Menuju
Kultur Pendidikan Humanistik
Lilin Budiati, WIDYAISWARA BADAN DIKLAT PROVINSI JATENG
SUMBER : MERDEKA, 13 Maret 2012
"Pemerintah
perlu cepat mereformasi dan merestorasi sistem pendidikan yang memuat substansi
pendidikan karakter"
SECARA filosofis, pembangunan karakter bangsa
merupakan kebutuhan dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki
karakter dan jati dirilah yang bisa kuat dan eksis. Secara sosiokultural,
pembangunan karakter bangsa merupakan suatu nilai yang memberikan corak
orientasi peradaban. Secara konseptual, karakter adalah cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Dalam konteks ini pendidikan merupakan
fundamen penempaan individu untuk memahami dan menapkan nilai-nilai yang mampu
membentuk jati diri. Intinya, individu yang memiliki jati diri adalah individu
yang mampu mempertimbangkan tiap gagasan, perilaku dalam hal pembuatan
keputusan. Apa pun bentuk keputusan, sebenarnya merupakan refleksi dari
karakter seseorang, dalam mempertanggungjawabkan semua implikasi keputusannya.
Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di antara tujuan pendidikan nasional
adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian, dan akhlak mulia. Tiga komponen inilah yang mestinya menjadi
tanggung jawab semua sumber belajar, kiai, guru, dosen, trainer (widyaiswara),
orang tua, pemimpin, birokrat, dan sebagainya.
Budi
Pekerti
Memahami pendidikan karakter sebenarnya
berhubungan dengan aspek pendidikan budi pekerti yang dikemas dengan unsur
pengetahuan, perasaan dan tindakan. Thomas Lickona seperti dikutip Suyanto
(2008) mengatakan, pendidikan karakter tak akan efektif jika tiga unsur
tersebut tak dikemas secara sistematis, kronologis, dan berkelanjutan. Dengan
demikian pendidikan karakter akan menghasilkan intellectual quotient, emotional
quotient, dan spiritual quotient.
Tiga komponen utama inilah yang sebenarnya
harus menjadi bahan renungan bagi kalangan pendidik untuk mencari jawaban yang
lebih tepat dan cerdas. Pembangunan karakter bangsa dengan berbagai bentuk,
masa kini dan mendatang sebaiknya berorientasi pada masalah yang terkait dengan
berbagai aspek karakter untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa saat ini.
Sekarang konflik vertikal dan horizontal tiap
hari hampir terjadi di Tanah Air. Ini membuktikan karakter religiositas seperti
pandai bersyukur, mengemban amanah, dan takut pada Allah, lebih berkolaborasi
dengan kesesatan adalah cermin persepsi sikap dan perilaku yang melawan
kehendak Allah. Ancaman bangsa masa kini sampai ke depan tidak lain adalah
makin longgarnya orang bersikap dan berperilaku tanpa mengindahkan nilai-nilai
karakter yang dapat diadaptasikan, dicontoh, dan dideseminasikan kepada orang
lain, baik secara formal maupun nonformal.
Memperhatikan situasi dan kondisi karakter
bangsa yang memprihatinkan tersebut, seharusnya pemerintah mengambil inisiatif
cepat memprioritaskan pendidikan dalam karakter bangsa untuk meninjau ulang
materi pendidikan yang sesuai dengan amanah UU Sisdiknas. Setiap upaya
pembangunan harus memikirkan keterkaitan dan dampaknya terhadap pendidikan
karakter sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (UU
Nomor 17 Tahun 2007).
Jadi, pemerintah harus melakukan antisipasi
cepat mereformasi dan merestorasi sistem pendidikan yang memuat materi dan
substansi pendidikan karakter jati diri bangsa. Reformasi pendidikan yang
fundamental adalah mengikis habis budaya mental menerabas/melanggar norma;
restrukturisasi pendidikan yang memiliki daya saing tinggi; menghargai kritik
publik untuk mengontrol penjaminan mutu pendidikan; berorientasi pada
penghargaan inovasi yang berdaya saing global; dan pelembagaan atau
internalisasi nilai-nilai budaya lokal ke dalam kurikulum.
Adapun restorasi adalah menata ulang kultur
pendidikan yang mereduksi mindset yang materialistik ke humanistik dengan
otoritarianisme ke egalitarianisme. Intinya, humanisme dan egalitarianisme
merupakan kunci restorasi pendidikan yang mengedepankan prinsip kemanusiaan dan
kesetaraan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar