Menunggu
Peran MIUMI
Adian Husaeni, DEKLARATOR MIUMI
SUMBER : REPUBLIKA, 3
MARET 2012
“Rakyat
rusak karena penguasanya rusak; penguasa rusak gara-gara ulama rusak; dan ulama
rusak karena terjangkit penyakit gila dunia.”
Mutiara
hikmah dari Imam al-Gha zali itu disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam acara deklarasi Majelis Intelektual
dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Selasa (28/2). Mahfud MD, saat itu, tampak
sangat serius. Ia menyebut berbagai fenomena kerusakan masyarakat akibat
rusaknya ulama dan intelektual. Lihatlah, dalam berbagai survei, calon pemimpin
hanya disuvei aspek popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitasnya. “Tidak
ada kriteria akhlak.”
Karena
itu, jika ulama dan intelektual rusak, maka rusaklah seluruh tatanan dan
masyarakat itu sendiri. Imam al-Ghazali (wafat 1111 M) sudah lama mengingatkan
masalah ini. Karena itulah, al-Ghazali menuliskan bab tentang Ilmu di awal
kitab monumentalnya, Ihya’ Ulumiddin. Peran penting ilmu dan ulama dibahas
secara panjang lebar. Begitu juga dijelaskan bahaya kerusakan ilmu dan ulama
jahat (ulama as-su’).
Pada
malam deklarasi MIUMI, Prof Dr Din Syamsuddin, ketua umum PP Muhammadiyah,
mengingatkan, kehadiran MIUMI harus memberikan solusi bagi berbagai persoalan
bangsa, diantaranya soal imoralitas.
Ketua
MUI KH A Cholil Ridwan, mengajak ulama untuk lebih “mendekat ke masjid” dan
aktif mengurusi masalah umat. Kehadiran Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Bambang Widjojanto, menarik banyak perhatian.
Bambang
yang selama berbulan-bulan tidak mun cul di media massa, malam itu hadir untuk
menyampaikan sambutan. Ia mengingatkan MIUMI agar segera bekerja, karena, kata
dia, “Mulut kita satu, tapi tangan dan kaki kita ada dua.“
Lebih Beradab
Dalam
deklarasi yang dibacakan oleh Ustaz Fadzlan Garamatan, dai asal Nuu Waar
(Papua), dijelaskan bahwa MIUMI menegaskan adanya kesinambungan risalah
keilmuan, perjuangan, dan dakwah di Nusantara yang merupakan amanah dan
tanggung jawab bagi kaum intelektual dan ulama dari masa ke masa. Hal lain yang
melatarbelakangi pendirian MIUMI adalah kemerosotan otoritas ulama serta
perpecahan ulama dan umat. Ini mengkhawatirkan.
Ulama
diamanahi Nabi SAW sebagai pewaris perjuangan penegakan risalah kenabian.
Maknanya, umat Islam wajib mewujudkan adanya ulama-ulama dalam kualitas dan
kuantitas yang mencukupi (kifayah). Pengadaan ulama adalah salah satu kewajiban
penting. Tentu, ulama di sini adalah ulama yang sebenarnya. Ulama wajib
memahami makna risalah. Dalam kaitan inilah ulama wajib memahami Alquran dan
Hadis Nabi serta metodologi yang benar dalam memahami kedua sumber utama ajaran
Islam itu. Juga, ulama mestinya terlibat aktif dalam solusi bagi persoalan
umat. Dan yang penting, ulama juga wajib berakhlak mulia, mempunyai sifat takut
kepada Allah (khasyatullah), dan zuhud (tidak gila dunia, termasuk gila
jabatan).
Adab
memang salah satu konsep kunci dalam Islam dan juga menjadi salah satu kata
kunci dalam Pancasila. Saat memberikan ucaptama (keynote speech) di Konferensi Pendidikan Islam Internasional
pertama di Makkah, 1977, Prof Dr Syed Muhammad Naquib alAttas menyebutkan
problem utama umat Islam adalah lose of
adab (hilang adab), yang berakar pada kondisi kerancuan ilmu (confusion of knowledge). Ilmu yang salah
mengantarkan kepada ke rusakan tata-pikir seseorang dan selan jutnya kerusakan
tatanan masyarakat yang beradab.
Ketika
adab hilang maka manusia tidak tahu lagi bagaimana seharusnya bersikap terhadap
Tuhan. Syirik adalah dosa yang tak terampuni dan kezaliman besar. Syirik menyejajarkan
al-Khaliq dengan makhluk. Kini, di era modern, bahkan banyak manusia berani
menantang Tuhan, menolak campur tangan Tuhan dalam kehidupan pribadi dan
masyarakatnya. Saat Tuhan disingkirkan maka manusia merasa sebagai Tuhan. Sikap
seperti ini sangat tidak beradab kepada Tuhan.
Adab
pada ilmu adalah kemampuan memilah dan memilih ilmu-ilmu yang wajib (baik fardu
ain atau fardu kifayah) dengan ilmu-ilmu yang salah. Masya rakat beradab
menempatkan orang berilmu dan saleh ke posisi tinggi, lebih tinggi ketimbang
penghibur. Adab terhadap Nabi maknanya, kesediaan menjadikan Nabi Muhammad SAW
sebagai uswatun hasanah (suri tauladan). Tidak beradab jika menempatkan pezina
dan pendusta di atas posisi Nabi.
Terobosan
penting dalam MIUMI adalah kesepakatan menjadikan Ahlu sunah waljamaah (Aswaja)
sebagai titik acuan bersama. Konsep Aswaja menaungi berbagai paham dalam Islam.
NU, Muhammadiyah, Persis, DDII, alIrsyad, dan sebagainya tercakup dalam konsep
ini. Dengan ini, MIUMI juga menolak pengembangan paham libe ralis me dan aliran
sesat. Penolakan itu harus dilakukan secara ilmiah, berdasarkan hujah dan
keilmuan yang jelas.
Fungsi penting MIUMI adalah se bagai wadah
pengembangan potensi intelektual dan ulama muda dari berbagai daerah. Komitmen
dakwah dan keilmuan dijadikan sebagai acuan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar