Selasa, 13 Maret 2012

Turki dan Minoritas Nonmuslim

Turki dan Minoritas Nonmuslim
Bulent Arinc, WAKIL PERDANA MENTERI TURKI
SUMBER : KORAN TEMPO, 12 Maret 2012



Setelah puluhan tahun telantar, pemerintah Turki mengambil beberapa langkah untuk menjamin hak minoritas agama nonmuslim di negeri itu. Dengan demikian, ada jaminan rule of law berlaku sama bagi semua warga Turki, tanpa memandang agama, etnisitas, atau bahasa seseorang.

Minoritas agama di Turki meliputi berbagai denominasi, termasuk Yunani Ortodoks, Armenia, Asiria, Kaldani, dan denominasi-denominasi Kristen lainnya, serta Yahudi, yang semuanya merupakan bagian integral masyarakat Turki. Sebagai bagian dari prakarsa baru pemerintah Turki untuk mengakhiri diskriminasi apa pun terhadap minoritas-minoritas nonmuslim ini, Presiden Abdullah Gul telah menekankan langkah-langkah ini dengan menerima kunjungan Bartholemew, Uskup Ortodoks Yunani di Istanbul, dan dengan mengunjungi gereja dan sinagoge di Hatay--kunjungan pertama oleh Presiden Turki.

Pada Agustus 2009, Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan para pemimpin minoritas agama di Buyukada, pulau terbesar dalam gugusan Pulau Pangeran di Laut Marmara, dan mendengarkan masalah yang mereka hadapi, sinyal yang jelas dari niat pemerintah memperkokoh rasa kebersamaan mereka dalam masyarakat Turki. Sebagai wakil perdana menteri, saya bertemu dengan wakil-wakil dari minoritas agama pada Maret 2010 serta mengunjungi Keuskupan Gereja Ortodoks Armenia dan Yunani pada 2010 dan 2011. Begitu juga Menteri Urusan Uni Eropa Egemen Bagis telah bertemu dengan para pemimpin minoritas ini pada beberapa kesempatan.

Di samping membangun hubungan yang hangat antara pemerintah Turki dan minoritas agama ini, kebijakan resmi telah berubah. Pada Mei 2010, Perdana Menteri Erdo?an mengeluarkan pernyataan resmi yang memperingatkan pegawai negeri dan warga umumnya untuk tidak melakukan diskriminasi apa pun terhadap minoritas agama, dan yang menekankan kesetaraan absolut warga minoritas nonmuslim di Turki.

Tapi landasan prakarsa yang diambil pada tahun-tahun terakhir ini sudah diletakkan lama sebelumnya. Pada Agustus 2003, pemerintah di bawah pimpinan Erdogan mengumumkan perubahan-perubahan hukum untuk memecahkan persoalan hak milik terkait dengan perhimpunan minoritas agama. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Turki, 365 kepemilikan tanah dan bangunan milik komunitas minoritas didaftarkan menurut hukum atas nama mereka. Pada 2008, pemerintah, kendati ditentang partai-partai lainnya, mengubah Undang-Undang Asosiasi dan mengizinkan perhimpunan minoritas agama membeli tanah serta bangunan di atasnya (dan menerima sumbangan, tanpa memandang besarnya, dari luar negeri).

Kemudian, pada Agustus 2011, suatu amendemen yang penting pada Undang-Undang Asosiasi mengesahkan dikembalikannya lebih dari 350 properti kepada minoritas agama. Sebagai bagian dari perubahan ini, Sekolah Kejuruan Putri Ortodoks Yunani di Beyo?lu, Istanbul, dan Pusat Komunitas Yahudi di Izmir telah diberi status hukum, yang mengakhiri sengketa yang sudah berlangsung seabad lamanya.

Bahkan sebelumnya, pada 2010, rumah yatim piatu Ortodoks Yunani di Pulau Halki dikembalikan kepada Keuskupan Yunani Ortodoks. Untuk memperlancar tugas agama mereka, uskup-uskup agung Ortodoks diberi kewarganegaraan Turki. Selain itu, Dewan Asosiasi, sebagai otoritas tertinggi mengenai perhimpunan agama, sekarang untuk pertama kalinya juga beranggotakan seorang nonmuslim yang mewakili agama-agama minoritas.

Lagi pula Direktorat Jenderal Asosiasi telah diberi tugas merenovasi rumah-rumah ibadah yang digunakan minoritas-minoritas agama, termasuk Gereja Aya Nikola di Gokceada Canakkale, serta Gereja Katolik Asiria dan Gereja Katolik Yunani di Iskendrun. Sejumlah gereja dan sinagoge lainnya juga sedang direnovasi.

Pemerintah telah mengambil banyak langkah historis dan simbolis penting lainnya. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata telah merenovasi Biara Panagia Sumela, gereja yang sudah berusia 1.600 tahun di Trabzon di pantai Laut Hitam. Misa pertama setelah puluhan tahun diadakan pada Agustus 2010, yang dipimpin Bartholomew, dan dihadiri ratusan anggota jemaah dari Yunani, Georgia, Eropa, Amerika Serikat, serta Turki.

Tonggak bersejarah lainnya adalah renovasi dan dibukanya Gereja Armenia yang sudah berusia 1.100 tahun pada Maret 2007. Misa pertama setelah 95 tahun lamanya diadakan di dalam gereja, yang dipimpin Uskup Agung Armenia, Airam Atesyan, dan dihadiri ribuan anggota jemaah.

Langkah-langkah ini diambil untuk mengatasi masalah yang sudah lama dihadapi minoritas agama nonmuslim di Turki. Umat muslim telah hidup dengan masyarakat Yahudi dan Kristen selama berabad-abad dan memperlakukan mereka dengan hormat dan kasih sayang. Kami bertekad menyelesaikan sisa-sisa masalah yang masih ada dan kami yakin bahwa kita bisa melakukan itu melalui rasa saling percaya dan kerja sama. Masyarakat Yahudi dan Kristen di Turki adalah warga sepenuhnya dengan hak yang sama, dan kami akan melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa realitas ini diakui di segala bidang kehidupan di Turki. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar