Luar Biasa
Kasijanto Sastrodinomo ; Pengajar pada Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya UI
|
KOMPAS,
04 Januari 2013
Negeri ini sejatinya memiliki banyak hal
yang luar biasa. Hanya saja makna keluarbiasaan itu perlu dipilah-pilah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, luar biasa berarti
’tidak seperti biasa’, ’tidak sama dengan yang lain’, dan ’istimewa’. Namun,
pengertian ini tidak serta-merta menjelaskan nilai intrinsik yang terkandung
dalam frase itu. Dalam arti ’istimewa’, pastilah luar biasa itu bermakna hebat: ”kecerdasannya
luar biasa”. Dalam arti ’tidak seperti biasa’ dan ’tidak sama dengan yang
lain’ bisa muncul multitafsir, bisa jadi tidak umum, atau tidak wajar.
Kejamakan makna luar biasa terlihat dalam
penjelasan umum undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang
menyebut tiga kali frase luar biasa dalam kaitan (1) korupsi merupakan
kejahatan luar biasa; (2) pembasmiannya menuntut cara-cara luar biasa; dan
(3) perlu metode penegakan hukum secara luar biasa. Luar biasa yang pertama
jelas bermakna buruk, sedangkan dua yang terakhir bisa disebut hebat,
setidak-tidaknya karena menyiratkan gereget yang kuat. Ingat pula, pada awal
Orde Baru dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pelaku Gerakan
30 September (1965) yang didakwa makar terhadap negara.
Belum lama berselang Persatuan Sepak Bola
Seluruh Indonesia menggelar Kongres Luar Biasa, lazim disingkat KLB, di
Palangkaraya. Ini merupakan KLB kedua PSSI dalam enam bulan terakhir untuk
mengurai ruwet organisasi yang tak kunjung usai. Label luar biasa dalam
kegiatan organisasi—seperti kongres, muktamar, dan musyawarah—biasanya
mencerminkan ada kedaruratan, kegentingan, atau masalah mendesak organisasi
itu. Jadi, suatu organisasi yang kerap menggelar KLB dan sejenisnya patut
dipertanyakan kekukuhannya. Maka, maaf, ini condong bukan luar biasa dalam
arti hebat itu.
Di perguruan tinggi dikenal istilah guru
besar luar biasa yang berarti tenaga akademik tidak tetap, pinjaman dari
perguruan tinggi yang lain. Jadi, luar biasa di sini mengacu pada status
kepe- gawaian. Lebih dari sekadar istilah administrasi, status keluarbiasaan
akademisi diperoleh karena penguasaan ilmunya yang juga luar biasa. Dalam hal
ini luar biasa menjadi penanda reputasi yang prima. Mirip dengan itu, istilah
jabatan duta besar luar biasa merujuk pada seseorang (diplomat) yang bertugas
sementara waktu di negara lain untuk mewakili pemerintahnya. Harapannya, duta
itu juga luar biasa dalam menjalankan perannya.
Di toko buku beredar majalah Luarbiasa yang
berisi tentang tokoh-tokoh berprestasi dahsyat. Dengan demikian, per
definisi, luar biasa mengandung makna ’lebih’ yang bersifat positif, seperti
kata exceptional, surprising, dan unusually great untuk mengartikan
extraordinary dalam Inggris. Repotnya, dalam bahasa Indonesia, luar biasa
juga mewadahi sifat buruk, seperti ”kejahatan luar biasa” itu. Bandingkan
dengan kata Inggris stagger, misalnya, untuk melukiskan tindakan tercela yang
”mengagumkan”: The trickiness of the crooked schemes was staggering, atau
”kelicikan persekongkolan itu luar biasa” (dikutip dari Hadi Podo dan Joseph
J Sulivan, Kamus Ungkapan Indonesia-Inggris, 1986).
Pada suatu hari saya memasak sup buntut
sapi. Mikihiro Moriyama, pakar sastra Sunda asal Jepang itu, sempat
mencicipinya. ”Wah, rasanya ruar biasa,” komentarnya. Meski diucapkan tidak
sempurna (orang Jepang tidak kenal huruf l), saya yakin dia terpesona oleh
rasa masakan yang di ruar imajinasinya itu.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar