Rabu, 09 Januari 2013

Lika-liku Seru Verifikasi Parpol


Lika-liku Seru Verifikasi Parpol
Edy Supratno ;   Mantan Wartawan Radar Kudus, Anggota KPU Kudus
JAWA POS,  09 Januari 2013


JIKA tidak ada kejadian luar biasa, seperti yang dilakukan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) beberapa waktu lalu, bisa diperkirakan jumlah peserta Pemilu 2014 jauh berkurang jika dibandingkan dengan Pemilu 2009. 

KPU kabupaten-kota telah menyelesaikan verifikasi faktual terhadap 18 partai politik (parpol) hasil keputusan DKPP. Hasilnya, hanya beberapa parpol yang lolos di tingkat kabupaten-kota. Bahkan, di sejumlah kabupaten di Jawa Tengah, di antara 18 parpol tersebut, tidak ada satu pun yang memenuhi syarat. 

Sebelumnya, KPU kabupaten-kota telah memplenokan hasil verifikasi faktual terhadap 16 parpol yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi oleh KPU RI. Dari jumlah itu, tidak lebih dari sebelas parpol yang memenuhi syarat.

Ketika proses verifikasi sedang berlangsung, beberapa pengurus parpol tidak puas dan menganggap KPU tidak becus. Reaksinya beraneka ragam. Ada yang menolak kehadiran verifikator, ada yang berstatemen di media massa untuk minta langsung ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014. 

Debt Collector 

Untuk media komunikasi KPU se-Indonesia, anggotanya memanfaatkan media jejaring sosial. Dari sekian tema yang di-posting, sebagian besar menceritakan pengalaman saat melakukan verifikasi faktual. Banyak yang menggelikan sekaligus memprihatinkan.

Pada awal-awal verifikasi, banyak warga (yang diklaim sebagai anggota parpol) yang menganggap petugas verifikasi dari KPU sebagai debt collector. Padahal, petugas verifikasi telah dilengkapi atribut yang cukup. "Orangnya mengambil (kredit) kendaraan apa?" kata warga, balik bertanya ketika petugas verifikasi bertanya tentang nama anggota parpol yang dicari.

Jika tidak demikian, banyak warga yang ketakutan ketika didatangi verifikator karena merasa akan ditagih utang. "Ibu saya punya utang di bank apa?" tanya seorang anak ketika menerima tim verifikator. Ada juga masyarakat yang menganggap dirinya sedang berhadapan dengan intel yang mengusut kejahatan. Mereka takut jika sewaktu-waktu dijadikan saksi. 

Walau demikian, ada juga yang senang didatangi petugas verifikasi. Sebelum diberi penjelasan, mereka menganggap KPU sedang mengecek data guna penyaluran bantuan dari pemerintah. Dari potret itu, terlihat jelas masyarakat masih awam dengan tahap verifikasi faktual keanggotaan parpol. 

Jika yang ketakutan dan "senang" adalah masyarakat nonanggota parpol, hal itu bisa dipahami. Tetapi, jika mereka anggota parpol, tentu sungguh disayangkan. Mestinya mereka telah mendapatkan informasi yang cukup dari pengurusnya. Tapi, itulah kenyataannya, banyak anggota parpol yang tidak paham apa itu verifikasi. Itu sebuah bukti bahwa komunikasi antara wakil rakyat dan konstituen terputus. 

Pada saat yang sama banyak juga masyarakat yang tidak tahu bahwa namanya masuk sebagai anggota parpol. Mereka merasa bahwa nama-nama mereka hanya dicatut untuk kepentingan parpol tertentu. Kenyataan itu sebuah pembelajaran politik yang buruk bagi masyarakat.

Garasi-Kantor-Garasi 

Banyak bukti bahwa tidak semua parpol siap diverifikasi. Terutama parpol baru, parpol nonparlemen, atau partai parlemen yang pengurusnya tidak solid. Saat dilakukan verifikasi kepengurusan, kesekretariatan, dan keanggotaan, mereka gagap sehingga persiapannya apa adanya.

Sebagai contoh, ada parpol yang belum mempunyai sekretariat menjelang batas waktu verifikasi. "Kami masih menunggu uang. Jika sudah dapat, nanti sekretariatnya kami buat di dekat kantor KPU," kata pengurus yang parpolnya ikut verifikasi karena hasil putusan DKPP.

Ada juga parpol yang menggunakan ilmu Bandung Bondowoso, menyulap garasi di rumah pengurusnya sebagai kantor sekretariat. Pagi hari, saat KPU melakukan verifikasi, di garasi itu ditata meja-kursi, dindingnya ditempeli susunan pengurus dan dilengkapi atribut parpol lainnya. Siang pada hari yang sama ruang itu telah kembali ke fungsi aslinya sebagai garasi.

Lebih memprihatinkan lagi, ada parpol yang asal tunjuk orang sebagai pengurus. Saat KPU mendatangi mereka, pengurus itu bingung. Sebab, jangankan dilantik, dikonfirmasi oleh DPP pun tidak pernah. Itu tindakan tidak patut dari parpol. Tindakan asal comot tersebut juga yang menyebabkan terjadinya kepengurusan ganda. 

Repotnya, alamat sekretariat dan nama-nama anggota juga dibuat asal-asalan. Tindakan ngawur itu gampang diketahui karena jelas-jelas faktanya tidak ada. Misalnya, sebuah parpol mengaku mempunyai anggota di RW 7 di suatu desa. Padahal, desa tersebut hanya sampai RW 4. 

Dalam undang-undang disebutkan, partai politik dibentuk secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara. Melihat kenyataan yang ada, cita-cita itu masih jauh dari harapan. 

Memang di dunia ini tidak ada yang sempurna, termasuk KPU. Tetapi, akan lebih baik jika sebelum menyalahkan pihak lain, pengurus parpol mau berkaca terlebih dahulu bahwa dirinya juga masih punya banyak kekurangan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar