Sebuah
Pilihan dalam Lini Perubahan
Jeffrie Geovanie, ANGGOTA PARTAI NASDEM
Sumber
: SINDO, 1 Maret 2012
Hari baru telah datang/ Bunga-bunga
masa depan Telah datang perubahan/ Bintang-bintang anak zaman (Iwan Fals & Kantata Takwa)
Every day is a new day, kata Ernest Hemmingway dalam
novelnya, The Old Man and the Sea. Dalam rantai pergantian hari ini, kita
memiliki dua opsi. Pertama, menunggu datangnya hari baik yang akan membawa
peruntungan. Kedua,mempersiapkan diri sebaik mungkin sehingga tetap berkarya
saat hari-hari buruk dan ketika hari baik tiba kita telah siap dengan
perencanaan karya besar yang matang. Sebenarnya, bukan hanya hari yang selalu
berganti. Setiap jam, menit, bahkan setiap detik selalu menyimpan benih
perubahan menuju suatu hal baru.
Hemingway maupun Iwan Fals sama-sama ingin menyatakan bahwa tak ada yang abadi di dunia ini selain perubahan. Mereka yang tak siap dengan perubahan ibarat orang yang tidur dan tak mau bangun dari mimpinya. Suatu sikap yang sangat naif. Dalam kronik perjalanan bangsa kita, ruas-ruas perubahan terlihat jelas dalam setiap orde yang kita lalui.Pada masa revolusi fisik, para pejuang bangsa mempersiapkan tatanan negara yang berdaulat.
Naskah-naskah sidang BPUPKI menjadi dasar-dasar konseptual dan pertimbangan pokok dalam membentuk Indonesia merdeka. Kita mengenal ruas sejarah ini sebagai masa Orde Lama. Sampai titik jenuhnya, Orde Lama harus menepi oleh ruapan massa seiring resesi yang tragis. Ruas berikutnya segera menyambut. Naskahnaskah seminar Angkatan Darat menjadi rujukan fase republik pasca-Orde Lama itu. Kita mengenal fase ini sebagai Orde Baru. Setelah 33 tahun pemerintahan, Orde Baru pun harus kembali menepi.
Teriakan reformasi menghentak rezim developmentalis ini ke tepi kekuasaan. Ruas sejarah baru kembali menyambut, kita mengenalnya sebagai era Reformasi. Pada ruas inilah kita sekarang berada. Sayangnya,tak seperti ordeorde sebelumnya,era Reformasi berjalan tergopoh-gopoh.Tak ada konsep dan naskah yang tegas tentang arah dan konsep kedaulatan ke depan.
Tiap lekuk gelombang reformasi membawa percikan ide sendiri. Arus reformasi berjalan ke segala arah, saling tarik, dan kadang saling kelelahan sendiri. Meski begitu,reformasi bukan tanpa konsesi.Demokrasi adalah konsesi baru sekaligus antitesis Orde Baru yang dianggap totaliter. Robert A Dahl menyebutkan enam prinsip demokrasi mencakup: mekanisme kontrol kebijakan, pemilu jurdil,hak memilih dan dipilih, kebebasan berpendapat, kebebasan informasi, dan kebebasan berserikat.
Keenam prinsip demokrasi itu telah diterapkan dalam skema reformasi. Penerapan yang cukup penting adalah pembenahan sistem pemilu dan kepartaian. Tak mengherankan, salah satu agenda awal reformasi adalah penyelenggaraan pemilu. Pemilu era Reformasi sangat berbeda dengan era Orde Baru. Keterbukaan, hak memilih dan dipilih, serta kebebasan berserikat dijawab dengan sistem multipartai. Sistem ini segera diikuti dengan luapan partai politik baru yang sangat ekstrem.
Secara kuantitas banyak sudah partai yang menyatakan diri sebagai wadah aspirasi kemajuan bangsa.Namun,secara kualitas, semua itu tak lebih dari praktik transaksional semata.Arena politik menjadi layaknya pasar malam. Saat ini, memang wacana penyederhanaan partai politik mulai berayun. Banyak yang berpendapat bahwa partai di Indonesia ke depan akan mengerucut pada sembilan partai yang duduk di kursi DPR saat ini.
Banyak juga yang memprediksi bahwa jumlah itu akan menyusut lagi hingga mencapai bentuk multipartai sederhana. Tentu perkembangan wacana itu cukup menggembirakan bagi kita yang menganggap bahwa demokrasi bukan satu-satunya syarat kemajuan. Demokrasi tetap membutuhkan kepatuhan kolektif yang bersandar pada orientasi kemajuan dan kejayaan bangsa. Penyederhanaan partai politik diharapkan mampu membangun pemerintahan yang lebih efektif.
Perubahan
Sayangnya, semangat penyederhanaan partai politik itu kurang didukung performa partai politik itu sendiri. Berbagai jajak pendapat tentang kepercayaan publik selalu menempatkan partai politik pada posisi kepercayaan terendah. Kita memang memerlukan perubahan dalam kehidupan berpartai. Perubahan itu harus bersandar pada proses maupun tujuan partai politik itu sendiri.
Proses berpartai haruslah dilakukan sesuai dengan landasan hukum dan konstitusi yang telah menjadi konsesi bersama. Di saat yang sama, tujuan dari partai politik itu harus berorientasi pada kemakmuran, kemajuan, dan kejayaan bangsa. Di sini kita perlu kekuatan besar dan komitmen kuat yang mampu menjaga konsistensi antara proses dan tujuan berpartai.
Saya percaya, partai-partai politik yang ada sekarang ini telah berusaha menjalankan itu.Tak terkecuali Partai Golkar yang telah saya selami selama empat tahun.Tapi, saya juga tetap berpijak pada pilihan sikap saya terhadap perubahan, seperti yang saya sampaikan di awal artikel ini. Menunggu hari baik atau mempersiapkan diri menuju hari baik itu.Dan saya memilih opsi yang kedua.
Saya bisa bertahan di Partai Golkar hingga publik menaruh kepercayaan kepada partai politik, lebih dari institusiinstitusi lainnya. Atau, saya bisa bergabung dengan partai lain yang bisa mempercepat kepercayaan publik terhadap partai sekaligus mematangkan fungsi politik kepartaian. Tentu saja, pilihan kedua akan saya ambil dengan syarat ada partai yang bisa menjalankan tujuan itu.
Dan setelah melalui pertimbangkan mendalam, saya melihat bahwa saat ini ada partai politik yang sesuai dengan tujuan itu.Partai itu bernama Partai Nasional Demokrat (NasDem).Dalam hemat saya, Partai NasDem memiliki potensi sangat besar untuk mempercepat pembenahan politik negeri ini sekaligus mempercepat roda perubahan pasca reformasi.
Memang, Partai NasDem merupakan partai baru. Tapi proses kelahiran Partai Nas- Dem sangat berbeda dengan gelombang partai baru pascareformasi. Partai NasDem bukan terlahir dari euforia demokrasi, tapi lahir dari refleksi atas kondisi politik kontemporer. Partai NasDem juga memiliki proses dan orientasi politik yang tegas.
Setidaknya, ada tujuh potensi besar yang terlihat dalam proses politik Partai NasDem: (1) tata kelola keuangan partai yang terhitung profesional; (2) komitmen kuat untuk membangun pola hubungan dengan konstituen; (3) proses rekrutmen anggota yang masif dan berkualitas; (4) adanya komitmen tentang seleksi kandidat eksekutif maupun legislatif yang tertata; (5) ada keseriusan dalam mengembangkan internal partai politik dan strategi pemenangan pemilu; (6) pengelolaan konflik internal yang rapi; dan (7) adanya komitmen peningkatan fungsi dan peranan parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Dari sisi tujuan,Partai NasDem juga memiliki kelebihan dan potensi luar biasa.Naskah Restorasi Indonesia yang dimiliki Partai NasDem adalah arahan tegas tentang gerak perubahan yang akan dituju. Dan tak kalah penting dari Partai NasDem, di sana berkumpul anak-anak zaman, tenaga-tenaga penggerak perubahan yang masih segar.
Di Partai NasDem saya mendapat aura perubahan yang kental, yang sesuai dengan semangat saya dalam berpolitik. Akhirnya, saya mengutip Aristotles: “Kesempurnaan sangat terkait dengan pilihan, yang secara umum ditentukan oleh pertimbangan dan cara seseorang menentukannya.”
Dalam hal ini,saya pertegas bahwa saya memilih Partai NasDem untuk menyempurnakan keterlibatan saya dalam dunia politik. Dan lebih jauh lagi,saya berharap hal ini akan menyempurnakan proses dan tujuan politik kebangsaan kita dalam arus besar perubahan yang sedang dan terus berjalan. ●
Hemingway maupun Iwan Fals sama-sama ingin menyatakan bahwa tak ada yang abadi di dunia ini selain perubahan. Mereka yang tak siap dengan perubahan ibarat orang yang tidur dan tak mau bangun dari mimpinya. Suatu sikap yang sangat naif. Dalam kronik perjalanan bangsa kita, ruas-ruas perubahan terlihat jelas dalam setiap orde yang kita lalui.Pada masa revolusi fisik, para pejuang bangsa mempersiapkan tatanan negara yang berdaulat.
Naskah-naskah sidang BPUPKI menjadi dasar-dasar konseptual dan pertimbangan pokok dalam membentuk Indonesia merdeka. Kita mengenal ruas sejarah ini sebagai masa Orde Lama. Sampai titik jenuhnya, Orde Lama harus menepi oleh ruapan massa seiring resesi yang tragis. Ruas berikutnya segera menyambut. Naskahnaskah seminar Angkatan Darat menjadi rujukan fase republik pasca-Orde Lama itu. Kita mengenal fase ini sebagai Orde Baru. Setelah 33 tahun pemerintahan, Orde Baru pun harus kembali menepi.
Teriakan reformasi menghentak rezim developmentalis ini ke tepi kekuasaan. Ruas sejarah baru kembali menyambut, kita mengenalnya sebagai era Reformasi. Pada ruas inilah kita sekarang berada. Sayangnya,tak seperti ordeorde sebelumnya,era Reformasi berjalan tergopoh-gopoh.Tak ada konsep dan naskah yang tegas tentang arah dan konsep kedaulatan ke depan.
Tiap lekuk gelombang reformasi membawa percikan ide sendiri. Arus reformasi berjalan ke segala arah, saling tarik, dan kadang saling kelelahan sendiri. Meski begitu,reformasi bukan tanpa konsesi.Demokrasi adalah konsesi baru sekaligus antitesis Orde Baru yang dianggap totaliter. Robert A Dahl menyebutkan enam prinsip demokrasi mencakup: mekanisme kontrol kebijakan, pemilu jurdil,hak memilih dan dipilih, kebebasan berpendapat, kebebasan informasi, dan kebebasan berserikat.
Keenam prinsip demokrasi itu telah diterapkan dalam skema reformasi. Penerapan yang cukup penting adalah pembenahan sistem pemilu dan kepartaian. Tak mengherankan, salah satu agenda awal reformasi adalah penyelenggaraan pemilu. Pemilu era Reformasi sangat berbeda dengan era Orde Baru. Keterbukaan, hak memilih dan dipilih, serta kebebasan berserikat dijawab dengan sistem multipartai. Sistem ini segera diikuti dengan luapan partai politik baru yang sangat ekstrem.
Secara kuantitas banyak sudah partai yang menyatakan diri sebagai wadah aspirasi kemajuan bangsa.Namun,secara kualitas, semua itu tak lebih dari praktik transaksional semata.Arena politik menjadi layaknya pasar malam. Saat ini, memang wacana penyederhanaan partai politik mulai berayun. Banyak yang berpendapat bahwa partai di Indonesia ke depan akan mengerucut pada sembilan partai yang duduk di kursi DPR saat ini.
Banyak juga yang memprediksi bahwa jumlah itu akan menyusut lagi hingga mencapai bentuk multipartai sederhana. Tentu perkembangan wacana itu cukup menggembirakan bagi kita yang menganggap bahwa demokrasi bukan satu-satunya syarat kemajuan. Demokrasi tetap membutuhkan kepatuhan kolektif yang bersandar pada orientasi kemajuan dan kejayaan bangsa. Penyederhanaan partai politik diharapkan mampu membangun pemerintahan yang lebih efektif.
Perubahan
Sayangnya, semangat penyederhanaan partai politik itu kurang didukung performa partai politik itu sendiri. Berbagai jajak pendapat tentang kepercayaan publik selalu menempatkan partai politik pada posisi kepercayaan terendah. Kita memang memerlukan perubahan dalam kehidupan berpartai. Perubahan itu harus bersandar pada proses maupun tujuan partai politik itu sendiri.
Proses berpartai haruslah dilakukan sesuai dengan landasan hukum dan konstitusi yang telah menjadi konsesi bersama. Di saat yang sama, tujuan dari partai politik itu harus berorientasi pada kemakmuran, kemajuan, dan kejayaan bangsa. Di sini kita perlu kekuatan besar dan komitmen kuat yang mampu menjaga konsistensi antara proses dan tujuan berpartai.
Saya percaya, partai-partai politik yang ada sekarang ini telah berusaha menjalankan itu.Tak terkecuali Partai Golkar yang telah saya selami selama empat tahun.Tapi, saya juga tetap berpijak pada pilihan sikap saya terhadap perubahan, seperti yang saya sampaikan di awal artikel ini. Menunggu hari baik atau mempersiapkan diri menuju hari baik itu.Dan saya memilih opsi yang kedua.
Saya bisa bertahan di Partai Golkar hingga publik menaruh kepercayaan kepada partai politik, lebih dari institusiinstitusi lainnya. Atau, saya bisa bergabung dengan partai lain yang bisa mempercepat kepercayaan publik terhadap partai sekaligus mematangkan fungsi politik kepartaian. Tentu saja, pilihan kedua akan saya ambil dengan syarat ada partai yang bisa menjalankan tujuan itu.
Dan setelah melalui pertimbangkan mendalam, saya melihat bahwa saat ini ada partai politik yang sesuai dengan tujuan itu.Partai itu bernama Partai Nasional Demokrat (NasDem).Dalam hemat saya, Partai NasDem memiliki potensi sangat besar untuk mempercepat pembenahan politik negeri ini sekaligus mempercepat roda perubahan pasca reformasi.
Memang, Partai NasDem merupakan partai baru. Tapi proses kelahiran Partai Nas- Dem sangat berbeda dengan gelombang partai baru pascareformasi. Partai NasDem bukan terlahir dari euforia demokrasi, tapi lahir dari refleksi atas kondisi politik kontemporer. Partai NasDem juga memiliki proses dan orientasi politik yang tegas.
Setidaknya, ada tujuh potensi besar yang terlihat dalam proses politik Partai NasDem: (1) tata kelola keuangan partai yang terhitung profesional; (2) komitmen kuat untuk membangun pola hubungan dengan konstituen; (3) proses rekrutmen anggota yang masif dan berkualitas; (4) adanya komitmen tentang seleksi kandidat eksekutif maupun legislatif yang tertata; (5) ada keseriusan dalam mengembangkan internal partai politik dan strategi pemenangan pemilu; (6) pengelolaan konflik internal yang rapi; dan (7) adanya komitmen peningkatan fungsi dan peranan parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Dari sisi tujuan,Partai NasDem juga memiliki kelebihan dan potensi luar biasa.Naskah Restorasi Indonesia yang dimiliki Partai NasDem adalah arahan tegas tentang gerak perubahan yang akan dituju. Dan tak kalah penting dari Partai NasDem, di sana berkumpul anak-anak zaman, tenaga-tenaga penggerak perubahan yang masih segar.
Di Partai NasDem saya mendapat aura perubahan yang kental, yang sesuai dengan semangat saya dalam berpolitik. Akhirnya, saya mengutip Aristotles: “Kesempurnaan sangat terkait dengan pilihan, yang secara umum ditentukan oleh pertimbangan dan cara seseorang menentukannya.”
Dalam hal ini,saya pertegas bahwa saya memilih Partai NasDem untuk menyempurnakan keterlibatan saya dalam dunia politik. Dan lebih jauh lagi,saya berharap hal ini akan menyempurnakan proses dan tujuan politik kebangsaan kita dalam arus besar perubahan yang sedang dan terus berjalan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar