Selasa, 13 Maret 2012

Negeri Darurat Narkoba


Negeri Darurat Narkoba
Neta S. Pane, KETUA PRESIDIUM INDONESIA POLICE WATCH
SUMBER : SINDO, 13 Maret 2012



Seperti sebuah belati di sudut leher. Begitulah narkoba mengancam anak-anak bangsa saat ini. Indikasi ancaman ini terlihat dari makin banyaknya polisi yang terlibat kasus narkoba.

Selain itu, para bandar juga makin nekat menjadikan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta sebagai pintu masuk narkoba ke negeri ini. Dalam empat bulan terakhir ini saja sudah ada delapan polisi yang tersangkut kasus narkoba.Sementara angka penangkapan narkoba di Bandara Soekarno-Hatta pun terus meningkat. Pada 2008 hanya ada 16 kasus penangkapan. Pada 2009 ada 39 kasus. Pada 2010 ada 59 kasus. Pada 2011 ada 61 kasus. Pada 2012, tepatnya 9 Januari, Polresta Bandara Soekarno-Hatta menyita 50 kg sabu. Ini sebuah penangkapan terbesar sepanjang sejarah bandara tersebut.

Indikasi ini harusnya membuat bangsa Indonesia prihatin. Dulu para bandar sangat hati-hati dan sembunyi-sembunyi untuk memasukkan narkoba melalui jalur “pelabuhan tikus”.Kini eranya sudah berubah.Para bandar makin percaya diri. Bandara Soekarno-Hatta yang dikenal ketat dan menjadi pintu gerbang Indonesia, mereka pecundangi. Jika mengacu pada teori gunung es, berbagai penangkapan ini hanyalah puncaknya.Bukan mustahil di bagian bawah (yang belum tertangkap),jumlahnya lebih besar.

Pada 1996 misalnya publik dikejutkan berita penangkapan pilot Garuda, Mohammad Said Badeges, di Bandara Schiphol,Amsterdam Belanda. Dia kedapatan membawa 8.000 butir ekstasi. Said adalah seorang pilot yang mengantongi 20.000 jam terbang sehingga muncul pertanyaan, apakah ada kemungkinan Said suka memakai ekstasi selama menerbangkan pesawat. Pertanyaan ini kembali mencuat tatkala SS pilot Lion Air ditangkap 4 Februari lalu. Pertanyaan lain yang patut dijawab adalah, apakah ada kaitan keterlibatan para pilot pemakai narkoba dengan makin melonjaknya penyelundupan narkoba lewat bandara, khususnya Bandara Soekarno- Hatta?

Kurir Makin Variatif

Berbagai cara dilakukan bandar narkoba internasional untuk dapat menguasai Indonesia. Ada tiga faktor yang membuat mereka begitu ambisius melirik Indonesia. Pertama,penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa adalah pasar potensial. Apalagi menurut Badan Narkotika Nasional, sebesar 4% penduduk terlibat narkoba.Jika pemerintah tidak cermat, pasar ini berpotensi dieksploitasi bandar internasional. Kedua, harga jual narkoba di Indonesia lebih tinggi 100% dibanding negara lain.

Data 2008 mengungkapkan, perputaran uang dalam bisnis narkoba di Indonesia mencapai Rp25 triliun per bulan. Fakta ini membuat bandar internasional tidak akan pernah jera melakukan penyelundupan. Berbagai penangkapan hanya dianggap sebagai sebuah risiko. Ketiga, aparatur pemerintah yang terlalu gampang disuap menjadi daya dorong bagi bandar internasional untuk ekspansi terus-menerus ke Indonesia. Potensi inilah yang membuat peta jaringan narkoba ke Indonesia kerap berubah secara radikal.Pada 1980 sampai 1990 jaringan narkoba dikuasai tiga kelompok kurir.

Kelompok lokal menguasai ganja,kelompok Indocina menguasai ekstasi, dan kelompok Afrika menguasai heroin. Pada 2000 kurir narkoba ke Indonesia makin variatif,mulai Nigeria, Timur Tengah,Indocina,Filipina, Taiwan, Italia, Potugal, Spanyol,Amerika,Irak,hingga Iran. Makin maraknya kurir dan bandar narkotika internasional masuk ke Indonesia membuat Bandara Soekarno-Hatta “sibuk”.Angka penangkapan terus melonjak dan bukan mustahil angka yang lolos juga melonjak, yang tentu ini menjadi sebuah ancaman bagi anak-anak bangsa.

Lima Strategi

Pemerintah harus serius, tegas, dan radikal dalam memerangi narkoba di negeri ini. Tanpa sikap itu, pemerintah hanya dipecundangi para bandar narkoba sebab mereka punya dana segar yang gurih, yang selalu siap menyuap siapa pun. Peru punya pengalaman yang mengerikan soal ini.Pada 2011 para bandar narkoba berperan besar dalam pemilu legislatif dan pilpres.

Beberapa calon anggota legislatif dan calon presiden disebut-sebut mendapatkan sumbangan finansial yang besar dari bandar narkoba.Kita tentu tak ingin kasus serupa terjadi di Indonesia. Sebab itu, perang terhadap narkoba sebuah keharusan. Perang yang benar-benar serius dan bukan perang-perangan. Ada lima langkah yang harus dilakukan segera. Pertama, segera eksekusi para bandar yang sudah dijatuhi hukuman mati agar ada terapi kejut bagi para bandar internasional yang mau cobacoba masuk ke Indonesia.

Kedua, terapkan hukuman yang seberat-beratnya bagi pengedar dan bandar yang tertangkap, bila perlu hukuman mati menjadi sebuah kesepakatan nasional. Ketiga, terapkan hukuman yang seberat-beratnya kepada aparat yang “bermain mata” dengan narkoba ataupun berkolusi dengan bandar narkoba, bila perlu aparat tersebut dijatuhi hukuman mati. Keempat, lakukan pemantauan yang ketat terhadap aparat di bandara,pelabuhan, polisi, jaksa, hakim, dan lembaga pemasyarakatan untuk menghindari mereka “bermain mata” dengan bandar narkoba. Kelima,lakukan moratorium terhadap tempat-tempat hiburan malam.

Bila perlu, dikeluarkan kebijakan untuk menutup semua tempat hiburan malam untuk sementara waktu sebab 75% sentra narkoba ada di wilayah ini. Dalam kondisi ini sangat pantas Indonesia disebut sebagai Negeri Darurat Narkoba. Ketika perang melawan narkoba, yang patut dicermati ialah narkoba merupakan bisnis besar yang menggiurkan. Uang yang berputar di bisnis ini mengalahkan semua jenis bisnis apa pun. Dengan uangnya, para bandar dapat menghalalkan segala cara untuk memenangkan peperangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar