Menimbang
Prospek Pangan
Toto Subandriyo ; Alumnus IPB dan Magister Manajemen Unsoed
|
SUARA
MERDEKA, 14 Januari 2013
PANGAN
merupakan kebutuhan dasar paling utama bagi semua orang, sebagaimana
Deklarasi Hak Asasi Manusia Tahun 1948 Artikel 11(1). Pada tataran empiris,
pemenuhan kebutuhan pangan penduduk menjadi tanggung jawab dan domain negara.
Betapa vitalnya pangan bagi masyarakat, oleh karena itu kita tak bisa
menyerahkan pengelolaan ketahanan pangan semata-mata kepada mekanisme pasar.
Masalah pangan tidak bisa diposisikan sebatas komoditas perdagangan seperti
produk manufaktur yang hanya melihat sisi penawaran dan permintaan.
Bagi bangsa kita, pada sebutir beras selain
melekat dimensi ekonomi juga melekat berbagai dimensi kehidupan, seperti
dimensi spiritual, keadilan, nasionalisme, bahkan dimensi sosial dan politik.
Tahun 2012 yang baru kita tinggalkan,
menurut penilaian beberapa kalangan merupakan tahun yang sangat gaduh dari
sisi sosial politik. Begitu pula jika melihat dari sisi pangan, tahun yang
penuh gejolak.
Hampir sepanjang tahun masalah pangan
menyeruak ke permukaan. Dari anomali harga gula yang meroket meski sedang
berlangsung musim giling, kelangkaan kedelai yang memicu pemogokan perajin
tahu dan tempe, hingga kelangkaan daging sapi yang memicu lon-jakan harga di
pasaran hingga sekarang ini.
Salah satu dampak negatif penyerahan
masalah pangan ke mekanisme pasar dapat kita lihat dari kasus kelangkaan
daging. Tingginya harga daging sapi di pasaran memicu tindakan moral hazard
dari oknum tak bertanggung jawab. Belum lama ini masyarakat merasa waswas
setelah ditemukan daging sapi dioplos daging babi hutan untuk pembuatan bakso
di Jakarta.
Bagaimana prospek pangan negeri ini tahun
2013? Apakah gonjang-ganjing masalah pangan seperti tahun lalu masih
mewarnai? Saya menekankan membahas 5 komoditas utama pangan yang menjadi
perhatian pemerintah, yaitu beras, kedelai, gula, jagung, dan daging sapi.
Pemilihan ini mengingat pemerintah menetapkan komoditas itu sebagai prioritas
pencapaian swasembada.
Untuk beras, pemerintah menargetkan
swasembada berkelanjutan. Menurut angka ramalan Badan Pusat Statistik (BPS),
produksi padi nasional 2012 diperkirakan naik 4,87% dibandingkan produksi
tahun 2011 sehingga angkanya bisa 69 juta ton gabah kering giling (GKG).
Tahun 2013 pemerintah menargetkan produksi
padi nasional 72,06 juta ton GKG. Melihat tantangan ke depan yang makin
berat, terutama perubahan iklim yang dipicu pemanasan global dan kemasifan
konversi lahan subur, target itu terasa ambisius. Pengalaman 3 tahun terakhir
memperkuat kebenaran premis itu. Tahun 2010 Indonesia mengimpor 1,8 juta ton
beras, tahun 2011 sebanyak 1,6 juta ton, dan tahun 2012 sebanyak 1 juta ton.
Berdasarkan pengalaman itu, gonjang-ganjing
beras diperkirakan masih mewarnai tahun 2013, terlebih ini tahun pemanasan
menjelang hajat politik 2014. Sepanjang tahun ini hingga pertengahan 2014
permintaan ’’beras politik’’ meningkat sehingga akan banyak menyedot
beras di masyarakat.
Sistem Logistik
Kedelai merupakan komoditas paling krusial
di antara 5 komoditas tersebut. Hal ini karena produksi kedelai nasional baru
mencukupi 40% kebutuhan domestik. Tahun 2011 produksi kedelai nasional 870
ribu ton, tahun 2012 turun menjadi 779,7 ribu ton. Untuk itu, jauh-jauh hari
pemerintah menurunkan target produksi kedelai 2013 dari 2,2 juta ton
menjadi 1,5 juta ton.
Tiap tahun Indonesia mengimpor tidak kurang
dari 2 juta ton kedelai. Permasalahan menjadi sangat krusial jika terjadi
turbulensi harga di pasar internasional. Tahun lalu misalnya, gejolak harga
kedelai di pasar internasional dipicu bencana kekeringan terparah dalam
setengah abad terakhir pada sentra produksi kedelai di Midwest, AS. Karena
itu pada 2013 kemungkinan terjadi gejolak harga kedelai di dalam negeri masih
sangat besar.
Gula tak jauh berbeda dari komoditas lain
meski tak separah kedelai. Tahun 2012 pemerintah merevisi target produksi
gula tahun 2014, dari 5,7 juta ton menjadi 3,1 juta ton. Mengingat sulitnya
mencari tambahan lahan dan revitalisasi industri gula tidak berjalan sesuai
harapan, tahun 2013 diperkirakan angka impor gula masih 2 ton. Gejolak harga
masih akan terjadi sebelum musim giling dan pada hari-hari besar seperti
Lebaran.
Untuk jagung, tahun 2012 terjadi pemecahan
rekor harga sepanjang sejarah pembangunan pertanian Indonesia. Harga jagung
menembus Rp 3.600 per kilogram. Kondisi itu merupakan insentif yang
meng-gembirakan petani jagung yang akan me-ningkatkan gairah mereka untuk
budi daya dan meningkatkan produksi. Diharapkan kondusivitas ini mampu
mengurangi angka impor sekitar 3 juta ton per tahun.
Harapan cukup besar ditumpukan pada daging
sapi. Menurut sensus sapi oleh BPS tahun 2011, populasi sapi nasional 14,82
juta ekor. Jumlah itu memenuhi syarat untuk ketercukupan kebutuhan di dalam
negeri. Perma-salahannya, negara kita belum memiliki sistem logistik yang
memadai untuk masalah daging sapi. Jangan sampai pemerintah terjebak oleh
data populasi sapi yang tersebar di seluruh pelosok negeri sehingga
gonjang-ganjing harga daging sapi tahun 2012 terulang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar