Sabtu, 12 Januari 2013

Kepemimpinan Manajerial Menpora


Kepemimpinan Manajerial Menpora
Fajar S Nugroho ; Account Officer Bank BRI Kroya Cilacap,
Alumnus Universitas Negeri Yogyakarta
SUARA MERDEKA, 12 Januari 2013



 KEPUTUSAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka terhadap Andi Alifian Mallarangeng terkait kasus dugaan korupsi pada pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang Kabupaten Bogor langsung diikuti oleh pengunduran diri dari jabatan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).

Konsekuensi dari pengunduran diri itu adalah kekosongan figur menteri yang membidangi masalah kepemudahan dan olahraga dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Adalah hak konstitusional Presiden SBY sebagai kepala pemerintahan untuk secepatnya mengangkat penggantinya.

Presiden Yudhoyono akhirnya memutuskan untuk menunjuk Drs KRMT Roy Suryo Notodiprojo MSc sebagai pengganti Andi. Seperti sudah diduga sebelumnya, polemik atas keputusan SBY memilih kader Demokrat, sama dengan Andi, pun bermunculan. Alasan paling substansial yang mendasari komentar kontra itu adalah latar belakang Roy sebagai pengamat  --pemerhati, praktisi, atau apa pun istilahnya-- dalam bidang telematika.

Sebagian orang bahkan berpendapat latar belakang kompetensi pejabat baru tersebut dapat menjadi ganjalan dalam menjalankan tugas sebagai Menpora. Berkaca dari dari sejumlah teori dan riset yang pernah dilakukan, keberhasilan atau tidaknya Roy dalam menjalani tugas sebagai Menpora sangat dipengaruhi oleh banyak hal.

Latar belakang keahlian yang dimiliki dalam bidang telematika misalnya, kendati telah diakui oleh banyak pihak, sangat berbeda dari hal-hal yang berhubungan dengan persoalan kepemudaan dan olahraga. Namun bisa jadi sebagai Menpora yang baru ia akan mengambil langkah atau menerapkan kebijakan yang berbeda, bahkan mungkin lebih inovatif dari Andi, yang mempunyai katar belakang politik yang kuat.

Pijakan awal bagi Menpora untuk menjalani tugasnya perlu didesain sejak awal, apakah akan berkonsentrasi pada tugas yang diberikan oleh Presiden --salah satunya adalah menyelesaikan konflik di tubuh PSSI-- ataukah lebih fokus pada penguatan dan pemberdayaan atas orang-orang yang akan turut terlibat dan berperan  mendukung upaya pencapaian tugasnya. Keputusan langkah itu menjadi hal penting sebagai fondasi awal kepemimpinannya sebagai menteri.

Roy Suryo perlu memperhatikan inovasi karena tema itu menjadi sesuatu yang penting bagi seorang menteri untuk menerapkan strategi ataupun rencana yang telah disusun. Menteri perlu dan wajib memiliki sebuah idealisme atas rencana dan agendanya. Pasalnya, dengan idealisme tersebut akan lebih mudah tergambar target dan pencapaian apa yang dikehendaki. Namun tidak berarti idealisme harus diimplementasikan secara ''ketat'' dan berkesan kaku.

Pelibatan orang-orang dalam proses dan upaya pencapaian tujuan itu juga memerlukan kemampuan untuk dapat beradaptasi secara fleksibel, mengingat baik tatanan maupun mekanisme birokrasi yang ada dalam sebuah kementerian tidak serta merta dapat mengikuti apa yang dikehendaki oleh sang menteri. Termasuk di antaranya adalah aturan ataupun ketentuan yang berlaku dalam kementerian tersebut.

Sistematis-Terstruktur

Dalam konteks seperti itu diperlukan sentuhan ataupun gaya yang berbeda dari seorang pemimpin. Sentuhan atau gaya yang berbeda itulah yang kemudian bisa membuat upaya dan kerja dari menteri untuk melaksanakan agendanya lebih mudah dipahami oleh pelaksana di bawahnya, termasuk publik dalam mengintepretasi langkah-langkah dan kebijakan yang diambil menteri itu.

Dalam bingkai berpikir yang lebih besar, upaya pencapaian tujuan pun memerlukan langkah terstruktur dan sistematis sehingga proses yang terjadi diharapkan dapat lebih smooth . Derivatnya adalah tujuan yang ingin diraih pun bisa lebih terintegrasi dengan meminimalkan bias ataupun kemungkinan ada kebijakan yang saling tumpang tindih, bahkan  bertentangan antara yang satu dan lainnya. 

Kemampuan dan kematangan dalam pengambilan keputusan yang dapat mengintegrasikan dan mengakomodasi kepentingan lebih banyak pihak dalam beberapa kasus dan peristiwa ternyata dipengaruhi cukup kuat oleh adanya faktor yang bersifat intuitif . Hal itu pun tidak selamanya bersumber pada hal-hal kuantitatif ataupun hasil dari proses analisis yang rumit.

Namun kemampuan tersebut tentunya akan lebih elok bila mendasarkan dan mendapat penguatan kemampuan manajerial yang mumpuni, kematangan dan kapabilitas analitis sehingga keputusan yang diambil bisa menjawab persoalan dan permasalahan. Sebaliknya akan menjadi hal yang kontraproduktif bila ia mengambil keputusan yang justru menimbulkan masalah baru.

Keberhasilan tidaknya seorang menteri, baik dalam tataran personal maupun dalam kapasitas sebagai bagian dari kabinet,  pada akhirnya akan menjadi bagian dari persepsi publik. Terlepas dari ukuran-ukuran kuantitatif ataupun normatif, publik memang memiliki kebebasan penuh dalam menentukan sikap dan memberikan penilaian. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar