Sistem
Pembayaran dan Mobile Banking
Achmad
Deni Daruri, PRESIDENT DIRECTOR
CENTER FOR BANKING CRISIS
SUMBER : SINDO, 20 Maret 2012
Perekonomian
dunia memang belum memperlihatkan tanda-tanda untuk pulih. Namun negara-negara
berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin tampaknya mulai mengubah
paradigma perbankan mereka menjadi berbasis mobile
banking.
Jika
langkah ini sukses,bukannya tidak mungkin krisis ekonomi dunia justru menjadi
berkah bagi pembangunan negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Sistem
pembayaran berbasis mobile bankingtelah menciptakan wadah yang sangat besar
untuk menampung pertumbuhan transaksi perbankan yang meningkat
pesat.Pertumbuhan yang meningkat secara eksponensial dari nasabah perbankan
dimungkinkan olehteknologi sistem pembayaran berbasis mobile banking.
Bahkan, sistem ini mampu bekerja 24 jam dalam seminggu tanpa libur. Pertumbuhan nasabah bank diperkirakan juga akan tumbuh secara eksponensial dengan dukungan teknologi ini, sehingga skalabilitas perbankan juga tercipta, yang akan menghasilkan skala ekonomis. Sebagai hasilnya, produktivitas perbankan akan meningkat dengan lebih cepat.
Mobile banking menurut Tiwari dan Buse (2006) didefinisikan sebagai: “Mobile banking refers to provision and availment of banking and financial services with the help of mobile telecommunication devices.The scope of offered services may include facilities to conduct bank and stock market transactions,to administer accounts and to access customized information.” Mobile banking tidak hanya mampu mengeksploitasi skalabilitas, tetapi juga economies of scope.
Strategi perbankan nasional seharusnya juga mampu menghasilkan economies of scope, apalagi jika mobile banking ini juga dikombinasikan dengan sistem pembayaran untuk pasar-pasar nonperbankan seperti pasar modal, derivatif, dan komoditas. Dengan demikian, infrastruktur perbankan menjadi lebih murah lagi secara relatif jika economies of scope juga mampu dikembangkan.
Di Uni Eropa, hal ini sudah diterapkan di mana 80% nasabah bank sudah menggunakan mobile banking. Dengan demikian, penetrasi mobile banking menjadi salah satu persyaratan penting dalam mencapai tingkat produktivitas perbankan yang tinggi melalui mobile banking. Krisis di Uni Eropa bukan disebabkan berkembangnya mobile banking, melainkan lebih karena krisis perekonomian akibat meletusnya “balon” di sektor properti.
Apalagi, harga obligasi pemerintah Uni Eropa juga menurun akibat turunnya ratingmereka. Dalam situasi yang seperti ini, terjadi ketidakcocokan antara peningkatan nasabah bank dan kekuatan modal bank. Seharusnya Uni Eropa tidak saja memberikan pinjaman kepada perbankan di Uni Eropa melalui mekanisme bank sentral Uni Eropa, tetapi juga menggunakan surplus fiskal untuk memperkuat struktur permodalan perbankan mereka.
Potensi
Di Uni Eropa menjadi perhatian bagi kita semua dalam konteks pengembangan bisnis mobile banking yang sehat. Permodalan perbankan harus tetap menjadi bagian penting dari pengembangan bisnis ini. Bisnis ini memiliki willingness to pay yang relatif sangat tinggi dari berbagai lapisan masyarakat. Jadi, potensi pasar dari bisnis ini bukan hanya masyarakat kaya. Di Korea Selatan, bahkan peningkatan rata-rata hariannya dalam setahun bisa di atas 100% untuk transaksi dan juga untuk jumlah nasabah yang mendaftar.
Perlu juga diingat, bahwa Korea Selatan juga merupakan negara yang menghasilkan perangkat keras untuk mobile banking. Bahkan, Samsung merupakan pesaing dari Apple. Dengan tidak adanya Steve Jobs, bukan tidak mungkin Samsung yang akan menjadi raja dunia untuk pasar perangkat keras dan lunak dari instrumen mobile banking. Dengan demikian, negara seperti Korea Selatan memiliki dampak keuntungan ganda dari bisnis mobile banking ini.
Pertama, peningkatan produktivitas perbankan. Kedua, semakin majunya industri mereka. Langkah Korea Selatan ini seyogianya juga ditiru oleh Indonesia dengan mengembangkan sektor manufaktur yang berkaitan dengan produksi mobile banking. Sudah saatnya industri elektronika Indonesia mulai berbenah diri dengan mengubah total orientasi pembangunan industri ini. Indonesia tidak akan mampu memiliki industri manufaktur yang mampu mendukung industri mobile banking, jika Indonesia tidak serius menghasilkan tenaga kerja dengan pendidikan insinyur.
Paling tidak Indonesia harus menghasilkan insinyur minimal 30.000 orang setiap tahunnya untuk mendukung industri ini. Jika tidak, industri manufaktur Indonesia hanya mampu menghasilkan produk-produk elektronika yang tidak ada hubungannya dengan mobile banking. Bukan hanya itu pemerintah Korea Selatan selain menghasilkan insinyur, namun juga melakukan investasi dalam rangka menunjang peningkatan kapasitas dan kecepatan dalam transmisi data, sehingga teknologi mobile banking yang canggih dapat dioperasikan secara efektif dan efisien.
Sudah saatnya Indonesia juga melakukan investasi besar-besaran dalam universal mobile telecommunication system. Masing-masing bank juga harus mengembangkan tujuan dari bisnis mobile banking ini. Kroll ( 2006) mengatakan: “It is primarily employed as a means of differentiation vis-a-vis rivals, to attract young and technology-savvy new customers. The intention thereby is to reinforce exit barriers for technologysavvy customers by offering lowor no-costs innovative services as and when enabled by latest technologies. A secondary goal is to reduce distribution costs”.
Dengan demikian, strategi diferensiasi merupakan strategi pokok yang harus dikembangkan oleh bank yang ingin mendalami bisnis ini. Pasar yang akan terbentuk adalah pasar kompetisi monopolistik. Selain itu, mencari ceruk pasar juga menjadi bagian dari tujuan perbankan. Dan, tentunya tujuan lainnya adalah mengurangi biaya distribusi perbankan itu sendiri. Jika langkah ini hendak ditiru, perbankan nasional akan banyak mengubah rencana bisnis mereka. Perubahan ini memang diperlukan agar tujuan dan strategi dapat berjalan secara beriringan.
Dengan struktur pasar yang seperti ini, perbankan nasional akan melakukan investasi teknologi sistem pembayaran berbasis mobile banking yang bersifat increasing return to scale. Artinya, bisnis mobile banking akan meningkatkan daya saing perbankan nasional! ●
Bahkan, sistem ini mampu bekerja 24 jam dalam seminggu tanpa libur. Pertumbuhan nasabah bank diperkirakan juga akan tumbuh secara eksponensial dengan dukungan teknologi ini, sehingga skalabilitas perbankan juga tercipta, yang akan menghasilkan skala ekonomis. Sebagai hasilnya, produktivitas perbankan akan meningkat dengan lebih cepat.
Mobile banking menurut Tiwari dan Buse (2006) didefinisikan sebagai: “Mobile banking refers to provision and availment of banking and financial services with the help of mobile telecommunication devices.The scope of offered services may include facilities to conduct bank and stock market transactions,to administer accounts and to access customized information.” Mobile banking tidak hanya mampu mengeksploitasi skalabilitas, tetapi juga economies of scope.
Strategi perbankan nasional seharusnya juga mampu menghasilkan economies of scope, apalagi jika mobile banking ini juga dikombinasikan dengan sistem pembayaran untuk pasar-pasar nonperbankan seperti pasar modal, derivatif, dan komoditas. Dengan demikian, infrastruktur perbankan menjadi lebih murah lagi secara relatif jika economies of scope juga mampu dikembangkan.
Di Uni Eropa, hal ini sudah diterapkan di mana 80% nasabah bank sudah menggunakan mobile banking. Dengan demikian, penetrasi mobile banking menjadi salah satu persyaratan penting dalam mencapai tingkat produktivitas perbankan yang tinggi melalui mobile banking. Krisis di Uni Eropa bukan disebabkan berkembangnya mobile banking, melainkan lebih karena krisis perekonomian akibat meletusnya “balon” di sektor properti.
Apalagi, harga obligasi pemerintah Uni Eropa juga menurun akibat turunnya ratingmereka. Dalam situasi yang seperti ini, terjadi ketidakcocokan antara peningkatan nasabah bank dan kekuatan modal bank. Seharusnya Uni Eropa tidak saja memberikan pinjaman kepada perbankan di Uni Eropa melalui mekanisme bank sentral Uni Eropa, tetapi juga menggunakan surplus fiskal untuk memperkuat struktur permodalan perbankan mereka.
Potensi
Di Uni Eropa menjadi perhatian bagi kita semua dalam konteks pengembangan bisnis mobile banking yang sehat. Permodalan perbankan harus tetap menjadi bagian penting dari pengembangan bisnis ini. Bisnis ini memiliki willingness to pay yang relatif sangat tinggi dari berbagai lapisan masyarakat. Jadi, potensi pasar dari bisnis ini bukan hanya masyarakat kaya. Di Korea Selatan, bahkan peningkatan rata-rata hariannya dalam setahun bisa di atas 100% untuk transaksi dan juga untuk jumlah nasabah yang mendaftar.
Perlu juga diingat, bahwa Korea Selatan juga merupakan negara yang menghasilkan perangkat keras untuk mobile banking. Bahkan, Samsung merupakan pesaing dari Apple. Dengan tidak adanya Steve Jobs, bukan tidak mungkin Samsung yang akan menjadi raja dunia untuk pasar perangkat keras dan lunak dari instrumen mobile banking. Dengan demikian, negara seperti Korea Selatan memiliki dampak keuntungan ganda dari bisnis mobile banking ini.
Pertama, peningkatan produktivitas perbankan. Kedua, semakin majunya industri mereka. Langkah Korea Selatan ini seyogianya juga ditiru oleh Indonesia dengan mengembangkan sektor manufaktur yang berkaitan dengan produksi mobile banking. Sudah saatnya industri elektronika Indonesia mulai berbenah diri dengan mengubah total orientasi pembangunan industri ini. Indonesia tidak akan mampu memiliki industri manufaktur yang mampu mendukung industri mobile banking, jika Indonesia tidak serius menghasilkan tenaga kerja dengan pendidikan insinyur.
Paling tidak Indonesia harus menghasilkan insinyur minimal 30.000 orang setiap tahunnya untuk mendukung industri ini. Jika tidak, industri manufaktur Indonesia hanya mampu menghasilkan produk-produk elektronika yang tidak ada hubungannya dengan mobile banking. Bukan hanya itu pemerintah Korea Selatan selain menghasilkan insinyur, namun juga melakukan investasi dalam rangka menunjang peningkatan kapasitas dan kecepatan dalam transmisi data, sehingga teknologi mobile banking yang canggih dapat dioperasikan secara efektif dan efisien.
Sudah saatnya Indonesia juga melakukan investasi besar-besaran dalam universal mobile telecommunication system. Masing-masing bank juga harus mengembangkan tujuan dari bisnis mobile banking ini. Kroll ( 2006) mengatakan: “It is primarily employed as a means of differentiation vis-a-vis rivals, to attract young and technology-savvy new customers. The intention thereby is to reinforce exit barriers for technologysavvy customers by offering lowor no-costs innovative services as and when enabled by latest technologies. A secondary goal is to reduce distribution costs”.
Dengan demikian, strategi diferensiasi merupakan strategi pokok yang harus dikembangkan oleh bank yang ingin mendalami bisnis ini. Pasar yang akan terbentuk adalah pasar kompetisi monopolistik. Selain itu, mencari ceruk pasar juga menjadi bagian dari tujuan perbankan. Dan, tentunya tujuan lainnya adalah mengurangi biaya distribusi perbankan itu sendiri. Jika langkah ini hendak ditiru, perbankan nasional akan banyak mengubah rencana bisnis mereka. Perubahan ini memang diperlukan agar tujuan dan strategi dapat berjalan secara beriringan.
Dengan struktur pasar yang seperti ini, perbankan nasional akan melakukan investasi teknologi sistem pembayaran berbasis mobile banking yang bersifat increasing return to scale. Artinya, bisnis mobile banking akan meningkatkan daya saing perbankan nasional! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar