Selasa, 22 Januari 2013

Kearifan dan Banjir Jakarta


Kearifan dan Banjir Jakarta
Asril ;  Klimatolog, Mantan Staf Litbang Hujan Buatan BPPT
SUARA KARYA, 22 Januari 2013
  

Sesungguhnya, banyak wilayah di Indonesia telah dan sedang kebanjiran. Namun, banjir di Jakarta memang layak jadi berita utama. Hal itu karena Jakarta adalah Ibukota NKRI di mana Presidennya SBY juga berkantor di sana, bahkan kantor Presiden pun ikut dikepung banjir. Jakarta adalah juga sebagai jantung perekonomian negara. Dan, banjir yang terjadi di Jakarta dipastikan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya berpengaruh langsung pada manusia dalam jumlah besar. Hal itu karena kepadatan penduduk Jakarta yang tinggi ditambah lagi dengan kaum urban yang bolak-balik ke Jakarta mencari nafkah.
Konversi lahan bervegetasi di daerah tangkapan air DAS Ciliwung tak dapat dihentikan. Sementara, rehabilitasi lahan di hulu DAS Ciliwung dengan penanaman pohon juga telah menghabiskan anggaran cukup banyak. Meskipun program penghentian konversi hutan dan reboisasi selalu berhasil, kenyataannya ancaman banjir kiriman dari Bogor ke wilayah Depok dan Jakarta masih tetap ada sampai hari ini. Kombinasi kiriman air dari Bogor dengan hujan deras yang merata di wilayah Jakarta dan sekitarnya sejak Kamis (17/1/13) dinihari, menyebabkan genangan air di banyak tempat yang melumpuhkan Jakarta. Dengan permukaan tanah di Jakarta yang demikian rendah membuat air sungai lambat mengalir ke laut.
Sejarah telah membuktikan bahwa lingkungan di wilayah DAS Ciliwung tidak bertambah membaik setelah berbagai upaya dilakukan dan menghabiskan banyak dana. Alih-alih membaik, mestinya kita mengakui bahwa kondisi lingkungan DAS Ciliwung semakin memburuk. Hal itu karena tekanan dari manusia di dalamnya telah melampaui daya dukung lingkungan yang disediakan alam. Ironisnya, terjadinya penurunan kualitas lingkungan itu secara diam-diam tampaknya diterima oleh para pemangku kepentingan sebagai konsekuensi logis dari upaya membangun perekonomian.
Tidak ada pemangku kepentingan yang berani mengkonfrontir kepentingan ekonomi melawan kepentingan lingkungan. Dengan kata lain, kepentingan lingkungan akhirnya kalah oleh kepentingan ekonomi. Tak jarang, pembangunan mal, super blok, real estat atau kawasan industri malah mengganggu aliran air pada sungai atau kali yang sudah ada selama berpuluh tahun. Kelompok masyarakat lapisan bawah juga ikut berperan serta dalam mempersempit badan sungai. Pada sisi lain, perbaikan saluran atau kanal air apalagi pembangunan kanal baru tidak mungkin melawan kepentingan mal, super blok, real estat atau kawasan industri yang sudah ada.
Penanganan secara struktural tidak menghentikan masalah pada sumbernya, meskipun dapat meringankan sebagian masalah. Di sisi lain, pembangunan struktur penghindar banjir dengan kondisi Jakarta yang sudah penuh sesak oleh pusat-pusat bisnis pasti mengalami kendala. Lalu, pilihan apa yang akan dibuat oleh yang berwenang?
Tragedi banjir yang menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta, 17 Ja-nuari lalu adalah bagian dari aturan alam. Ketika manusia mengenyampingkan un-tuk berbagi kepentingan dengan lingkungan alam, maka alam pun bisa menunjukkan eksistensinya. Celakanya, ketika alam menunjukkan geregetnya maka kuasa manusia seakan tak berarti.
Tragedi Kamis Tergenang kemarin itu bukanlah residu masalah yang diwariskan oleh Foke. Lebih tak pantas lagi bila memvonis Jokowi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Banjir yang menginvasi Jakarta adalah efek samping dari proses pembangunan NKRI yang telah berlangsung selama lebih dari setengah abad.
Tak bisa dipungkiri pula, cuaca ekstrim yang mulai mewabah di seantero Nusantara juga berkontribusi atas terjadinya banjir. Cuaca ekstrim dikaitkan dengan fenomena Perubahan Iklim Global yang kini menjadi topik panas masyarakat dunia. Konyolnya, perubahan iklim global juga terjadi akibat proses pembangunan ekonomi yang dulu dilakukan secara jor-joran oleh negara-negara maju.
Rawan Air Tanah
Terkait kerawanan banjir Jakarta, akankah Indonesia sanggup membuat komitmen? Ataukah, ketidakmauan sebagian negara maju menjalankan kewajibannya menghambat perubahan iklim global juga akan menjangkiti komitmen Indonesia dalam menangani banjir? Ketidakmauan beberapa negara maju dalam menghambat laju perubahan iklim global dapat dimengerti karena negara mereka tidak berisiko tinggi atas dampak perubahan iklim. Dalam urusan banjir, sebagaimana juga da-lam urusan dampak perubahan iklim, wilayah Indonesia berisiko tinggi dan warga negara Indonesia berada dalam posisi yang rentan.
Sebaiknya kita tidak melupakan masalah lingkungan lain yang juga sedang menginvasi Jakarta, yaitu kerawanan air tanah. Sudah lama air tanah di Jakarta dan sekitarnya dihisap melebihi kemampuan alam menyuplainya. Air tanah semakin seret dan permukaan tanah di Jakarta terus menurun lebih rendah dari permukaan air laut. Penghindaran banjir dengan mengalirkan air secepat-cepatnya ke laut sesungguhnya merupakan kejahatan terhadap alam, karena alam membutuhkan air itu untuk diresapkan ke dalam tanah.
Tragedi Kamis Tergenang tidak akan mengubah apa pun dalam penanganan ling-kungan terutama pada bagian hulu DAS Ciliwung. Hanya saja, dengan status Jakarta yang super vital bagi NKRI, upaya struktural untuk mengatasi dan menghindarkan banjir di Jakarta harus dilakukan all out dan at all cost.
Seharusnya manusia hidup selaras dengan alam. Alam juga punya kebutuhan untuk mempertahankan daya dukungnya bagi menopang kehidupan manusia yang mendiaminya. Seharusnya manusia menyadari kesalahannya pada alam, sehingga membuatnya arif untuk menerima dan me-lalui banjir yang terjadi. Seharusnya manusia sadar bahwa banjir itu hanyalah sebuah peringatan dari alam. Seharusnya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar