Selasa, 15 Januari 2013

Menimbang Prospek Pangan


Menimbang Prospek Pangan
Toto Subandriyo ;  Alumnus IPB dan Magister Manajemen Unsoed
SUARA MERDEKA, 14 Januari 2013



PANGAN merupakan kebutuhan dasar paling utama bagi semua orang, sebagaimana Deklarasi Hak Asasi Manusia Tahun 1948 Artikel 11(1). Pada tataran empiris, pemenuhan kebutuhan pangan penduduk menjadi tanggung jawab dan domain negara. Betapa vitalnya pangan bagi masyarakat, oleh karena itu kita tak bisa menyerahkan pengelolaan ketahanan pangan semata-mata kepada mekanisme pasar. Masalah pangan tidak bisa diposisikan sebatas komoditas perdagangan seperti produk manufaktur yang hanya melihat sisi penawaran dan permintaan.

Bagi bangsa kita, pada sebutir beras selain melekat dimensi ekonomi juga melekat berbagai dimensi kehidupan, seperti dimensi spiritual, keadilan, nasionalisme, bahkan dimensi sosial dan politik.

Tahun 2012 yang baru kita tinggalkan, menurut penilaian beberapa kalangan merupakan tahun yang sangat gaduh dari sisi sosial politik. Begitu pula jika melihat dari sisi pangan, tahun yang penuh gejolak.

Hampir sepanjang tahun masalah pangan menyeruak ke permukaan. Dari anomali harga gula yang meroket meski sedang berlangsung musim giling, kelangkaan kedelai yang memicu pemogokan perajin tahu dan tempe, hingga kelangkaan daging sapi yang memicu lon-jakan harga di pasaran hingga sekarang ini.

Salah satu dampak negatif penyerahan masalah pangan ke mekanisme pasar dapat kita lihat dari kasus kelangkaan daging. Tingginya harga daging sapi di pasaran memicu tindakan moral hazard dari oknum tak bertanggung jawab. Belum lama ini masyarakat merasa waswas setelah ditemukan daging sapi dioplos daging babi hutan untuk pembuatan bakso di Jakarta.

Bagaimana prospek pangan negeri ini tahun 2013? Apakah gonjang-ganjing masalah pangan seperti tahun lalu masih mewarnai? Saya menekankan membahas 5 komoditas utama pangan yang menjadi perhatian pemerintah, yaitu beras, kedelai, gula, jagung, dan daging sapi. Pemilihan ini mengingat pemerintah menetapkan komoditas itu sebagai prioritas pencapaian swasembada.

Untuk beras, pemerintah menargetkan swasembada berkelanjutan. Menurut angka ramalan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi nasional 2012 diperkirakan naik 4,87% dibandingkan produksi tahun 2011 sehingga angkanya bisa 69 juta ton gabah kering giling (GKG).

Tahun 2013 pemerintah menargetkan produksi padi nasional 72,06 juta ton GKG. Melihat tantangan ke depan yang makin berat, terutama perubahan iklim yang dipicu pemanasan global dan kemasifan konversi lahan subur, target itu terasa ambisius. Pengalaman 3 tahun terakhir memperkuat kebenaran premis itu. Tahun 2010 Indonesia mengimpor 1,8 juta ton beras, tahun 2011 sebanyak 1,6 juta ton, dan tahun 2012 sebanyak 1 juta ton.

Berdasarkan pengalaman itu, gonjang-ganjing beras diperkirakan masih mewarnai tahun 2013, terlebih ini tahun pemanasan menjelang hajat politik 2014. Sepanjang tahun ini hingga pertengahan 2014 permintaan ’’beras politik’’  meningkat sehingga akan banyak menyedot beras di masyarakat.

Sistem Logistik

Kedelai merupakan komoditas paling krusial di antara 5 komoditas tersebut. Hal ini karena produksi kedelai nasional baru mencukupi 40% kebutuhan domestik. Tahun 2011 produksi kedelai nasional 870 ribu ton, tahun 2012 turun menjadi 779,7 ribu ton. Untuk itu, jauh-jauh hari pemerintah  menurunkan target produksi kedelai 2013 dari 2,2 juta ton menjadi 1,5 juta ton.

Tiap tahun Indonesia mengimpor tidak kurang dari 2 juta ton kedelai. Permasalahan menjadi sangat krusial jika terjadi turbulensi harga di pasar internasional. Tahun lalu misalnya, gejolak harga kedelai di pasar internasional dipicu bencana kekeringan terparah dalam setengah abad terakhir pada sentra produksi kedelai di Midwest, AS. Karena itu pada 2013 kemungkinan terjadi gejolak harga kedelai di dalam negeri masih sangat besar.

Gula tak jauh berbeda dari komoditas lain meski tak separah kedelai. Tahun 2012 pemerintah merevisi target produksi gula tahun 2014, dari 5,7 juta ton menjadi 3,1 juta ton. Mengingat sulitnya mencari tambahan lahan dan revitalisasi industri gula tidak berjalan sesuai harapan, tahun 2013 diperkirakan angka impor gula masih 2 ton. Gejolak harga masih akan terjadi sebelum musim giling dan pada hari-hari besar seperti Lebaran.

Untuk jagung, tahun 2012 terjadi pemecahan rekor harga sepanjang sejarah pembangunan pertanian Indonesia. Harga jagung menembus Rp 3.600 per kilogram. Kondisi itu merupakan insentif yang meng-gembirakan petani jagung yang akan me-ningkatkan gairah mereka untuk budi daya dan meningkatkan produksi. Diharapkan kondusivitas ini mampu mengurangi angka impor sekitar 3 juta ton per tahun.

Harapan cukup besar ditumpukan pada daging sapi. Menurut sensus sapi oleh BPS tahun 2011, populasi sapi nasional 14,82 juta ekor. Jumlah itu memenuhi syarat untuk ketercukupan kebutuhan di dalam negeri. Perma-salahannya, negara kita belum memiliki sistem logistik yang memadai untuk masalah daging sapi. Jangan sampai pemerintah terjebak oleh data populasi sapi yang tersebar di seluruh pelosok negeri sehingga gonjang-ganjing harga daging sapi tahun 2012 terulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar