Moratorium
Terkait Pendaftaran Haji
A Kusnadi, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN AGAMA,
ALUMNUS PROGRAM PASCASARJANA UNDIP
SUMBER : SUARA MERDEKA, 3
MARET 2012
"Pengelolaan
BPIH, terutama terkait biaya pendaftaran awal Rp 25 juta/ calhaj belum
dilakukan dengan akuntabilitas tinggi dan transparan"
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK)
mengusulkan kepada Kementerian Agama (Kemenag) untuk melakukan moratorium
(penundaan atau penghentian sementara) pendaftaran haji. Menurut Wakil Ketua
KPK Busyro Muqoddas, lankah itu untuk menata ulang manajemen haji serta
menghindarkan terjadinya penyelewengan dan korupsi (SM, 22/02/12). Nahdlatul
Ulama (NU) mendukung usulan itu, sebagaimana pernyataan Ketua Umum PBNU KH Said
Aqil Siradj yang mendasarkan bila ada indikasi korupsi, dengan alasan untuk
menyelamatkan uang umat (SM, 28/ 02/12).
Moratorium pendaftaran haji sebagaimana
diusulkan KPK ini cukup menarik mengingat pada satu sisi jumlah pendaftar haji
tiap tahun makin meningkat, sementara pada sisi lain dana pendaftaran haji makin
bertumpuk di Kemenag. Menurut catatan Menag Suryadharma Ali, sampai tahun ini
jumlah daftar tunggu (waiting list) haji mencapai 1,6 juta orang (metroTV,
22/02/12). Akibatnya waktu tunggu calon haji untuk berangkah ke Tanah Suci
makin tahun makin panjang dan lama. Ada yang 5, 7, bahkan sampai 10 tahun.
Selama ini, manajemen haji, terutama
menyangkut pengelolaan keuangan, tidak ada transparansi dan
akuntabilitas. Akibatnya publik bertanya-tanya, sejauh mana ketertiban
dan akuntabilitas keuangan itu yang dilakukan pejabat Kemenag.
Wakil Sekretaris Ikatan Persaudaraan Haji
Indonesia (IPHI) Jateng KH Prickle Doerry RM menyatakan, dalam waktu 10 tahun
jumlah dana yang dihimpun Kemenag melalui pendaftaran awal haji yang tiap orang
pada musim pemberangkatan haji tahun ini dikenai sekitar Rp 25 juta
diperkirakan mencapai Rp 55 triliun (SM, 16/01/12). Dana yang terparkir di
Kemenag itu yang jumlahnya sangat besar tentu saja butuh pengelolaan yang
tertib, profesional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika tidak, hal itu bisa
menimbulkan kerawanan, kebocoran, atau korupsi.
Lampu
Kuning
Mencermati usulan KPK, sebenarnya ada
beberapa pesan penting bagi Kemenag, setidaknya menjadi semacam lampu kuning
bagi kementerian itu dalam mengelola biaya perjalanan ibadah haji (BPIH). Hal
ini bisa dicermati dari beberapa hal.
Pertama; pengelolaan BPIH, terutama terkait
biaya pendaftaran awal Rp 25 juta/ calhaj belum dilakukan dengan akuntabilitas
tinggi dan transparan. Selama ini, masyarakat, terutama calhaj, tidak banyak
tahu bagaimana pengelolaan dana itu yang nilainya sampai triliunan rupiah.
Begitu pula menyangkut bunga dan penggunaan bunga tersebut untuk kepentingan
apa.
Kedua; tidak banyak calhaj yang menanyakan
pengelolaan uang yang disetorkan itu, mereka hanya ikhlas menunggu waktu
pemberangkatannya. Kemenag sebenarnya wajib memberikan penjelasan atau laporan
mengenai pengelolaan dana tersebut. Ketiga; dana setoran awal calhaj harus
dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat sehingga pejabat Kemenag tidak boleh
mencederai amanat yang dibebankan itu.
Terkait usulan KPK, harus ada tindak lanjut
dari pemerintah, terutama Kemenag. Kemenag harus berterima kasih kepada KPK
karena berarti ada niat baik dari lembaga antikorupsi itu agar Kemenag lebih
berhati-hati dan transparan mengelola dana itu. Bagi Kemenag , moratorium itu
bisa dimanfaatkan untuk membenahi manajemen internal, termasuk untuk mengetahui
kelemahan selama ini, dan hal-hal lain yang menjadi sorotan publik.
Dengan adanya moratorium itu, calhaj yang
sudah menyetor uang bisa lebih mantap lagi dalam niat mereka untuk berhaji,
terlebih bila mereka tahu bahwa dana yang sudah disetorkan itu benar-benar
dikelola secara profesional dan bisa dipertanggungjawabkan. Bagi KPK, tentu
tidak boleh berhenti sampai pada usulan itu, namun perlu langkah lanjut
misalnya membuka dialog dengan Kemenag, melakukan penyelidikan dan upaya
konkret lainnya. Semua itu demi menyelamatkan dana umat dan kenyamanan calhaj
dalam menunaikan ibadahnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar