Jumat, 16 Maret 2012

Satgas Penjaga Moralitas


Satgas Penjaga Moralitas
Ahmad Khoirul Fata, DOSEN PADA JURUSAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH IAIN SULTAN AMAI, GORONTALO
SUMBER : REPUBLIKA, 16 Maret 2012



Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2 Maret 2012 lalu menanda tangani Perpres No 25 Tahun 2012 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi sebagai tindak lan jut dari amanat Pasal 42 UU No 44 Ta hun 2008 tentang Pornografi. Dalam Pasal 4 Perpres tersebut, gugus ini bertugas melakukan koordinasi upaya pencegahan dan penanganan masalah pornografi, memantau pelaksanaan pencegahan dan penanganan pornografi, melaksanakan sosialisasi, edukasi, kerja sama pencegahan dan penanganan pornografi, serta melaksanakan evaluasi pelaporan.

Satgas yang dipimpin oleh Menko Kesra Agung Laksono dan Menag Suryadharma Ali sebagai Ketua Harian itu beranggotakan sejumlah menteri, Kapolri, Jaksa Agung, Ketua KPI, dan Ketua Lembaga Sensor Film (LSF). Sesuai dengan Perpres tersebut, Satgas ini dapat dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Kontan pro kontra hadir mengiringi pembentukan Satgas tersebut. Ketua MUI Amidhan mendukung langkah ter sebut. Sementara, politikus PDIP Pramono Anung menilai, Perpres tersebut tidak produktif dan dapat mengundang kontroversi. Lebih dari itu, rekan Pramono, Rieke Dyah Pitaloka, menuding pem bentukan Satgas Antipornografi sebagai upaya mengalihkan isu kenaikan BBM belaka.

Urgensi Satgas

Terlepas dari motif politik yang ditudingkan para politikus PDIP tersebut, pembentukan satgas yang khusus menangani persoalan pornografi patut mendapat sambutan. Mengingat, pertama, kepresidenan merupakan lembaga politik yang memastikan setiap kebijakan yang diambilnya tidak lepas dari motif-motif politik tertentu. Menuntut kebijakan presiden nirkepentingan, seperti berharap matahari terbit di tengah malam. Yang terpenting adalah apakah kebijakan yang dikeluarkan tersebut memberikan dampak positif bagi kemaslahatan umum atau tidak.

Kedua, keberadaan Satgas tersebut akan semakin urgen jika menilik fenomena pornografi dengan segala efek negatifnya yang begitu marak di negeri ini. Dalam sosialisasi dan workshop “Sistem Informasi, Perangkat Lunak, dan Konten” yang diadakan Departemen Komu nikasi dan Informasi (Depkominfo) RI pada April 2009 terungkap, dari satu miliar pengguna internet di dunia, Indonesia berada pada peringkat tujuh negara pengakses situs porno.

Peringkat pertama yang paling ba nyak mengakses adalah Pakistan, lalu disusul India, Mesir, Turki, Aljazair, Maroko, dan Indonesia. Di bawahnya ada Vietnam, Iran, dan Kroasia. Peringkat itu melompat tinggi ke urutan ketiga pada 2011. Ironisnya, banyak pengakses internet porno itu masih berusia anak-anak. Survei yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati pada Januari 2011 menyebutkan, 67 persen dari 2.818 siswa sekolah dasar (SD) mengaku pernah mengakses informasi pornografi.

Fenomena tersebut tentu sangat mem prihatinkan karena pornografi bisa menimbulkan efek negatif terhadap kon sumennya dalam kehidupan sosial. Dalam laporan studi yang berjudul “Sexual Deviation as Conditioned Behavior”, McGuire (1965) menulis bahwa seiring dengan semakin seringnya seorang laki-laki bermasturbasi sambil membayangkan fantasi seksual yang jelas (yang diperoleh dari pengalaman nyata atau materi pornografi), pengalaman yang mengandung kenikmatan semakin memaklumkan fantasi menyimpang (perkosaan, memaksa anak mela ku kan kegiatan seksual, melukai pasangan ketika berhubungan seksual, dsb) dengan disertai penambahan nilai erotis.

Kesimpulan itu diperkuat dengan studi yang dilakukan Martino, Collins, Elliott, Strachman, Kanousie, dan Berry (Agustus 2006) yang menemukan bahwa pornografi dan mendengarkan musik dengan lirik seksual yang merendahkan berkaitan erat dengan perluasan rentang aktivitas seksual di kalangan remaja.

Bahkan, pakar adiksi pornografi dari USA, Dr Mark B Kastlemaan, menyatakan, efek negatif pornografi lebih besar daripada narkoba dalam hal merusak otak. Pornografi dapat menyebabkan kerusakan pada lima bagian otak, terutama pada Pre Frontal Corteks (bagian otak yang tepat berada di belakang dahi). Sedangkan, kecanduan narkoba menyebabkan kerusakan pada tiga bagian otak.

Kerusakan bagian otak ini akan membuat prestasi akademik menurun, orang tidak bisa membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, mengambil keputusan, dan mengendalikan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls. Bagian inilah yang membedakan manusia dengan binatang.

Penjaga Moral

Memperhatikan itu semua, adalah tidak arif sikap beberapa pihak yang begitu reaktif dan tergesa-gesa menjustifikasi pembentukan Satgas Antipornografi sebagai sesuatu yang tidak produktif atau berbagai negative thinking lainnya.

Pembentukan satgas tersebut seharusnya dipandang dengan kacamata jernih sebagai upaya pemerintah menjaga kesehatan moral masyarakat, bukan dikaitkan dengan motif-motif politik tertentu. Bahkan, semua pihak seharusnya memberikan dukungan karena, seperti kesimpulan Durkheim, moralitas atau norma-norma sosial diciptakan agar masyarakat dapat hidup teratur dan terciptanya soliditas kelompok/masyarakat.

Dukungan semua pihak terhadap upaya pemberantasan pornografi dapat menghindarkan Satgas tersebut terjatuh ke dalam jurang yang sama. Seperti, yang dialami oleh satgas-satgas lain yang telah dibentuk oleh presiden sebelumnya. Wallahu a'lam. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar