Rabu, 09 Januari 2013

Memakan Dana Jemaah Haji


Memakan Dana Jemaah Haji
Syahrul Kirom ;  Alumnus Pascasarjana UGM Yogyakarta
MEDIA INDONESIA,  09 Januari 2013



MEREBAKNYA kasus korupsi dalam birokrasi lembaga negara menunjukkan kepercayaan publik semakin berkurang pada kementerian-kementerian yang ada di Indonesia. Tingkah laku pejabat publik dengan melakukan praktik korupsi uang negara semakin membahayakan bagi pilar-pilar kehidupan bangsa Indonesia.
Kementerian Agama kali ini menjadi sorotan publik. Hal itu terkait dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai adanya dugaan korupsi di Kemenag.

PPATK menyebutkan adanya dana haji untuk merenovasi kantor. Padahal, itu mestinya dibiayai APBN/APBD, juga ada oknum yang selalu disuruh membeli valas dalam jumlah besar. Dalam temuan (PPATK), jumlah uang milik jemaah haji mencapai Rp80 triliun dari 2004-2012. Bunga yang disimpan Rp2,3 triliun, setara dengan biaya pembangunan satu apartemen di dekat Masjidil Haram. Fakta nya jemaah masih harus berpindah-pindah di lokasi yang jauh dari Masjidil Haram. PPATK juga menyimpulkan adanya penyimpangan penggunaan dana haji 20042012 (Kompas, 5/1).

Pemberantasan korupsi merupakan suatu keniscayaan dan kewajiban yang harus dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan bahkan masyarakat Indonesia. Karena itu, kita berharap kepada KPK untuk bersikap tegas dalam memberantas pelaku korupsi, tanpa tebang pilih. Korupsi merupakan salah satu tindakan dan perbuatan yang sangat dibenci umat manusia, bahkan dilarang agama. Sikap mengorupsi uang negara dapat menghancurkan sistem demokrasi negara dan peradaban bangsa Indonesia.

Akan tetapi, sangat disayangkan, para pejabat publik itu tidak pernah menyadari secara kritis filosofi bahwa efek negatif yang timbul dari sikap korup dapat meruntuhkan pilar-pilar kehidupan mak nusia dari segala aspek, tern masuk di bidang agama. Dari tangan-tangan para pejabat publik itulah, korupsi uang negara semakin menjadi-jadi, sangat mungkin bencana alam dan banjir bisa terjadi karena akibat tindakan manusia yang telah melanggar hati nurani.

Dengan begitu, suara hati nurani pejabat publik di Kementerian Agama harus mampu membangun sikap kejujuran dan menaati suara hati. Perilaku korupsi itu sangat bertentangan dengan kondisi bangsa Indonesia yang masih ditimpa banyak musibah dan meningkatnya angka kemiskinan, kelaparan, serta pengangguran. Apabila etika kejujuran dan etika kemanusiaan itu tidak pernah diimplementasikan di dalam batin para pejabat negara, tunggu saja kehancuran bangsa Indonesia.

Dusta Atas Nama Agama

Agama dan etika mengajarkan kepada manusia, bagaimana pejabat publik di Kementerian Agama mampu menentukan perbuatan yang baik dan yang buruk. Peran dan fungsi hati nurani untuk mengambil keputusan sangat penting, terutama untuk tidak melakukan korupsi dana haji. Korupsi ialah bentuk kejahatan luar biasa yang harus selalu diberantas.

Agama-agama dunia pun mengharamkan perbuatan yang merugikan orang lain, dan bahkan agama membenci perilaku yang korupsi. Korupsi ialah tindakan dan perbuatan yang dilarang agama. Itu terkait dengan keburukan yang mengurangi hak orang lain, yang sejatinya harus diperuntukkan umat. Umat Islam yang melakukan korupsi berarti benteng keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah SWT mulai runtuh. Nilai-nilai ikhlas beramal mulai hilang dalam melayani umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji.

Moralitas agamanya mulai jatuh karena perbuatan yang keji dengan mengorupsi dana haji. Dosa korupsi sekecil apa pun pasti Allah SWT akan membalasnya.
Immanuel Kant, seorang filosof Jerman, menegaskan umat manusia itu harus selalu mematuhi perintah kewajiban dalam melakukan tindakan yang baik dan benar. Perilaku korupsi ialah salah satu sikap yang sangat dilarang oleh hati nurani karena tidak memenuhi perbuatan yang baik dan yang benar. Juga, perilaku korup telah melanggar prinsip imperatif kategoris.

Praktik-praktik korupsi yang ada di Kementerian Agama harus diberantas PPATK dan KPK dalam mengikis nalar koruptif dari pejabat agama. Dengan usaha secara terus-terus melakukan pemberantasan korupsi yang menampak di dalam pikiran para pejabat agama. Memberantas korupsi itu akan menciptakan struktur nalar manusia yang korup bisa menjadi berkurang.

Lebih dari itu, Robert Klitgaard dalam karyanya, Controlling Corruption (1991), mengatakan upaya yang terpenting ialah melakukan pengawasan terhadap korupsi di dalam sistem pemerintahan, termasuk di Kementerian Agama yang memiliki potensi besar terjadinya korupsi.

Pemberantasan korupsi ialah satu kewajiban moral yang harus dilakukan PPATK dan KPK dan masyarakat, untuk mengurangi hedonisme yang sedang menjangkiti pejabat agama, yang sesungguhnya hedonisme itu sudah terlihat dari banyaknya uang negara yang dikorupsi para pejabat agama sehingga kesenangankesenangan yang bersifat subjektif dengan mengambil uang dana haji harus segera direduksi sebab itu melanggar hukum-hukum moral dalam agama Islam.

Dengan pemberantasan korupsi terhadap para koruptor pejabat agama, PPATK dan KPK sudah menjalankan suara Tuhan dan kewajiban moral sebagai bentuk kebaikan kepada seluruh umat manusia. Jika PPATK dan KPK bisa memberantas seluruh koruptor di Kementerian Agama, PPATK dan KPK telah menebar benih benih kebaikan sehingga korupsi di Indonesia bisa dikurangi dan umat Islam yang akan menjalankan ibadah haji masih memiliki kepercayaan pada Kementerian Agama, yang dianggap mumpuni dalam mengurusi dana haji Indonesia.

Dengan demikian, perlu ditanamkan kesadaran moral terhadap pejabat agama. Sikap moral adalah sikap otonom. Otonomi moral berarti para pejabat negara dan elite politik harus menaati kewajibannya. Karena ia sadar diri, bahwa melakukan korupsi uang negara dan memanipulasi uang negara untuk tujuan tertentu atau untuk kepentingan kelompok ialah bentuk pelanggaran nilai-nilai moral dan agama, yang memiliki dosa besar dan akan dilaknat Allah SWT.

Dengan demikian, pejabat agama di Kementerian Agama dalam bertugas harus selalu dihiasi sikap kejujuran dan ikhlas beramal. Apalah gunanya memiliki harta yang melimpah, yang banyak, jika semua bukanlah hasil tetesan keringat kejujuran.
Karena itu, tanamkanlah kejujuran dan ikhlas beramal. Kejujuran dan ikhlas beramal ialah salah satu fondasi utama dalam membangun umat muslim di Indonesia. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar