Selasa, 13 Maret 2012

Petani Memperjuangkan Pengakuan Hak Asasi Petani di PBB


Petani Memperjuangkan Pengakuan
Hak Asasi Petani di PBB
Henry Saragih, KETUA UMUM SERIKAT PETANI INDONESIA
SUMBER : SINAR HARAPAN, 12 Maret 2012



JAKARTA – Permasalahan rakyat perdesaan, yakni kemiskinan dan kelaparan, terus terjadi di seluruh dunia. Lebih dari 700 juta jiwa penduduk desa sebagai produsen pangan justru menjadi objek penderita, sebagai pengidap kelaparan juga kemiskinan ekstrem.
Sebuah studi dari Komite Penasihat untuk Dewan HAM PBB tentang diskriminasi dalam konteks hak atas pangan (Dokumen A/HRC/16/40) menyebutkan bahwa petani, pemilik lahan kecil, buruh tak bertanah, nelayan pemburu, dan peramu adalah salah satu kelompok rentan dan paling terdiskriminasi.

Argumentasi ini juga diperkuat fakta dari Satuan Tugas Penanggulangan Kelaparan PBB yang menunjukkan bahwa 80 persen dari penduduk dunia yang menderita kelaparan adalah warga pedesaan. Dari total angka kelaparan yang nyaris mencapai 1 miliar jiwa, 75 persennya adalah masyarakat yang tinggal dan bekerja di daerah pedesaan.

Selain mengalami diskriminasi terhadap hak-hak asasinya, para petani dan rakyat yang bekerja di pedesaan juga banyak dilanggar haknya, terutama hak atas tanahnya.

Secara global, jutaan petani telah dipaksa meninggalkan lahan pertanian mereka karena pencaplokan tanah (land grabbing) yang difasilitasi kebijakan nasional dan juga internasional. Negara maupun pihak swasta mencaplok tanah, yang banyak melibatkan lebih dari 10.000 hingga 500.000 hektare lahan yang sangat penting bagi kedaulatan pangan bangsa.

Para ahli dari Committee on World Food Security, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperkirakan sekitar 50 hingga 80 juta hektare tanah di negara miskin dan berkembang telah dicaplok investasi internasional.

Tanah tersebut diambil dari petani untuk pembangunan industri skala besar atau proyek-proyek infrastruktur, industri ekstraksi seperti pertambangan, kawasan wisata, kawasan ekonomi khusus, supermarket, dan perkebunan untuk menghasilkan cash crops. Hasilnya, jumlah lahan hanya terkonsentrasi pada beberapa pihak.

Di Indonesia, kita bisa melihat kasus Mesuji, Bima-Sape, dan Merauke yang mengemuka akhir-akhir ini.

Untuk itulah Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak pencaplokan tanah dan mengusulkan urgensi terhadap pengakuan dan perlindungan hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan.

Sejak 2000 kita bekerja untuk ini, baik di tingkat nasional dan internasional. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kita mengusulkan instrumen baru HAM untuk pengakuan dan perlindungan hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan.

Upaya selama 12 tahun belakangan tersebut dimulai SPI dengan rangkaian Konferensi Hak Asasi Petani dan Reforma Agraria. Pada 2008, upaya ini resmi dimasukkan secara formal ke dalam mekanisme PBB.

Sejak itulah PBB membuat kajian tentang hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan.

Selain dokumen A/HRC/16/40, baru-baru ini Komite Penasihat untuk Dewan HAM PBB juga mengeluarkan studi final tentang pemajuan hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan (Dokumen A/HRC/AC/8/6) pada Februari 2012 ini. Studi tersebut akan dibicarakan di sesi ke-19 Dewan HAM PBB pada Maret 2012 ini.

Untuk itu, SPI sebagai anggota La Via Campesina, Gerakan Petani Internasional, akan memperjuangkan studi tersebut di PBB. Hal ini juga penting, mengingat krisis pangan yang terus mengintai serta eskalasi pelanggaran hak asasi petani yang meningkat di Indonesia, terutama terkait hak atas tanah.

Laporan Pelanggaran Hak Asasi Petani oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) menunjukkan terjadi 51 kasus pelanggaran hak asasi petani pada 2010.

Selanjutnya terdapat peningkatan signifikan menjadi 144 kasus pada 2011, di mana 120 kasus terkait hak atas tanah dan teritori, yang sebagian besar merupakan konflik tanah antara petani/masyarakat adat dengan negara atau perusahaan.

Untuk itu, kerja sama internasional antara negara-negara di seluruh dunia dalam wadah Dewan HAM PBB menjadi sangat penting, terutama untuk mewujudkan pengakuan dan perlindungan hak asasi petani. Di level Dewan HAM PBB, kita respek terhadap perwakilan Indonesia di PBB yang menunjukkan dukungannya terhadap usulan ini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar