Urgensi
Menaikkan Harga BBM
Sugiyono Madelan, MAHASISWA SEKOLAH PASCASARJANA IPB DAN PENELITI INDEF
SUMBER : REPUBLIKA, 7
Maret 2012
Pemerintah
memilih mengalihkan anggaran Rp 200 triliun untuk pembangunan infrastruktur
dibandingkan membelanjakannya pada subsidi BBM. Pemerintah lebih menyukai
berhemat Rp 25 triliun anggaran untuk dibagikan kepada kepala rumah tangga
miskin atas pengorbanan semua penduduk melalui kenaikan harga BBM jenis Premium
dan solar masing-masing sebesar Rp 1.500 per liter, atau mematok subsidi BBM
jenis premium dan solar masingmasing sebesar Rp 2.000 per liter.
Dengan
memotong subsidi BBM sebesar Rp 1.500 per liter, harga BBM je nis Premium dan
solar akan dijual men jadi masing-masing sebesar Rp 6.000 per liter. Dengan
patokan harga subsidi sebesar Rp 2.000, ketika harga BBM di pasar internasional
yang dijual di dalam negeri sebesar Rp 9.000 per liter, konsumen hanya membayar
Rp 7.000 per liter. Ketika harga BBM sebesar Rp 7.000, konsumen di dalam negeri
hanya membayar sebesar Rp 5.000 per liter.
Dengan
memilih satu dari dua opsi itu dan untuk mengurangi beban berat penduduk
miskin, penghematan sebesar Rp 25 triliun akan dibagikan kepada kepala keluarga
miskin lebih besar dari Rp 100 ribu per bulan. Agar tidak melanggar UU APBN Tahun 2012, pemerin
tah bersama DPR berencana mengubah larangan menaikkan harga BBM dan mengubah
pengalihan alokasi subsidi BBM jenis Premium yang sebesar 2,5 juta kiloliter
meskipun APBN tahun 2012 baru berjalan selama dua bulan.
Meskipun
demikian, rencana alokasi subsidi BBM yang diperkirakan akan membengkak menjadi
Rp 200 triliun untuk pengalihan ke pembangunan infrastruktur diubah menjadi
kedua opsi di atas. Dengan kedua opsi di atas, boleh jadi DPR akan memilih opsi menaikkan
harga BBM jenis Premium dan solar masing-masing sebesar Rp 1.500 per liter
dibandingkan opsi mematok subsidi harga BBM tersebut masingmasing sebesar Rp
2.000 per liter. Internasionalisasi harga BBM yang sukses pada Pertamax dan
Pertamax Plus diyakini akan gagal pada konsumen Premium, terutama pada konsumen
solar.
Masa Lalu
DPR
tentu tidak menginginkan masa jabatan yang tinggal dua tahun lagi dipercepat
karena internasionalisasi harga Premium dan solar dapat menimbulkan keguncangan
ekonomi sebagaimana kekacauan stabilitas nilai tukar di Indonesia sejak
pertengahan 1996 hingga 1998. Saat itu, tujuannya supaya pemerintahan terdahulu
itu tumbang oleh politik arus modal keluar dan embargo pembayaran ekspor-impor
di tengah masalah ketertegunan penanganan utang piutang pada sektor keuangan,
yang menimbulkan krisis moneter mulai 1997.
Kelebihan
pasokan rumah mewah dan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit serta
penyalahgunaan pembelian kredit pada konglomerasi telah memicu masalah keuangan
yang memanas pada 1997 dan memuncak menjadi krisis ekonomi pada 1998. Ketika
itu, ketidakstabilan nilai tukar mata uang rupiah berujung menggoyanggoyang
pertumbuhan ekonomi. Ketidakstabilan nilai tukar mata uang tertransmisi pada ketidakstabilan
suku bunga dan laju inflasi.
Peristiwa
mengguncang pohon pertumbuhan ekonomi tahun 1996-1998 gagal diulangi pada 2008
melalui mekanisme arus modal keluar. Efek domino dari Manila pada pertengahan
1997 itu gagal diulangi pada 2008 meskipun terjadi masalah Bank Century sebesar
Rp 6,7 triliun.
Upaya
mengguncang harga energi dan harga pangan pada akhir 2010 dan triwulan pertama
2011, yang menimbulkan revolusi Jasmine dan Tahrir, yang meluas dari Tunisia,
Mesir, dan Libya, gagal terjalarkan ke Indonesia karena impor beras, impor
pangan lainnya, dan impor produk barang jadi pada produsen itu masih dapat
diberlakukan. Ketika itu, pemerintah menunda kebijakan pembatasan BBM. Entah
siapa yang bernafsu menjalarkan revolusi Jasmine ke Indonesia sehingga ketika
APBN 2012 baru berjalan dua bulan, pemerintah hendak memaksa menaikkan harga
BBM dan tarif dasar listrik melalui keberhasilan spekulasi pada 2005.
Wajib Transparan
Pada
2004 belanja negara sebesar Rp 0,5 kuadriliun dan pada 2012 sebesar Rp 1,4
kuadriliun, sementara jumlah tambahan belanja negara selama 2004 hingga 2012
sebesar Rp 0,92 kuadriliun. Pemerintah perlu lebih transparan dalam peningkatan
tambahan belanja negara selama 2004-2012 yang telah mencapai Rp 0,92
kuadriliun.
Sementara
itu, untuk rencana menyantuni lebih dari Rp 100 ribu per kepala keluarga per
bulan selama krisis energi atau penghematan subsidi BBM sebesar Rp 25 triliun
(1,74 permil dari belanja negara sebesar Rp 1,4 kuadriliun), mengapa APBN tahun
2012 masih harus direvisi kembali meski baru berumur dua bulan, yaitu dengan
menaikkan harga BBM jenis Premium dan solar masing-masing sebesar Rp 1.500 per
liter.
Sedangkan, surplus ekspor minyak bumi sebesar Rp 9,59 triliun pada 2011.
Sedangkan, surplus ekspor minyak bumi sebesar Rp 9,59 triliun pada 2011.
Dari `cadangan minyak terbukti' yang sebesar
642,32 juta kilo liter pada 2011 itu (4,04 miliar barel), produksi BBM
Indonesia sebesar 38,34 juta kiloliter pada 2010 dan impor BBM sebesar 25,35
juta kiloliter pada 2011. Jadi, konsumsi BBM sebesar 61,73 juta kiloliter pada
2010 masih menghasilkan stok BBM sekitar 1,96 juta kiloliter. Pemerintah juga
perlu lebih transparan pada selisih `cadangan minyak terbukti' dengan produksi
BBM di atas sebesar 603,98 juta kiloliter itu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar