Kamis, 08 Maret 2012

Optimalisasi Peran Perempuan di Parlemen dalam Pencapaian Target MDGs 2015


Optimalisasi Peran Perempuan di Parlemen dalam Pencapaian Target MDGs 2015
GKR Hemas, ANGGOTA DPD, KETUA KAUKUS PEREMPUAN PARLEMEN DPD RI
SUMBER : SINAR HARAPAN, 8 Maret 2012



Mr Milorad Kovacevic, Chief Statistician For Human Development Report, mewakili UNDP pada 3 November 2011 mengumumkan peringkat Human Development Index (HDI). Kriteria untuk menetapkan HDI adalah pemerataan pendidikan, kesehatan, dan pendapatan di dalam negeri.  

Pada 2011 ada perubahan jumlah negara yang berhasil didata. Tahun 2010 tersedia data dari 182 negara anggota PBB, tahun 2011 meningkat menjadi 187 negara, termasuk yang baru didata adalah negara-negara kepulauan kecil di Karibia dan Pasifik. Ada beberapa negara maju terpental dari daftar 10 terbaik, sementara posisi terbawah diduduki Kongo, Nigeria, dan Burundi.

Hal yang mengejutkan justru peringkat Indonesia anjlok dari posisi ke 111/182 negara di tahun 2010 ke posisi 124/187 negara pada 2011. Angka HDI Indonesia 0,617 bahkan kini berada di bawah rata-rata regional Asia 0,671.  Penyebabnya terutama datarnya angka pendidikan selama 2010-2011 dan Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih tertinggi di ASEAN.

Kondisi itu harus menjadi refleksi buat kita, apalagi jika dikaitkan dengan 11 tahun pelaksanaan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) sebagai kesepakatan global  KTT Millenium PBB pada September 2000, yang diikuti 189 negara anggota PBB, termasuk Indonesia.

Dalam MDGs sebenarnya Indonesia punya posisi penting, yang ditunjukkan dengan penunjukan Erna Witoelar sebagai utusan khusus Sekjen PBB untuk MDGs Asia Pasifik periode 2003-2007.  

Sebagai kesepakatan internasional, MDGs dimaksud sebagai upaya menghapus kelaparan dan kemiskinan di dunia, yang mencapai delapan tujuan:
memberantas kemiskinan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV AIDS, memastikan pelestarian lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Kedelapan tujuan tersebut terkait erat dengan kepentingan perempuan.  Oleh karena itu, tak heran jika MDGs menjadi advokasi isu perempuan.

Selain menggunakan HDI sebagai landasan fakta maka ada istilah advokasi three in one, yakni CEDAW sebagai landasan hukum, Beijing Platform For Action (BPFA) dengan 12 landasan aksi sebagai landasan operasional, dan MDGs dengan target tahun 2015 sebagai tujuan.

Ancaman Kegagalan

Oleh karena itu, gerakan perempuan, di antaranya Pokja Peningkatan Keterwakilan Perempuan dan Partnership (Kemitraan) sangat gencar mensosialisasikan MDGs dengan menggunakannya sebagai materi penting dalam pelatihan bagi para caleg perempuan di tingkat nasional dan daerah masa Pemilu 2009.  

Selanjutnya partnership membuat buku manual MDGs untuk parlemen di pusat dan daerah yang disertai dengan workshop dan pelatihan, khususnya bagi anggota legislatif perempuan di tingkat nasional dan provinsi. Buku ini juga banyak disosialisasikan melalui diskusi atas kerja sama dengan berbagai pihak di seluruh Indonesia. 

Namun demikian, harus diakui ada ancaman kegagalan dalam pelaksanaan MDGs di Indonesia yang sudah terbukti memengaruhi posisi HDI Indonesia saat ini.

Dalam laporan regional pencapaian MGDs Asia Pasifik yang dibuat bersama Asian Development Bank (ADB) dengan UNDP dan UNESCAP (United Nation Economic and Social Commission for Asia and the Pacific) bahkan menempatkan posisi Indonesia pada peringkat terburuk negara-negara yang terancam gagal dalam mencapai target MDGs pada 2015 bersama Bangladesh, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, dan Filipina.

Kenyataan itu harus diterima sebagai realitas dan tantangan. Harus juga disadari bahwa jumlah keterwakilan perempuan di parlemen relatif rendah, ditambah pengalaman berpolitik yang sangat berbeda dengan para politikus laki-laki.

Patut pula dicermati apakah sosialisasi MDGs di parlemen sudah merata? Terakhir, harus ada evaluasi menyeluruh sejauh mana sinergi bersama dalam pemerintahan ketika menggunakan MDGs sebagai landasan target ketika menyusun  anggaran.

Tinggal Empat Tahun

Berbagai pertanyaan itu penting untuk mengevaluasi langkah kita ke depan untuk menggunakan empat tahun terakhir dalam mengejar target pencapaian MDGs pada 2015.
Terkait dengan perbedaan pengalaman berpolitik dan minimnya keterwakilan perempuan di parlemen, salah satu solusi utama adalah memperkuat organisasi/jaringan perempuan parlemen seluruh Indonesia.  

Saat ini sudah ada Kaukus Perempuan Parlemen di DPD dan DPR, dan beberapa di tingkat DPRD provinsi/kabupaten/kota. Namun, itu tak cukup. Harus ada keseriusan dalam memperluas jaringan sampai ke seluruh provinsi dan kabupaten/kota.

Penguatan organisasi akan sangat penting dalam mengefektifkan komunikasi dan orientasi bersama para anggota legislatif perempuan ketika memengaruhi proses menyusun kebijakan, anggaran dan pengawasan.  

Dengan jaringan yang kuat maka akan memudahkan reposisi anggota parlemen perempuan dalam menentukan kebijakan yang diharapkan mempunyai nilai kesetaraan dan keadilan gender, di antaranya sangat erat dengan target MDGs tahun 2015.

Terkait dengan itu, pada 2009-2010 Kaukus Perempuan Politik (KPP) DPD bekerja sama dengan KPP DPR sudah mengadakan pertemuan dengan jaringan perempuan parlemen di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang dibagi dalam tiga workshop di Indonesia Barat (Medan), Indonesia Tengah (Pontianak) dan Indonesia Timur (Ambon), dengan melibatkan para anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota.

Hasilnya, disepakati untuk mendorong pembentukan kaukus perempuan parlemen tingkat provinsi/kabupaten/kota dan menggagas pertemuan nasional, mengulang peristiwa sejenis pada 2007 di Jakarta.

Susun Strategi  

Jaringan KPP se-Indonesia digelar bertepatan dengan memperingati hari perempuan internasional pada 8 Maret 2012.

Pertemuan itu untuk lebih memperkuat jejaring dan komunikasi antaranggota perempuan parlemen dalam akhir periode ini sekaligus membuat strategi dalam peningkatan keterwakilan dalam Pemilu 2014. Untuk itu materi MDGs menjadi bagian dalam sesi penguatan orientasi bersama dan strategi advokasi para anggota parlemen perempuan.

Saat ini, KPP sudah ada di 18 provinsi dan 15 provinsi lainnya sedang  membentuk. Diharapkan pada saat pertemuan semua KPP provinsi sudah terbentuk, demi memudahkan pelaksanaan rencana tindak lanjut dari hasil pertemuan nasional mendatang.  

Pertemuan nasional ini diharapkan akan menjadi momen penting memperkuat orientasi perempuan parlemen dalam mendorong kemajuan Indonesia dalam memperjuangkan dan mengimplementasikan kebijakan, anggaran dan monitoring pembangunan.

Namun demikian, optimalisasi peran perempuan di parlemen tidaklah cukup karena harus seiring dengan kesadaran dan komitmen pihak lainnya di parlemen dan pemerintahan.

Akhirnya, dalam kondisi apa pun kita semua harus terus berusaha membangun optimisme. Semoga realitas HDI Indonesia dan target MDGs 2015 dapat dijadikan landasan kuat dalam mengajak semua unsur pemerintahan bisa lebih baik dalam bersinergi memajukan bangsa. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar