Selasa, 15 Januari 2013

Citra Melekat Kementerian Agama


Citra Melekat Kementerian Agama
Ibnu Djarir ;  Ketua Majelis Ulama (MUI) Provinsi Jawa Tengah
SUARA MERDEKA, 14 Januari 2013



"Semua jajaran Kemenag harus memahami dan mengamalkan semboyan ’’Ikhlas Beramal’’ dari kementerian itu"

KEMENTERIAN Agama (Kemenag) yang lekat dengan label agama logis menjadi tumpuan harapan warga negara Indonesia yang Pancasilais ini menjadi lembaga yang membina keimanan, ketakwaan, dan akhlak bangsa. Masyarakat meyakini agama merupakan landasan moral, budi pekerti, karakter atau akhlak. Karenanya, menjadi kewajaran bila masyarakat menaruh harapan besar kepada seluruh jajaran di kementerian itu untuk senantiasa menunjukkan perilaku terpuji, dan bisa menjadi anutan.

Sebaliknya, seandainya mendengar atau menjumpai ada oknum di kementerian tersebut melakukan perbuatan tidak terpuji, bertentangan dengan ajaran agama maka masyarakat tak hanya merasa heran tapi juga kecewa, dan tidak ikhlas.  Presiden pertama Indonesia Soekarno ketika melantik Menag KH Saifuddin Zuhri antara lain mengatakan, ’’agama adalah unsur mutlak dalam nation and character buildingî.

Penegasan itu mengandung tafsir Kemenag adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas penting dalam membangun karakter dan bangsa, bersama-sama dengan lembaga lain. Hal itu makin menegaskan arti penting agama dalam kehidupan bangsa Indonesia, sekaligus perlunya pemerintah mengurusi masalah agama.

Arti penting agama dalam kehidupan bangsa dan negara juga tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29 dan ketetapan dari lembaga tertinggi negara, baik MPRS maupun MPR. Meski dengan rumusan kalimat berbeda, substansi dari ketetapan itu berintikan sama, yakni menjadikan agama sebagai sumber inspirasi, moral, dan etika bangsa kita.

Mengingat agama merupakan sumber moral maka pemerintah memberikan pendidikan agama kepada anak-anak bangsa, baik melalui lembaga pendidikan negeri maupun swasta. Pendidikan agama di sekolah negeri merupakan bagian dari tugas Kemenag dan Kemendikbud, yang bertujuan pokok antara lain mendidik siswa supaya memiliki moral, budi pekerti, karakter atau akhlak mulia.

Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa Kemenag dan Kemendikbud mempunyai tugas strategis yang berkaitan dengan pendidikan akhlak bangsa. Menjadi wajar pula bila pegawai dua kementerian itu juga harus bekerja berlandaskan moral, budi pekerti, karakter atau akhlak mulia.

Beberapa waktu lalu media massa memberitakan bahwa menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), laporan pertanggungjawaban keuangan Kemenag tahun 2011 berstatus ’’wajar tanpa pengecualian’’ (WTP). Adalah Ketua BPK Hadi Purnomo yang menyampaikan penilaian itu kepada Menag Suryadharma Ali di Gedung BPK Jakarta (14/06/12).

Berita tersebut tentu menggembirakan masyarakat, terutama pegawai Kemenag, karena memberi citra positif bagi kementerian itu. Hal itu selaras dengan harapan masyarakat bahwa kementerian yang berlabel agama harus bisa menunjukkan kinerja sebagai lembaga yang bersih.

Tetapi, tak lama kemudian muncul berita mengejutkan, yaitu keterungkapan dugaan kasus korupsi dalam pengadaan Alquran dan penyediaan alat-alat laboratorium komputer untuk madrasah tsanawiyah (MTs). Kemudian menghangat lagi berita tentang dugaan penyelewengan dana penyelenggaraan ibadah haji, yang juga pernah mengemuka beberapa waktu sebelumnya.

Ikhlas Beramal

Terkait dengan berita yang mencoreng nama baik kementeriannya, Menag cepat tanggap dan mengambil tindakan bersih-bersih. Ia mengangkat Anggito Abimanyu sebagai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, disusul mengangkat Muhammad Yasin sebagai inspektur jenderal (irjen). Sebagai pejabat baru, Yasin menemukan rekening gendut beberapa pejabat Kemenag, dugaan penyimpangan dana penyelenggaraan ibadah haji, dan dugaan pungli pada hampir seluruh KUA kecamatan.

Meski pernyataan Yasin itu masih berupa dugaan, untuk kementerian yang dianggap sebagai acuan moral, hal itu menimbulkan keprihatinan mendalam pada kalangan pemuka agama, tak hanya masyarakat. Berita negatif itu seharusnya bisa menggugah seluruh pegawai Kemenag untuk menyadari tugas suci kementerian itu. Senyampang korupsi itu belum mewabah, pimpinan harus bersikap tegas dalam membersihkan jajarannya.

Semua pegawai Kemenag harus memahami dan mengamalkan semboyan ’’Ikhlas 
Beramal’’ dari kementerian itu. Yang dimaksud ikhlas adalah seseorang atau sekelompok orang yang dalam ucapan, amal, dan perjuangannya diniati semata-mata karena Allah swt dan mencari rida-Nya, tanpa pamrih mencari kekayaan, kemasyhuran, pujian, gelar, dan jabatan. 

Secara umum dapat digambarkan bahwa pegawai Kemenag dalam tugas sehari-hari banyak berkaitan dengan pembinaan keimanan, ketakwaan, dan akhlak. Maka dapat diasumsikan bahwa mereka lebih mengutamakan perbuatan positif dan menjauhi perbuatan negatif. Berdasarkan asumsi itu pula maka kita ’’berharap’’ pegawai yang melakukan perbuatan tercela itu hanya berjumlah kecil, dan praktik itu tidak sampai menggurita.

Untuk itu, pimpinan Kemenag harus lebih rajin turun ke bawah, membina pegawai guna membangun kesadaran menjaga nama baik kementerian yang diharapkan oleh masyarakat dapat memberikan keteladanan dalam pengamalan akhlak. Program bersih-bersih hendaknya dilakukan secara menyeluruh, tanpa pandang bulu, dan dilakukan berkesinambungan. Perlu pula meningkatkan peran tugas pengawasan internal menuju keterwujudan kementerian yang bersih. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar