Selasa, 08 Januari 2013

Konsensus Baru Peran BUMN


DISKUSI PANEL “MENYUSUN KONSENSUS BARU”
Dicari Konsensus Baru Peran BUMN
KOMPAS,  08 Januari 2013



Indonesia pada tahun 2012 berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara konsisten di tengah ketidakpastian perekonomian dunia. Namun, peran negara melalui kinerja badan usaha milik negara belum menjadi motor penggerak pertumbuhan yang tinggi tersebut.
Kinerja perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) seolah terperangkap dalam banyak peran yang diembannya. Di satu sisi, BUMN harus menyediakan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi, serta turut aktif memberi bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Namun di sisi lain, BUMN juga mengejar keuntungan dan memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional melalui dividen yang merupakan penerimaan negara.
Untuk mendukung penyediaan barang dan jasa bermutu tinggi bagi hajat hidup orang banyak, pemerintah mengucurkan subsidi (public service obligation/PSO). Pada 2011 lalu, realisasi PSO BUMN mencapai Rp 283 triliun dengan jumlah terbesar diberikan kepada PT Pertamina dan PT PLN. Untuk tahun 2012, anggaran PSO direncanakan Rp 296 triliun, tetapi diperkirakan realisasinya hingga akhir Desember membengkak menjadi Rp 352 triliun. Sementara kebutuhan PSO pada 2013 diperkirakan sebesar Rp 292 triliun.
Dari sisi laba, perolehan laba bersih BUMN meningkat setelah berbagai upaya penyehatan yang dilakukan. Sejalan dengan hal itu, kontribusi pajak BUMN juga meningkat. Namun, bagian laba BUMN yang masuk ke kas negara baru 2-4 persen terhadap total penerimaan dalam negeri dengan tren yang terus menurun.
Jika ditambah pajak, kontribusi BUMN dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi 10-12 persen. BUMN di sektor pertambangan dan penggalian merupakan kontributor pajak terbesar, disusul beberapa BUMN di sektor jasa keuangan dan asuransi.
Dengan 141 perusahaan BUMN yang kita miliki, sebanyak 18 di antaranya sudah perusahaan terbuka meski laba yang terhimpun tergolong belum optimal. Bahkan, bisa dikatakan kalah dibanding laba yang dihasilkan satu perusahaan BUMN di Malaysia.
Dengan kondisi subsidi besar tetapi kontribusi masih kecil, perlu didefinisikan ulang peran negara dalam BUMN. Banyaknya peran yang harus dijalankan BUMN secara bersamaan mencerminkan negara tidak memiliki kejelasan untuk berperan seperti apa dalam mengoptimalkan pelayanan masyarakat.
Problem utama yang dihadapi BUMN saat ini terletak pada masalah tata kelola (governance) dan profesionalitas. Kinerja BUMN dituntut profesional sama halnya dengan swasta. Sebagai pelaku ekonomi, pada dasarnya BUMN tidak berbeda dengan swasta. Hanya kepemilikannya yang sebagian besar oleh negara. Namun, prinsip kehati-hatian harus selalu diutamakan dalam profesionalitas tersebut karena banyak kondisi yang memengaruhi kinerja BUMN yang membedakannya dengan swasta.
Dalam hal regulasi, BUMN harus tunduk pada delapan ketentuan undang-undang (UU) dibandingkan swasta yang diatur hanya oleh tiga UU. Kedelapan UU tersebut adalah UU BUMN, UU Pasar Modal, UU Perseroan Terbatas, UU Sektoral, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Tipikor, serta UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Adapun UU yang mengatur kegiatan swasta adalah UU Perseroan Terbatas, Pasar Modal, dan Sektoral.
Sementara dari segi kelembagaan, BUMN memiliki lebih banyak potensi intervensi dari pemangku kepentingan dibandingkan swasta, mulai dari Presiden, DPR, menteri teknis, sampai tingkat direksi. Inilah yang melahirkan tuntutan kesamaan perlakuan antara BUMN dan swasta agar dapat tumbuh lebih baik dan berdaya saing.
Sebenarnya cukup banyak BUMN yang profesional dan berkinerja baik dan tak kalah dengan swasta. Ada beberapa BUMN, seperti di bidang perkerataapian dan penerbangan, yang strategis dan menjadi penyeimbang kekuatan swasta. Agar bisa seperti itu, BUMN perlu dipimpin oleh orang-orang yang memiliki pemikiran yang tidak lazim (out of the box) agar bisa melakukan terobosan dan inovasi.
Dengan perlakuan yang sama dengan swasta, BUMN yang bisa tumbuh harus didorong tumbuh dengan baik. Namun, bagi yang tidak berdaya saing, tidak perlu ragu untuk menutupnya atau menempuh privatisasi.
Peran BUMN harus diperkuat dalam kegiatan usaha perintisan, terutama pada kegiatan-kegiatan yang memiliki prospek ekonomi tinggi. Sebut saja beberapa kegiatan itu, antara lain PT Batan Teknologi yang melakukan inovasi pengayaan uranium sistem rendah untuk keperluan medis, PT LEN dan PT PLN yang merancang pabrik fotovoltaik untuk ketahanan energi, atau PT Hutama Karya yang siap menjadi pionir pembangunan jalan tol di Sumatera.
Agar peran BUMN dalam melayani masyarakat lebih optimal, pemikiran penggabungan perusahaan yang sejenis patut dipertimbangkan agar memiliki kekuatan yang lebih besar untuk bersaing.
Misalnya, perusahaan farmasi seperti PT Indofarma, PT Kimia Farma, dan PT Bio Farma, yang jika digabung bisa menjadi satu perusahaan farmasi kelas dunia. Penggabungan bisa menjadi suatu kekuatan sumber daya sehingga perusahaan tidak saling bersaing satu sama lain.
Transparansi dan efisiensi menjadi kata kunci perbaikan BUMN. BUMN harus didorong untuk lebih efisien dan punya misi yang jelas, terutama pada sektor-sektor yang memiliki eksternalitas tinggi.
BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak harus diberi keleluasaan untuk mengembangkan diri. Tidak cukup hanya dengan memberi subsidi, pemerintah harus mengambil langkah tegas tanpa menimbulkan gejolak sosial, misalnya dalam pembebasan lahan.
Oleh karena itu, bukan hanya dukungan kebijakan yang diperlukan untuk mengembangkan BUMN, melainkan juga konsensus baru agar BUMN menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
BUMN tidak bisa hanya menjadi alat untuk memberikan keuntungan kepada negara, tetapi juga keuntungan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar