Minimalkan
Dampak Kenaikan BBM
(Wawancara)
Pri Agung Rakhmanto, DIREKTUR
EKSEKUTIF REFORMINER INSTITUTE
Sumber
: SUARA KARYA, 3 Maret 2012
Kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang
menjadi pilihan bagi pemerintah saat ini lebih rasional dibandingkan rencana
sebelumnya yang ingin membatasi penggunaan BBM bagi masyarakat. Namun, kebijakan
tersebut memiliki dampak signifikan.
Sisi positifnya, pemerintah bisa melakukan penghematan subsidi BBM
hingga puluhan triliun setiap tahunnya. Sementara dampak negatifnya, jelas
dapat menekan tingkat daya beli masyarakat. Untuk itulah, rencana pemerintah
memberikan kompensasi sebagai jaminan perlindungan sosial abagi masyarakat
kurang mampu harus direalisasikan secara tepat untuk meminimalisasi dampak
negatif akibat kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut.
Untuk menyoroti lebih jauh kebijakan energi dan upaya mengurangi
dampaknya bagi masyarakat, berikut petikan wawancara dengan pengamat energi
yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto
dengan wartawan Harian Umum Suara Karya Abdul Choir di Jakarta,
baru-baru ini.
Bagaimana langkah efektif untuk mengurangi dampak kenaikan harga
BBM bersubsidi ini? Apa bentuk kompensasi bagi masyarakat?
Kebijakan kenaikan harga ini cukup rasional dan efektif untuk
mengatasi permasalahan jangka pendek, tetapi tidak untuk jangka panjang karena
kebijakan ini bersifat ad hoc. Buktinya, setiap kali terjadi lonjakan harga
minyak mentah dunia, APBN akan terus tertekan oleh penambahan defisit karena
membengkaknya subsidi BBM dan subsidi energi lainnya (LPG dan listrik).
Pilihan untuk menaikkan harga BBM telah diambil pemerintah.
Pendapat pro dan kontra pasti akan tetap muncul. Tetapi, pemerintah perlu
memfokuskan diri pada dua hal. Yaitu, meminimalkan dan mengatasi dampak negatif
yang ditimbulkan, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Selanjutnya
fokus mewujudkan secara nyata manfaat yang diperoleh dari kenaikan harga BBM
kepada rakyat.
Pemerintah harus fokus meminimalkan dampak dengan memberikan
kompensasi yang pas, berupa bantuan langsung tunai (BLT) atau bisa dengan
instrumen lain yang lebih bagus. Sebagaimana harapan publik, dibutuhkan program
perbaikan transportasi umum yang lebih nyaman bagi masyarakat dan pembangunan
infrastruktur untuk menekan ekonomi biaya tinggi. Tapi, untuk memberikan
bantuan dalam bentuk pangan, saya tidak yakin pemerintah siap, seperti
pemberian kupon sembako.
Selain itu, dampak psikologis sangat besar. Karena itu, pemerintah
juga harus mengimbangi dampak psikologis masyarakat. Dengan kenaikan harga BBM,
maka pemerintah melalui Kementerian Perhubungan harus bisa memberikan batas
maksimal kenaikan tarif angkutan umum. Atau, Kementerian Perdagangan harus bisa
memberikan batas atas kenaikan harga bahan pangan pokok seperti beras dan
lainnya.
Sebab, kenaikan harga BBM pastinya menjadi beban psikologis bagi
masyarakat sehingga pemerintah harus menyikapinya dengan memberikan keringanan
terhadap dampak psikologis yang ada. Sebab, kalau tidak, maka dampak psikologis
yang dirasakan masyarakat akan semakin bertambah. Persoalan besar dari
kebijakan menaikkan harga BBM ini berdampak pada daya beli masyarakat.
Sejauh mana dampak positif kenaikan harga BBM ini?
Dari sisi pengelolaan energi, kebijakan menaikkan harga BBM
bersubsidi akan memperkecil disparitas harga BBM subsidi dengan nonsubsidi. Ini
akan mengurangi penyalahgunaan. Sejalan dengan kebijakan energi nasional, perlu
mendorong penggunaan energi alternatif.
Sedangkan dari sisi anggaran negara, penghematan alokasi anggaran
dari kenaikan harga premium dan solar Rp 1.000 per liter menghemat Rp 38,3
triliun. Jika harga BBM naik Rp 1.500 bisa menghemat subsidi BBM sekitar Rp 57
triliun.
Selama ini lonjakan harga minyak mentah terus menekan APBN oleh
penambahan defisit karena membengkaknya subsidi energi. Karena itu, opsi kedua
yang mematok besaran subsidi lebih solutif untuk jangka panjang karena bisa
meredam gejolak harga minyak terhadap APBN. Pilihan untuk mematok besaran
subsidi BBM ini sudah saya sampaikan sejak 2010 lalu.
Berdasar kajian yang dilakukan, pada tingkat harga minyak 80 dolar
AS sekitar Rp 720.000 (1 dolar AS = Rp 9.000) per barel hingga 120 dolar AS per
barel, harga berlaku premium akan bergerak di kisaran Rp 4.500-6.520 per liter
dan solar Rp 4.500- 6.525 per liter.
Jika kenaikan harga BBM dan TDL secara bersamaan, berapa besaran
tambahan inflasi?
Kenaikan harga BBM bersubsidi dan TDL secara bersamaan, maka akan
ada tambahan inflasi sebesar 1,5-2 persen. Kalau dilakukan dua-duanya, target
inflasi pemerintah tidak tercapai. Tapi, sangat bijaksana jika tidak dilakukan
bersamaan, atau tidak dalam satu tahun yang sama karena akan sangat memberatkan
masyarakat.
Seharusnya diprioritaskan kenaikan BBM dan selanjutnya baru TDL.
Tetapi, untuk kenaikan TDL ini sebaiknya dilakukan jika biaya pokok produksi
(BPP) listrik sudah dilakukan optimal. Jadi, bebannya tidak diberikan ke
masyarakat. Saat ini, subsidi tenaga listrik relatif tepat sasaran, karena
sesuai dengan kelompok/golongan pengguna. Kenaikan TDL, juga lebih untuk
kepentingan APBN. Jika TDL dinaikan 10 persen untuk semua golongan, ada
tambahan penerimaan yang diterima PLN sebesar Rp 11,4 triliun dan mencapai Rp
17,1 triliun jika dinaikan 15 persen.
Dalam pengelolaan energi, apa kendala terbesar pengembangan energi
alternatif selama ini?
Selama ini pengembangan energi alternatif memang masih terkendala.
Sebab, selama harga BBM subsidi masih dipertahankan pada tingkat seperti
sekarang ini, selama itu pula energi alternatif akan sulit berkembang dengan
signifikan.
Kalau harga BBM yang terus-menerus disubsidi dan dipertahankan
pada tingkat rendah akan mendorong konsumsi BBM yang berlebihan dan tidak
terkendali. Itu berarti akan semakin memperparah ketergantungan kita terhadap
minyak yang ketersediaannya semakin terbatas. Cadangan terbukti minyak kita
hanya tinggal sekitar 3,7 miliar barel.
Dengan tingkat produksi yang ada,
cadangan terbukti itu akan habis dalam waktu hingga 12 tahun ke depan.
Jadi, penyesuaian harga BBM merupakan salah satu instrumen penting
untuk memperkuat ketahanan energi nasional kita. Selan jutnya, program konversi
BBM ke bahan bakar gas (BBG) yang selama ini berjalan sangat lambat harus
dipastikan bisa berjalan lebih baik. Dibandingkan dengan negara tetangga,
seperti Malaysia, perkembangan konversi energi ini masih tertinggal. Ke depan,
pemerintah harus punya platform yang jelas dan konsisten terhadap program
konversi energi yang perlu dukungan dari seluruh jajaran instansi pemerintahan
dan stakeholder yang ada. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar