Asa
bagi Masyarakat Miskin
Makmun
Syadullah, PENELITI UTAMA BADAN KEBIJAKAN
FISKAL, KEMENTERIAN KEUANGAN
SUMBER : SUARA KARYA, 19 Maret 2012
Ada pepatah, "Bila ingin membantu si miskin, jangan berikan
ikannya, tapi cukup berikan kailnya." Bagi pemerintah, pepatah ini
tampaknya belum cukup. Hal ini dibuktikan dalam upaya pengentasan kemiskinan
dan pengangguran, pemerintah bukan saja memberikan kail, pemerintah bahkan
telah memberikan ikan, mengajari cara memancing, kail, jala dan sampai
perahunya.
Kail, jala dan perahu diberikan dalam bentuk penyaluran KUR baik
untuk pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Ikan diberikan dalam bentuk
bantuan operasional siswa (BOS), beasiswa untuk siswa miskin, jaminan kesehatan
masyarakat, program keluarga harapan dan beras untuk masyarakat miskin
(raskin). Pemerintah mengajari cara memancing melalui berbagai program PNPM
seperti PNPM perdesaan, PNPM perkotaan, PNPM infrastruktur perdesaan, PNPM
daerah tertinggal dan khusus serta PNPM infrastruktur sosial ekonomi wilayah.
Besarnya perhatian pemerintah pada masalah kemiskinan tercermin
pada alokasi anggaran untuk berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dari
tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2005, pemerintah mengalokasikan Rp
23.412,1 miliar dan pada 2012 meningkat menjadi Rp 98.995,7 miliar. Besarnya
alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan ini sejalan dengan janji pemerintah
yang akan membuat APBN semakin pro kemiskinan (pro poor).
Penanggulangan kemiskinan juga ditempuh pemerintah melalui
penciptaan lapangan pekerjaan. Alokasi anggaran pemerintah untuk penciptaan
lapangan kerja, khususnya melalui pembangunan infrastruktur dan pertanian tahun
2005 mencapai Rp 40.314 miliar dan tahun 2012 meningkat menjadi Rp 240.793
miliar. Alokasi anggaran ini juga sejalan dengan keinginan pemerintah untuk
membuat APBN semakin pro penciptaan lapangan kerja (pro job).
Efektivitas berbagi program penanggulangan kemiskinan menuai pro
dan kontra. Di satu sisi, pemerintah mengklaim telah membuahkan hasil yang
dibuktikan dari rasio jumlah penduduk miskin yang terus menurun dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2005, jumlah penduduk miskin mencapai 16 persen dari jumlah
penduduk dan pada 2011 diperkirakan tinggal berkisar antara 11,5-12,5 persen.
Penurunan rasio penduduk miskin ini merupakan indikator yang secara langsung
menunjukkan peningkatan kesejahteraan nasional.
BPS mencatat per September 2011, jumlah penduduk yang masuk kategori
sangat miskin sebanyak 10,09 juta orang (4,17 persen), sedangkan yang miskin
19,79 juta (8,19 persen). Sementara yang hampir miskin mencapai 27,82 juta
(11,5 persen). Selama Periode Maret 2011-September 2011 penduduk miskin di
daerah perkotaan berkurang 0,09 juta orang (dari 11,05 juta orang pada Maret
2011 menjadi 10,95 juta orang pada September 2011), sementara di daerah
pedesaan berkurang 0,04 juta orang (dari 18,97 juta orang pada Maret 2011
menjadi 18,94 juta orang pada September 2011).
Terlepas dari pro dan kontra efektitas program penanggulangan
kemiskinan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengingatkan,
"Kemiskinan tidak bisa diatasi hanya dengan memasang iklan, seminar, atau
memasang poster."
Pernyataan Presiden ini jelas merupakan kritikan kepada
kementerian terkait yang mengani masalah kemiskinan. Faktanya, masih sering
dijumpai berbagai seminar dan workshop di hotel mewah dengan AC yang dingin,
membahas masalah pengentasan kemiskinan.
Budaya seminar, pasang iklan dan poster untuk program
penanggulangan kemiskinan menunjukkan bahwa program yang disusun kementerian
terkait belum tepat sasaran. Untuk itu, ke depan program-program seperti ini
seharusnya dikurangi melalui pembatasan alokasi anggaran untuk kegiatan
tersebut. Peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan sudah sepantasnya
menjadi prioritas. Berbagai program dan kegiatan-kegiatan penanggulangan
kemiskinan yang tersebar pada berbagai kementerian harus lebih disinergikan
agar benar-benar optimal dan efektif dalam pelaksanaannya. Program juga harus
difokuskan pada kegiatan yang mempunyai manfaat nyata kepada masyarakat miskin
dan dapat menjangkau lokasi atau daerah miskin yang mempunyai jumlah masyarakat
miskin dalam jumlah besar.
Penanggulangan kemiskinan juga tidak dapat dilepaskan dari
kemampuan pemerintah mengendalikan inflasi. Menurut Suryamin, Pelaksana Tugas
(Plt) Kepala BPS, dari tahun ke tahun terjadi penurunan kemiskinan, akan tetapi
penurunannya tidak terlalu drastis. Hal ini disebabkan penduduk miskin
berhubungan erat dengan inflasi. Hal ini terbukti di tahun 2011, selama periode
Maret-September 2011, beberapa komoditas bahan pokok seperti minyak goreng,
gula pasir, cabai rawit, dan cabai merah mengalami penurunan harga eceran,
masing-masing turun sebesar 0,35 persen, 2,72 persen, 61,28 persen, dan 30,51
persen. Penurunan tingkat inflasi ini searah dengan turunnya jumlah penduduk
miskin pada periode tersebut.
Besarnya alokasi APBN untuk penanggulangan kemiskinan tidak akan
memberikan asa bagi si miskin, sepanjang program-program yang ditawarkan tidak
tepat sasaran. Untuk itu pengelola program pengentasan kemiskinan harus
menyasar dengan tepat masyarakat miskin yang memang selayaknya dibantu,
sehingga angka kemiskinan bisa ditekan dengan lebih cepat.
Pengentasan kemiskinan juga harus menggunakan pendekatan
"menjadikan si miskin sebagai subjek pembangunan, bukan objek
pembangunan". Pola pikir objek pembangunan yang menjadikan si miskin
sebagai objek pembangunan tidak akan pernah membuahkan hasil. Pendekatan
seperti ini hanya memaksakan program pemerintah pada masyarakat yang belum
tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dhus, sudah saatnya si miskin
dilibatkan dalam perencanaan penanggulangan kemiskinan, sehingga program akan
menjadi lebih efektif. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar