Turki
dan Minoritas Nonmuslim
Bulent Arinc, WAKIL
PERDANA MENTERI TURKI
SUMBER : KORAN TEMPO, 12 Maret 2012
Setelah puluhan tahun telantar, pemerintah
Turki mengambil beberapa langkah untuk menjamin hak minoritas agama nonmuslim
di negeri itu. Dengan demikian, ada jaminan rule of law berlaku sama
bagi semua warga Turki, tanpa memandang agama, etnisitas, atau bahasa
seseorang.
Minoritas agama di Turki meliputi berbagai
denominasi, termasuk Yunani Ortodoks, Armenia, Asiria, Kaldani, dan
denominasi-denominasi Kristen lainnya, serta Yahudi, yang semuanya merupakan
bagian integral masyarakat Turki. Sebagai bagian dari prakarsa baru pemerintah
Turki untuk mengakhiri diskriminasi apa pun terhadap minoritas-minoritas
nonmuslim ini, Presiden Abdullah Gul telah menekankan
langkah-langkah ini dengan menerima kunjungan Bartholemew, Uskup Ortodoks
Yunani di Istanbul, dan dengan mengunjungi gereja dan sinagoge di
Hatay--kunjungan pertama oleh Presiden Turki.
Pada Agustus 2009, Perdana Menteri Recep
Tayyip Erdogan bertemu dengan para pemimpin minoritas agama di Buyukada,
pulau terbesar dalam gugusan Pulau Pangeran di Laut Marmara, dan mendengarkan
masalah yang mereka hadapi, sinyal yang jelas dari niat pemerintah memperkokoh
rasa kebersamaan mereka dalam masyarakat Turki. Sebagai wakil perdana menteri,
saya bertemu dengan wakil-wakil dari minoritas agama pada Maret 2010 serta
mengunjungi Keuskupan Gereja Ortodoks Armenia dan Yunani pada 2010 dan 2011.
Begitu juga Menteri Urusan Uni Eropa Egemen Bagis telah bertemu dengan para
pemimpin minoritas ini pada beberapa kesempatan.
Di samping membangun hubungan yang hangat
antara pemerintah Turki dan minoritas agama ini, kebijakan resmi telah berubah.
Pada Mei 2010, Perdana Menteri Erdo?an mengeluarkan pernyataan resmi yang
memperingatkan pegawai negeri dan warga umumnya untuk tidak melakukan
diskriminasi apa pun terhadap minoritas agama, dan yang menekankan kesetaraan
absolut warga minoritas nonmuslim di Turki.
Tapi landasan prakarsa yang diambil pada
tahun-tahun terakhir ini sudah diletakkan lama sebelumnya. Pada Agustus 2003,
pemerintah di bawah pimpinan Erdogan mengumumkan perubahan-perubahan hukum
untuk memecahkan persoalan hak milik terkait dengan perhimpunan minoritas
agama. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Turki, 365 kepemilikan
tanah dan bangunan milik komunitas minoritas didaftarkan menurut hukum atas
nama mereka. Pada 2008, pemerintah, kendati ditentang partai-partai lainnya,
mengubah Undang-Undang Asosiasi dan mengizinkan perhimpunan minoritas agama
membeli tanah serta bangunan di atasnya (dan menerima sumbangan, tanpa
memandang besarnya, dari luar negeri).
Kemudian, pada Agustus 2011, suatu amendemen
yang penting pada Undang-Undang Asosiasi mengesahkan dikembalikannya lebih dari
350 properti kepada minoritas agama. Sebagai bagian dari perubahan ini, Sekolah
Kejuruan Putri Ortodoks Yunani di Beyo?lu, Istanbul, dan Pusat Komunitas Yahudi
di Izmir telah diberi status hukum, yang mengakhiri sengketa yang sudah
berlangsung seabad lamanya.
Bahkan sebelumnya, pada 2010, rumah yatim
piatu Ortodoks Yunani di Pulau Halki dikembalikan kepada Keuskupan Yunani
Ortodoks. Untuk memperlancar tugas agama mereka, uskup-uskup agung Ortodoks
diberi kewarganegaraan Turki. Selain itu, Dewan Asosiasi, sebagai otoritas
tertinggi mengenai perhimpunan agama, sekarang untuk pertama kalinya juga
beranggotakan seorang nonmuslim yang mewakili agama-agama minoritas.
Lagi pula Direktorat Jenderal Asosiasi telah
diberi tugas merenovasi rumah-rumah ibadah yang digunakan minoritas-minoritas
agama, termasuk Gereja Aya Nikola di Gokceada
Canakkale,
serta Gereja Katolik Asiria dan Gereja Katolik Yunani di Iskendrun. Sejumlah
gereja dan sinagoge lainnya juga sedang direnovasi.
Pemerintah telah mengambil banyak langkah
historis dan simbolis penting lainnya. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
telah merenovasi Biara Panagia Sumela, gereja yang
sudah berusia 1.600 tahun di Trabzon di pantai Laut Hitam. Misa pertama setelah
puluhan tahun diadakan pada Agustus 2010, yang dipimpin Bartholomew, dan
dihadiri ratusan anggota jemaah dari Yunani, Georgia, Eropa, Amerika Serikat,
serta Turki.
Tonggak bersejarah lainnya adalah renovasi
dan dibukanya Gereja Armenia yang sudah berusia 1.100 tahun pada Maret 2007.
Misa pertama setelah 95 tahun lamanya diadakan di dalam gereja, yang dipimpin
Uskup Agung Armenia, Airam Atesyan, dan dihadiri ribuan anggota jemaah.
Langkah-langkah ini diambil untuk mengatasi
masalah yang sudah lama dihadapi minoritas agama nonmuslim di Turki. Umat
muslim telah hidup dengan masyarakat Yahudi dan Kristen selama berabad-abad dan
memperlakukan mereka dengan hormat dan kasih sayang. Kami bertekad
menyelesaikan sisa-sisa masalah yang masih ada dan kami yakin bahwa kita bisa
melakukan itu melalui rasa saling percaya dan kerja sama. Masyarakat Yahudi dan
Kristen di Turki adalah warga sepenuhnya dengan hak yang sama, dan kami akan
melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa realitas ini diakui di segala
bidang kehidupan di Turki. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar