Rabu, 07 Maret 2012

Urgensi Menaikkan Harga BBM


Urgensi Menaikkan Harga BBM
Sugiyono Madelan, MAHASISWA SEKOLAH PASCASARJANA IPB DAN PENELITI INDEF
SUMBER : REPUBLIKA, 7 Maret 2012



Pemerintah memilih mengalihkan anggaran Rp 200 triliun untuk pembangunan infrastruktur dibandingkan membelanjakannya pada subsidi BBM. Pemerintah lebih menyukai berhemat Rp 25 triliun anggaran untuk dibagikan kepada kepala rumah tangga miskin atas pengorbanan semua penduduk melalui kenaikan harga BBM jenis Premium dan solar masing-masing sebesar Rp 1.500 per liter, atau mematok subsidi BBM jenis premium dan solar masingmasing sebesar Rp 2.000 per liter.

Dengan memotong subsidi BBM sebesar Rp 1.500 per liter, harga BBM je nis Premium dan solar akan dijual men jadi masing-masing sebesar Rp 6.000 per liter. Dengan patokan harga subsidi sebesar Rp 2.000, ketika harga BBM di pasar internasional yang dijual di dalam negeri sebesar Rp 9.000 per liter, konsumen hanya membayar Rp 7.000 per liter. Ketika harga BBM sebesar Rp 7.000, konsumen di dalam negeri hanya membayar sebesar Rp 5.000 per liter.

Dengan memilih satu dari dua opsi itu dan untuk mengurangi beban berat penduduk miskin, penghematan sebesar Rp 25 triliun akan dibagikan kepada kepala keluarga miskin lebih besar dari Rp 100 ribu per bulan. Agar tidak         melanggar UU APBN Tahun 2012, pemerin tah bersama DPR berencana mengubah larangan menaikkan harga BBM dan mengubah pengalihan alokasi subsidi BBM jenis Premium yang sebesar 2,5 juta kiloliter meskipun APBN tahun 2012 baru berjalan selama dua bulan.

Meskipun demikian, rencana alokasi subsidi BBM yang diperkirakan akan membengkak menjadi Rp 200 triliun untuk pengalihan ke pembangunan infrastruktur diubah menjadi kedua opsi di atas. Dengan kedua opsi di atas,   boleh jadi DPR akan memilih opsi menaikkan harga BBM jenis Premium dan solar masing-masing sebesar Rp 1.500 per liter dibandingkan opsi mematok subsidi harga BBM tersebut masingmasing sebesar Rp 2.000 per liter. Internasionalisasi harga BBM yang sukses pada Pertamax dan Pertamax Plus diyakini akan gagal pada konsumen Premium, terutama pada konsumen solar.

Masa Lalu

DPR tentu tidak menginginkan masa jabatan yang tinggal dua tahun lagi dipercepat karena internasionalisasi harga Premium dan solar dapat menimbulkan keguncangan ekonomi sebagaimana kekacauan stabilitas nilai tukar di Indonesia sejak pertengahan 1996 hingga 1998. Saat itu, tujuannya supaya pemerintahan terdahulu itu tumbang oleh politik arus modal keluar dan embargo pembayaran ekspor-impor di tengah masalah ketertegunan penanganan utang piutang pada sektor keuangan, yang menimbulkan krisis moneter mulai 1997.

Kelebihan pasokan rumah mewah dan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit serta penyalahgunaan pembelian kredit pada konglomerasi telah memicu masalah keuangan yang memanas pada 1997 dan memuncak menjadi krisis ekonomi pada 1998. Ketika itu, ketidakstabilan nilai tukar mata uang rupiah berujung menggoyanggoyang pertumbuhan ekonomi. Ketidakstabilan nilai tukar mata uang tertransmisi pada ketidakstabilan suku bunga dan laju inflasi.

Peristiwa mengguncang pohon pertumbuhan ekonomi tahun 1996-1998 gagal diulangi pada 2008 melalui mekanisme arus modal keluar. Efek domino dari Manila pada pertengahan 1997 itu gagal diulangi pada 2008 meskipun terjadi masalah Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.

Upaya mengguncang harga energi dan harga pangan pada akhir 2010 dan triwulan pertama 2011, yang menimbulkan revolusi Jasmine dan Tahrir, yang meluas dari Tunisia, Mesir, dan Libya, gagal terjalarkan ke Indonesia karena impor beras, impor pangan lainnya, dan impor produk barang jadi pada produsen itu masih dapat diberlakukan. Ketika itu, pemerintah menunda kebijakan pembatasan BBM. Entah siapa yang bernafsu menjalarkan revolusi Jasmine ke Indonesia sehingga ketika APBN 2012 baru berjalan dua bulan, pemerintah hendak memaksa menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik melalui keberhasilan spekulasi pada 2005.

Wajib Transparan

Pada 2004 belanja negara sebesar Rp 0,5 kuadriliun dan pada 2012 sebesar Rp 1,4 kuadriliun, sementara jumlah tambahan belanja negara selama 2004 hingga 2012 sebesar Rp 0,92 kuadriliun. Pemerintah perlu lebih transparan dalam peningkatan tambahan belanja negara selama 2004-2012 yang telah mencapai Rp 0,92 kuadriliun.

Sementara itu, untuk rencana menyantuni lebih dari Rp 100 ribu per kepala keluarga per bulan selama krisis energi atau penghematan subsidi BBM sebesar Rp 25 triliun (1,74 permil dari belanja negara sebesar Rp 1,4 kuadriliun), mengapa APBN tahun 2012 masih harus direvisi kembali meski baru berumur dua bulan, yaitu dengan menaikkan harga BBM jenis Premium dan solar masing-masing sebesar Rp 1.500 per liter.
Sedangkan, surplus ekspor minyak bumi sebesar Rp 9,59 triliun pada 2011.

Dari `cadangan minyak terbukti' yang sebesar 642,32 juta kilo liter pada 2011 itu (4,04 miliar barel), produksi BBM Indonesia sebesar 38,34 juta kiloliter pada 2010 dan impor BBM sebesar 25,35 juta kiloliter pada 2011. Jadi, konsumsi BBM sebesar 61,73 juta kiloliter pada 2010 masih menghasilkan stok BBM sekitar 1,96 juta kiloliter. Pemerintah juga perlu lebih transparan pada selisih `cadangan minyak terbukti' dengan produksi BBM di atas sebesar 603,98 juta kiloliter itu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar