Paradoks
Bantuan Tunai
Mutamimah, DOSEN FAKULTAS EKONOMI, KETUA PROGRAM
MAGISTER MANAJEMEN UNISSULA
SUMBER : SUARA MERDEKA, 21 Maret 2012
RENCANA kenaikan harga BBM per 1 April 2012
terus menuai protes secara masif, hampir merata di seluruh Indonesia. Kebijakan
menaikkan harga bahan bakar itu direspons sebagai bad news oleh masyarakat.
Pemerintah mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM yang tujuannya meredam
dampak sosial dan ekonomi dengan mengalokasikan bantuan uang tunai yang disebut
bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Pro dan kontra terhadap bantuan
tunai itu bermunculan. Bisakah bantuan tunai itu menyelesaikan akar
permasalahan kemiskinan, atau malah menimbulkan masalah baru?
Di tengah gencarnya pemerintah menggalakkan program percepatan pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, muncul kebijakan yang paradoks, baik kenaikan harga BBM maupun penyaluran BLSM. Mengapa paradoks? Di satu sisi, pemerintah menggiatkan program pemberdayaan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, yang disebut dengan four track development strategy, yaitu pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment.
Program itu untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan beberapa langkah strategis menciptakan lapangan kerja, serta memberdayakan masyarakat secara tepat sasaran dan terukur sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Namun, di sisi lain tiba-tiba muncul kebijakan baru yang terkesan tambal sulam yang justru akan memperlemah percepatan pertumbuhan ekonomi, yaitu kenaikan harga BBM dan program bantuan BLSM.
Unjuk rasa masyarakat sebagai refleksi kegalauan bisa dipahami karena kenaikan harga bahan bakar sangat sensitif, terutama bagi masyarakat golongan bawah dan industri yang banyak menggunakan BBM. Kalau kita telaah lebih lanjut, kenaikan harga BBM bukan hal sepele karena punya dampak sangat besar dalam aktivitas ekonomi masyarakat, apalagi didorong kondisi jalan yang macet di mana-mana yang menimbulkan biaya tinggi dalam aktivitas ekonomi.
Salah Sasaran
Dampak kenaikan harga bahan bakar terhadap aktivitas ekonomi dikenal dengan istilah multiplier effect. Misalnya jika BBM naik menjadi Rp 6.000/ liter maka akan menaikkan harga barang dan jasa, karena kenaikan harga bahan bakar itu menjadi komponen penting dalam penentuan harga produk barang dan jasa. Ketika harga barang dan jasa naik, dengan asumsi pendapatan masyarakat tetap maka daya beli masyarakat pun turun.
Bahkan sangat mungkin terjadi bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu naik sebanding dengan kenaikan harga BBM. Akibat lebih lanjut, jika harga barang dan jasa naik maka produk domestik tidak dapat bersaing dengan produk asing yang membanjiri Indonesia. Dampak lebih lanjut adalah penjualan industri turun, omzet turun, pendapatan masyarakat turun. Akibat lebih lanjutnya adalah PHK dan naiknya angka pengangguran.
Dalam waktu yang bersamaan, ketika harga BBM akan naik, muncullah program bantuan tunai yang digulirkan pemerintah dengan tujuan meredam dampak sosial ekonomi masyarakat, yang disebut BLSM. Program bantuan tersebut bersifat konsumtif, sesaat, tampak sebagai kebijakan tambal sulam, tidak dapat memberdayakan ekonomi masyarakat, sering salah sasaran, dan justru akan menghambat tumbuhnya potensi-potensi ekonomi masyarakat.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah agar kebijakan pemerintah direspons positif atau good news dan dapat mengurangi protes serta demo mahasiswa dan masyarakat, maka sebaiknya semua aktivitas pemerintah dikelola dan dikomunikasikan kepada publik secara transparan, fairness, serta informasi tersebut mudah diakses masyarakat luas. Jika masyarakat mengetahui dengan jelas, fenomena riil penyebab kenaikan BBM ataupun kebijakan lain, masyarakat akan mudah menerima serta menjalankan program-program pemerintah tersebut dengan baik.
Keterlibatan dan pengakuan akan keberadaan masyarakat dalam kebijakan, akan meningkatkan komitmen dan kesungguhan masyarakat untuk menjalankan semua program pemerintah. Bantuan langsung sementara masyarakat sebaiknya diarahkan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat, misalnya mengoptimalkan pembangunan infrastruktur sehingga aktivitas ekonomi masyarakat bisa meningkat lebih cepat dan menurunkan ekonomi biaya tinggi.
Persoalan kemacetan jalan harus secepatnya ditangani karena hal itu akan mendorong meningkatnya biaya tinggi bagi masyarakat. Semua kebijakan pemerintah harus konsisten dan berkesinambungan antara satu dan yang lain sehingga tidak terkesan tambal sulam hingga mengecewakan dan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat. ●
Di tengah gencarnya pemerintah menggalakkan program percepatan pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, muncul kebijakan yang paradoks, baik kenaikan harga BBM maupun penyaluran BLSM. Mengapa paradoks? Di satu sisi, pemerintah menggiatkan program pemberdayaan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, yang disebut dengan four track development strategy, yaitu pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment.
Program itu untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan beberapa langkah strategis menciptakan lapangan kerja, serta memberdayakan masyarakat secara tepat sasaran dan terukur sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Namun, di sisi lain tiba-tiba muncul kebijakan baru yang terkesan tambal sulam yang justru akan memperlemah percepatan pertumbuhan ekonomi, yaitu kenaikan harga BBM dan program bantuan BLSM.
Unjuk rasa masyarakat sebagai refleksi kegalauan bisa dipahami karena kenaikan harga bahan bakar sangat sensitif, terutama bagi masyarakat golongan bawah dan industri yang banyak menggunakan BBM. Kalau kita telaah lebih lanjut, kenaikan harga BBM bukan hal sepele karena punya dampak sangat besar dalam aktivitas ekonomi masyarakat, apalagi didorong kondisi jalan yang macet di mana-mana yang menimbulkan biaya tinggi dalam aktivitas ekonomi.
Salah Sasaran
Dampak kenaikan harga bahan bakar terhadap aktivitas ekonomi dikenal dengan istilah multiplier effect. Misalnya jika BBM naik menjadi Rp 6.000/ liter maka akan menaikkan harga barang dan jasa, karena kenaikan harga bahan bakar itu menjadi komponen penting dalam penentuan harga produk barang dan jasa. Ketika harga barang dan jasa naik, dengan asumsi pendapatan masyarakat tetap maka daya beli masyarakat pun turun.
Bahkan sangat mungkin terjadi bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu naik sebanding dengan kenaikan harga BBM. Akibat lebih lanjut, jika harga barang dan jasa naik maka produk domestik tidak dapat bersaing dengan produk asing yang membanjiri Indonesia. Dampak lebih lanjut adalah penjualan industri turun, omzet turun, pendapatan masyarakat turun. Akibat lebih lanjutnya adalah PHK dan naiknya angka pengangguran.
Dalam waktu yang bersamaan, ketika harga BBM akan naik, muncullah program bantuan tunai yang digulirkan pemerintah dengan tujuan meredam dampak sosial ekonomi masyarakat, yang disebut BLSM. Program bantuan tersebut bersifat konsumtif, sesaat, tampak sebagai kebijakan tambal sulam, tidak dapat memberdayakan ekonomi masyarakat, sering salah sasaran, dan justru akan menghambat tumbuhnya potensi-potensi ekonomi masyarakat.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah agar kebijakan pemerintah direspons positif atau good news dan dapat mengurangi protes serta demo mahasiswa dan masyarakat, maka sebaiknya semua aktivitas pemerintah dikelola dan dikomunikasikan kepada publik secara transparan, fairness, serta informasi tersebut mudah diakses masyarakat luas. Jika masyarakat mengetahui dengan jelas, fenomena riil penyebab kenaikan BBM ataupun kebijakan lain, masyarakat akan mudah menerima serta menjalankan program-program pemerintah tersebut dengan baik.
Keterlibatan dan pengakuan akan keberadaan masyarakat dalam kebijakan, akan meningkatkan komitmen dan kesungguhan masyarakat untuk menjalankan semua program pemerintah. Bantuan langsung sementara masyarakat sebaiknya diarahkan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat, misalnya mengoptimalkan pembangunan infrastruktur sehingga aktivitas ekonomi masyarakat bisa meningkat lebih cepat dan menurunkan ekonomi biaya tinggi.
Persoalan kemacetan jalan harus secepatnya ditangani karena hal itu akan mendorong meningkatnya biaya tinggi bagi masyarakat. Semua kebijakan pemerintah harus konsisten dan berkesinambungan antara satu dan yang lain sehingga tidak terkesan tambal sulam hingga mengecewakan dan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar