal
benefits) penggunaan mobil listrik jika dibandingkan dengan mobil
berbahan bakar minyak (Conrad , 2011). Pertama, penggunaan energi listrik
yang berasal dari penggerak tenaga listrik domestik akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Kedua, berkurangnya polusi udara. Ketiga, mengurangi tingkat kebisingan.
Keempat, penggunaan infrastruktur ke listrikan secara intensif akan meng
optimalkan nilai guna yang dapat di per oleh dari infrastruktur kelistrikan
tersebut. Kelima, potensi untuk mengurangi biaya integrasi listrik yang
terbarukan.
Namun demikian, di
sisi lain, sejumlah potensi biaya sosial yang muncul dari penggunaan mobil
bertenaga listrik ketika biaya per unit (unit
cost)-nya semakin murah, antara lain, pertama, meningkatnya kemacetan
lalu-lintas. Penggunaan mobil listrik tentu akan semakin menambah kepadatan
lalu lintas, apalagi di tengah era budaya bermobil (car culture) yang masih masif ini. Kedua, polusi. Hal ini
terjadi ketika "perebutan" pengggunaan sumber daya listrik antara
mobil dan alat-alat lainnya. Tenaga listrik yang sedianya bisa digunakan
untuk menggerakan peralatan lain yang dapat mengurangi polusi udara, terpakai
oleh mobil listrik.
Ketiga, meningkatnya
kecelakaan lalu-lintas. Tidak seperti halnya mobil konvensional, mobil
listrik relatif tidak bising sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan. Keempat,
potensi meningkatnya biaya infrastruktur kelistrikan jika teknologi smart charging belum berkembang dengan
baik (Conrad, 2011).
Jika kita melihat
populasi kendaraan bermotor dan kondisi lalu lintas di kota-kota besar di
Indonesia, seperti Jakarta, negeri ini sudah sangat massif dikungkung oleh car culture yang sangat akut.
Berdasarkan data BPS (2010), ada sekitar 76, 9 juta kendaraan bermotor. Di
antara jumlah tersebut mobil penumpang berjumlah sekitar 8,8 juta unit dan
kendaraan bermotor roda dua mendominasi dengan jumlah sekitar 61 juta unit.
Sementara, untuk bus hanya berjumlah sekitar 2, 25 juta unit.
Dengan kondisi
demikian, tampaknya wacana mobil listrik belum tepat diterapkan di Indonesia.
Lebih jauh, Conrad (2011) menyebutkan, jika mobil listrik ingin dipasarkan
secara massal maka teknologi mobil ini harus mampu mengakomodasi juga kepada
para pemilik kendaraan yang hanya menggunakan mobilnya sesekali saja,
termasuk para pengguna mobil listrik yang menggunakannya secara intensif. Sebab,
selama teknologi baterai listriknya masih mahal dan baterai belum mampu
menyimpan energi listrik secara awet, apalagi dalam kondisi BBM yang masih
sangat murah, maka mobil listrik akan kurang ekonomis dibandingkan dengan
kendaraan bermotor konvensional.
Belum lagi, jika kita melihat infastruktur
kelistrikan yang belum sepenuhnya mapan.
Jika mobil listrik ini
menggunakan energi listrik yang berasal dari pembangkit listrik yang masih
menggunakan bahan bakar minyak maka argumentasi bahwa mobil listrik akan
sepenuhnya ramah lingkungan belum kuat. Yang terjadi di sini hanyalah
pengalihan dari BBM yang digunakan oleh mobil pada pembangkit tenaga listrik.
Apabila memang
pemerintah hendak mengembangkan penggunaan energi listrik dalam ranah
transportasi, seyogianya harus ada urutan logika yang konsisten. Mulai dari
strategi dan teknologi di hulu dalam menggerakkan energi listrik yang
harusnya sudah bisa ramah lingkungan dan berkelanjutan sampai pada sisi
hilir, tempat seharusnya transportasi publik yang nyaman dan reliable digerakkan oleh tenaga
listrik yang harusnya diutamakan untuk dikembangkan.
Contoh bagus yang bisa
diambil pelajaran adalah komitmen pemerintah kota San Francisco, yakni moda
transportasi yang umumnya dikenal dengan nama MUNI, yaitu bus dan trem digerakkan
dengan tenaga listrik dan bahkan biodiesel. Jika pemerintah bisa mendorong
pengembangan mobil bertenaga listrik untuk moda transportasi umum, LIPI dan
BPPT telah mengembangkan bus bertenaga listrik yang seyogianya bisa didorong
untuk bisa diproduksi massal seraya mempersiapkan juga infrastruktur pendukung
kelistrikannya.
Jalan-jalan raya sudah
rapat dipenuhi kendaraan yang tak terkontrol pertumbuhannya selama ini.
Dengan kondisi tersebut, mengembangkan mobil listrik yang digunakan untuk
kendaraan pribadi saat ini bukanlah solusi yang tepat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar