Pemerintahan
Federal
Mochtar Naim ; Sosiolog
|
KOMPAS,
07 Januari 2013
Melihat gelagat ke masa depan dan prospek
perubahan-perubahan yang akan terjadi, sistem dan struktur pemerintahan Indonesia
yang masih bersifat unitaris NKRI dan terpusat—seperti sekarang ini—tak
mungkin terus dipertahankan. Sekalipun otonomi ke daerah-daerah kabupaten
(bukan provinsi) telah diberikan.
Indonesia ini terlalu luas dan penduduknya
begitu banyak dengan sumber daya alam dan manusianya begitu melimpah. Kondisi
ini menempatkan Indonesia menjadi negara nomor empat terbesar di dunia. Akan
tetapi, ironisnya, bagian terbesar dari rakyatnya tidak menikmati kekayaan
alam yang melimpah tersebut. Kemiskinan masih merajalela dan masih banyak
daerah yang tidak terbangun sebagaimana diharapkan.
Tak Efektif Lagi
Oleh karena itu, tidak mungkin dan tidak
efektif lagi kalau kita masih bertahan dengan sistem dan struktur kenegaraan
sekarang ini, yang sudah arkaik dimakan masa dan melawan arus perkembangan ke
masa depan. Dengan sistem unitaris seperti sekarang, dalam banyak hal, yang
diuntungkan adalah para kapitalis multinasional yang bekerja sama dengan para
konglomerat dalam menggelindingkan roda perekonomian nasional dan dilindungi
oleh para penguasa negara yang suka menembak di atas kuda. Sementara rakyat
yang 200-an juta itu tetap saja jadi obyek di mana bagian terbesarnya
sesungguhnya masih berada di bawah garis kemiskinan.
Dalam negara kesatuan yang sistemnya
terpusat, hierarkis-vertikal—apalagi sentripetal merengkuh pada kepentingan
penguasa negara, bukan sentrifugal untuk mengayomi masyarakat
banyak—penyalahgunaan wewenang dan korupsi, kolusi, dan nepotisme tak
terelakkan. Di negara federal, karena sistem wewenang dibagi habis sampai ke
daerah-daerah, kecenderungan ke arah korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sama
bisa sangat diminimalkan. Sebab, daerah-daerah ingin berlomba membangun
daerah masing-masing. Salah satu tindakan yang dilakukan adalah kontrol
dengan sanksi yang berat dengan akibat jera. Sekurangnya itu yang kita lihat
di negara-negara federal dan kasus sebaliknya terjadi di negara-negara
unitaris-kesatuan di mana pun di dunia ini.
Indonesia sebetulnya pernah memiliki negara
federal, yaitu sejak penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda (27 Desember
1949) sampai 17 Agustus 1950 dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Hanya berjalan kurang dari delapan 8 bulan. Skenario
berdirinya memang terkait dengan situasi sejarah waktu itu sehingga Republik
Indonesia Serikat (RIS) itu segera berubah menjadi NKRI hingga sekarang.
Kebanyakan negara besar di dunia ini, di
mana pun, adalah negara federal. Bukan unitaris—negara kesatuan yang
dikoordinasikan secara terpusat—seperti Indonesia. Negara-negara tersebut
tidak mungkin memilih sistem federal kalau mereka tidak melihat keuntungan
dan atau kelebihan dari sistem federal yang mereka anut.
Secara sederhana, makin besar suatu
negara—dari segi peta-buminya, sumber daya alam dan manusianya—makin
dirasakan perlunya negara itu berbentuk federal. Federalisme berarti kerja
besar itu dibagi dan dipersamakan dengan daerah- daerah, tidak diborong habis
oleh pusat, di mana daerah tinggal melaksanakan seperti yang digariskan dari
dan oleh pusat. Bagaimana berfungsi dan berperannya negara-negara federal itu
lihat saja contoh nyata dari negara-negara federal bersangkutan.
Esensinya adalah bahwa daerah mempunyai
wewenang dan peluang besar untuk membangun dan mengembangkan daerahnya
masing-masing sesuai dengan potensi sumber daya alam dan manusia yang
tersedia. Semua tentu saja juga dengan koordinasi dari pemerintahan federal
di pusat.
Sejauh ini kita tidak melihat dan mendengar
ada negara bagian atau provinsi dalam negara-negara federal itu yang tidak
suka dan mau melepaskan diri, seperti ditakuti di NKRI selama ini kalau
Indonesia berubah menjadi negara federal. Malah yang muncul adalah kebanggaan
karena mereka memiliki peluang yang luas untuk mengembangkan daerahnya
masing-masing sesuai potensi dan keinginan mereka sendiri dan keinginan
bersama.
Rasa persatuan dan kerja sama juga
meningkat di negara berbentuk federal dibanding negara kesatuan, seperti
NKRI, yang selalu dihantui ketakutan kalau-kalau daerah-daerah akan lepas
satu-satu jika bukan dalam bingkai negara kesatuan. Beda antara negara
federal dan NKRI ialah negara federal merupakan negara persatuan, sementara
NKRI—sebagaimana namanya—adalah negara kesatuan.
Hanya Masalah Teknis
Bagaimana kita membagi daerah-daerah di
Indonesia ini dalam konteks negara federal, hal itu hanya masalah teknis.
Tinggal kita musyawarahkan dan sepakati bersama manakala kita telah sepakat
untuk menjadikan NKRI ini menjadi negara federal RI masa depan itu.
Mengingat Indonesia adalah sebuah negara
maritim yang terdiri atas ribuan pulau, bisa saja, misalnya, kita kelompokkan
ke dalam kelompok barat, tengah, dan timur. Artinya, ada tiga kelompok negara
bagian di Indonesia ini, yang di bawahnya masing-masing terdiri atas
provinsi-provinsi seperti sekarang.
Sebenarnya, di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, dan bahkan di Papua selama ini telah ada gerak sinkronisasi
koordinatif secara struktural-fungsional dari kumpulan provinsi yang di
kelompok kepulauan masing-masing. Di zaman Orde Lama dan Orde Baru,
(almarhum) Ir Sutami dan timnya bahkan sudah pernah mendesain empat kelompok
kawasan pembangunan dengan melihat pada jalur pemasaran barang-barang yang
diproduksi ke pasar dunia. Akan tetapi, di bawah Soekarno, kemudian Soeharto,
tentu saja ide ke arah federalisme tidak akan mendapatkan penyalurannya
karena keduanya adalah gembong negara kesatuan dan bukan negara persatuan.
Dari negara kesatuan ke negara persatuan
masa depan kiranya akan menjadi topik bahasan yang akan ramai dan seru di
antara para pemikir politik bangsa untuk dekade-dekade pada abad ke-21 ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar