Pers
Jangan Mudah Teralihkan
Asbari Nurpatria Kresna, WARTAWAN SENIOR
SUMBER : SINAR HARAPAN, 3
MARET 2012
Psywar atau psychological war
atau perang urat syaraf sudah digunakan sejak zaman dulu. Caranya
bermacam-macam dan menggunakan berbagai alat.
Di masa modern sekarang ini pun perang urat
syaraf biasa digunakan untuk mengecoh masyarakat atas suatu masalah yang sedang
terjadi dan mengalihkannya pada masalah-masalah lain.
Menggunakan budaya dan tradisi suatu bangsa
yang dikalahkan agar bangsa itu tetap menghargai penakluk dilakukan Cyrus
Agung. Mengawini bangsa dan menaklukkannya dilakukan atas perintah Alexander
Agung agar Negara Baru Makedonia tetap menghargai Yunani. Jengis Khan pada abad
ke-XIII juga menggunakan perang urat syaraf dalam menaklukkan negara lain.
Di masa modern, biasa digunakan pamflet, radio,
surat kabar, atau lainnya. Penyerbuan Normandia di masa Perang Dunia II diawali
perang urat syaraf juga di samping tipu daya militer.
Korupsi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menggelar kebijaksanaan antikorupsi. Sayang, kebijaksanaanya diintersep dan
dilibas kader-kader Partai Demokrat (PD) yang mengangkatnya menjadi Presiden
RI.
Pemberantasan korupsi sangat didukung
sebagian besar rakyat Indonesia, kecuali para koruptor. Sayang, di dalam
pemberantasan ini, satgas dan komisi-komisi dibentuk, bukannya merenovasi
lembaga yang dianggap korup.
Akibatnya, beban negara makin berat, karena
harus memberikan gaji pada anggota lembaga bentukan baru. Hasil korupsi tidak
pernah diminta kembali dari para koruptor, walaupun para pelaku dijatuhi hukum
penjara dan denda.
Untuk mempertahankan citra PD yang makin
merosot, terpaksa SBY mengundang wartawan dan memimpin sendiri konferensi pers
di Puri Cikeas pada 22 Januari 2012. Sesungguhnya masih ada orang lain yang
dapat memimpin pertemuan dengan wartawan itu.
Maka benarlah kata seorang mahasiswa
Universitas Dr Moetopo Beragama dalam acara Metro TV News “Sarasehan
Anak Negeri” pada 9 Februari 2012, yang mengatakan, “Untuk keperluan negara,
SBY membentuk satgas-satgas. Tetapi untuk kepentingan partainya, ia turun sendiri.”
Memang seorang presiden atau anggota DPR
menduduki jabatannya karena partainya, tetapi setelah menjabat presiden atau
anggota DPR haruslah lebih mementingkan bangsa dan rakyat negeri ini.
Sidak Wamenhukham
Masyarakat menilai macam-macam ketika Wakil
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenhukham) Prof Dr Denny Indrayana
melakukan inspeksi dadakan ke Rumah Tahanan Cipinang, tempat Muhammad
Nazaruddin ditahan dalam kasus korupsi Wisma Atlet.
Sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas
Gajah Mada, ia mendapat kesempatan baik setelah Presiden SBY mengangkatnya
menjadi Staf Khusus Presiden bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (Satgas Pemberantasan Mafia Hukum).
Setelah berhasil meringkus Gayus, Raja Mafia
Pajak, Denny Indrayana diangkat menjadi Wamenhukham, walaupun bertentangan
dengan Peraturan Presiden No 47/2009 yang mewajibkan Wamenhukham pegawai negeri
karier eselon IA. Padahal Denny Indrayana baru eselon IIIC.
Namun dalang tidak kekurangan akal sehingga
untuk keperluan itu dikeluarkanlah Peraturan Presiden Nomor 76/2011 yang
mengubah peraturan sebelumnya. Ketua Mahkamah Mahfud MD mengatakan peraturan
ini mengancam jenjang karier kepegawaian
Pada 6 Februari 2012 Denny dikukuhkan sebagai
Profesor Hukum Konstitusi. Dalam orasinya ia mengucapkan terima kasih, antara
lain kepada SBY yang memungkinkan dia menjadi profesor.
Dalam kapasitas sebagai Wamenhukham inilah
Denny, dengan bantuan CCTV, dapat menjebak Muhammad Nasir, anggota Komisi III
DPR, adik kandung Nazaruddin yang mengunjunginya di luar jam kunjungan. Ia
melakukan inspeksi dadakan yang menurut pengakuannya dilakukan pada pukul
23.00, tetapi Nasir mengatakan pukul 21.00.
Sebagian besar rakyat menilai sidaknya ini psywar
untuk mengalihkan perhatian rakyat banyak dan media yang menyorot terus menerus
PD. Tindakannya ini dapatlah dimengerti, karena atasannya adalah tokoh dan
mantan Sekretaris Dewan Kehormatan PD. Denny ingin membuktikan telah bekerja
baik, seperti yang diinginkannya, dan menunjukkan baktinya kepada SBY.
Kasus ini mencuat dan menjadi perhatian pers
dan media elektronika, serta online. Seperti telah dilakukan Cyrus
Agung, Alexander Agung, dan Jengis Khan, psywar dapat diakhiri dengan
mengalihkan perhatian pula.
Itulah sebabnya pers dan media elektronika
jangan terpancing pada pengalihan masalah utama di dalaam kehidupan berbangsa
dan bernegara, yaitu memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Teguh dan
kukuhlah sampai akhir. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar