Membangun
Keluarga Sejahtera
Haryono
Suyono, KETUA YAYASAN DAMANDIRI
SUMBER : SUARA KARYA, 19 Maret 2012
Upaya pengentasan kemiskinan yang dijadikan prioritas prima di
seluruh dunia tidak bisa ditangani dengan cara biasa. Upaya ini perlu dijadikan
gerakan masyarakat dengan dukungan dan komitmen tinggi dari pemerintah dan
semua pemimpin bangsa. Upaya pengentasan kemiskinan bukan suatu model linier
biasa, tetapi menyangkut budaya bangsa yang kompleks yang setiap komponennya
saling terkait dan tidak mudah dipisah-pisahkan. Upaya ini tidak kalah serunya
dibandingkan dengan upaya memperkenalkan budaya baru membentuk keluarga kecil
bahagia dan sejahtera.
Pada tingkat awal pengenalan norma keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera berjalan lamban dan hanya diikuti oleh lembaga terkait melalui pendekatan
secara kaku. Pada pertengahan tahun 1970-an, pendekatannya diubah dan program
ini diantar ke desa kepada tokoh dan lembaga masyarakat yang sepintas tidak ada
hubungannya dengan masalah alat keluarga berencana (KB). Para kyai, tokoh ulama
dan pemimpin non-formal diajak tampil dengan penuh kehormatan menjadi advokator
dan motivator untuk mengubah cara pandang masyarakat tentang hakikat keluarga
sejahtera. Mereka tidak perlu berbicara tentang alat kontrasepsi.
Dengan gegap gempita, masyarakat makin sadar bahwa keluarga yang
belum sejahtera bisa diubah secara mandiri tanpa harus menunggu instruksi.
Pemerintah memberikan dukung-an fasilitasi teknis berupa tempat pelayanan dan
informasi yang jujur tentang berbagai metoda untuk bisa dipergunakan melakukan
perubahan struktur keluarga agar bahagia. Maka, terciptalah kerja sama dan
kemitraan akrab antara pemerintah dan masyarakat luas untuk menyesuaikan budaya
dan kebiasaan masyarakat tanpa membuat musuh di kalangan pemangku adat dan
budaya bangsa. Kerja sama yang erat tercipta antara tokoh-tokoh masyarakat
dengan petugas teknis yang menjadi aparat pemerintah.
Secara bijaksana, pemerintah tidak mencaci-maki mereka yang
telanjur memiliki banyak anak dengan poster atau billboard besar yang
menggambarkan keluarga sengsara atau miskin akibat banyak anak. Namun,
pemerintah dengan program KB-nya justru menggelar poster berupa pasangan
keluarga sejahtera yang tersenyum manis dengan dua orang anak.
Kemudian, untuk menyampaikan pesan dengan murah, pemerintah
menciptakan uang dengan nilai lima rupiah lengkap bergambar keluarga sejahtera.
Tanpa keluar uang sepeser pun, rakyat mengantongi simbul keluarga sejahtera
melalui uang lima rupiahan yang pengadaannya dibayar sendiri oleh seluruh
penduduk, termasuk penduduk miskin sekalipun.
Nyanyian sederhana yang mudah diingat serta yel-yel yang
menggelitik diperkenalkan secara luas untuk merangsang penyesuaian budaya dan
perubahan sosial yang diperlukan untuk mendukung cita-cita keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera. Dengan cara demikian simbul-simbul keluarga sejahtera
sebagai cita-cita bersama menyebar luas hingga merangsang simpati penuh kasih
sayang di kalangan masyarakat. Tidak ada keluarga yang tersinggung biarpun
mempunyai anak banyak atau pernah berpikir tidak setuju terhadap gagasan
membatasi jumlah anak di Indonesia.
Gagasan pengentasan kemiskinan yang dikembangkan melalui Instruksi
Presiden Nomor 3 Yahun 2010 sedang disebarluaskan oleh Yayasan Damadiri dengan
pendekatan budaya yang penuh sopan-santun ke seluruh pelosok Tanah Air. Dalam
Safari maraton tanpa kenal lelah, pengurus Yayasan yang umumnya tidak muda
lagi, mengajak seluruh kalangan akademisi di perguruan tinggi mempersiapkan
diri menjadi benteng perubahan sosial dengan kemampuan teknisnya yang memiliki
keunggulan.
Mereka dibekali pengertian yang mendalam tentang sasaran dan
target MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015. Tidak satu pun dari kalangan
perguruan tinggi, mulai dari rektor, dekan hingga pimpinan LPM menolak ajakan
yang didasarkan pada kaidah ilmiah tersebut.
Pendekatan juga dilakukan kepada para alim ulama dengan
mengembangkan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat. Pendekatan ini pun
mendapat sambutan yang gegap gempita karena sejarah masa lalu mengajarkan bahwa
Nabi Muhammad SAW memulai perjuangan pembangunan umatnya melalui masjid.
Pendekatan kepada para tokoh masyarakat untuk menjadi pemimpin kelompok Posdaya
di tingkat pedesaan juga mendapat sambutan yang luar biasa. Mereka tidak diajak
bersaing terhadap lurah atau kepala desa tetapi justru berdampingan dan menjadi
penggerak non-formal yang cakupannya kecil tetapi dekat dengan masyarakat.
Mereka menjadi pendamping dan pendukung kelompoknya menyegarkan modal sosial
gotong-royong yang dewasa ini makin luntur gara-gara kehidupan yang cenderung indiviadualistik.
Upaya pengentasan kemiskinan yang tampaknya lamban ini
dikembangkan bersamaan dengan upaya yang didukung oleh gerakan masyarakat dan
upaya pengembangan ekonomi mikro dan kecil melalui dana yang disediakan oleh
bank atau lembaga keuangan. Masyarakat yang tidak pernah mengenal ekonomi
modern dengan dukungan bank, bukan disodori peraturan tetapi diperkenalkan
kepada bank dengan langkah nyata lewat gerakan menabung dan kredit sederhana di
bawah nilai dua juta rupiah. Nama programnya adalah Tabur Puja (Tabungan dan
Kredit Pundi Sejahtera), yang mengandung konotasi indah dan mampu memberi
harapan.
Para gubernur, bupati/ walikota, camat dan kepala desa pun
diharapkan aktif memfasilitasi dan komit mendukung ribuan mahasiswa Kuliah
Kerja Nyata (KKN) Tematik Posdaya ke desa-desa. Mudah-mudahan mereka sukses
membentuk Posdaya dan mengisi kegiatan dengan delapan program aksi untuk
menyelesaikan sasaran dan target MDGS. Pendekatan budaya insya Allah mampu
membuahkan hasil gemilang. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar