Langkah
Berani Abraham Samad
Marwan Mas, GURU BESAR ILMU HUKUM UNIVERSITAS 45,
MAKASSAR
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 22 Maret 2012
“Sampai kapan pun ancaman laten dan
terang-terangan bagi KPK akan terus datang dari berbagai sisi. Boleh jadi akan
betul-betul mematikan KPK bila rakyat tidak sigap mengantisipasi strategi yang
dikembangkan para koruptor."
EDITORIAL
harian ini (15/3), berjudul `Jangan Biarkan Abraham Sendirian', membuat kita
terkesima sekaligus bisa memompa nyali publik untuk membentengi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Eksistensi KPK benar-benar diuji. Hantaman dari
berbagai arah datang dari segala sisi untuk melemahkan institusi pemberantas
korupsi yang paling dipercaya rakyat itu.
Tentu masih ada kekurangan dan kelemahan, tetapi KPK layak diakui sebagai garda
terdepan paling menjanjikan untuk memerangi para koruptor. Taring KPK pun
semakin tajam dan bernyali setelah Abraham Samad mengomandoi institusi itu.
Dalam
pemberitaan media lain, Abraham menegaskan, ada gerakan oknum tertentu yang berusaha
menendangnya dari KPK. Diisukan, pimpinan KPK pecah dalam menyikapi kasus-kasus
besar seperti kasus dugaan suap Wisma Atlet, kasus Hambalang, dan kasus
mahadahsyat dugaan penyelewengan dana talangan Bank Century yang menurut Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan merugikan
keuangan negara.
Sejumlah
penyidik KPK memprotes Ketua KPK yang mereka anggap arogan dan kerap memaksakan
proses penyidikan. Para penyidik gerah atas pengembalian Direktur Penyidikan
Brigjen Polisi Yurod Saleh dan dua rekannya keinstitusi asalnya (kepolisian).
Namun,
dalam konferensi pers di Jakarta (15/3), Abraham membantah adanya perpecahan,
termasuk pengembalian tiga penyidik yang bukan atas inisiatifnya, melainkan
atas permintaan pimpinan Polri untuk kepentingan promosi jabatan. Pengembalian
penyidik juga pernah dilakukan Busyro Muqoddas saat menjabat Ketua KPK jilid
II, lantaran yang bersangkutan diduga menjalin hubungan pribadi dengan Angelina
Sondakh yang sedang diincar. Itu menjaga in dependensi KPK, karena yang
bersangkutan disebut-sebut ikut menangani penyelidikan dugaan suap proyek wisma
atlet.
Gejolak
yang diletupkan penyidik KPK tidak hanya mengindikasi telah terjadi problem
administrasi, tetapi juga pada profesionalitas. Semuanya terjadi lantaran
proses rekrutmen yang tidak transparan. Para penyidik dan penuntut dikirim oleh
institusinya atas permintaan KPK, sehingga berpotensi memunculkan dualisme
kepatuhan. Mereka bukan pegawai resmi KPK sehingga rawan disusupi kepentingan
koruptor. Itu bisa terbaca dari sejumlah kasus yang ditangani KPK selama ini
yang tidak pernah tuntas sampai ke akarnya. Hanya menyentuh pinggirannya,
tetapi tidak ada yang sampai pada pelaku sesungguhnya.
Perlu Didukung
Sekitar
Januari lalu, tersiar kabar bahwa Abraham sempat menggebrak meja akibat
penolakan dua pemimpin KPK, Busyro Muqoddas dan Bambang Widojanto, saat Abraham
akan menandatangani surat penetapan tersangka Anas Urbaningrum dan Andi
Mallarangeng. Apakah kabar itu ada benarnya? Namun, berbagai unek-unek Abraham
yang menganggap kepemimpinan KPK yang bersifat `kolektif kolegial' seolah tidak
membuat dirinya leluasa mempercepat langkahnya menuntaskan kasus-kasus besar
yang dijanjikannya.
Sikap
Abraham bukan `arogan', melainkan `tegas dan berani' untuk membenahi intern KPK
yang selama ini selalu dituding publik sudah diintervensi. Kinerja KPK jilid
II, pendahulunya, menunjukkan indikasi itu, misalnya tidak berani menetapkan
Miranda Goeltom dan Angelina sebagai tersangka. Bahkan, berita acara
pemeriksaan (BAP) penyidik kasus Wisma Atlet terlihat bolong saat pemeriksaan
terdakwa Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Itulah yang ingin diperbaiki Abraham, pembenahan intern, terutama penyidik, karena penyidikan merupakan kewenangan mutlak penyidik.
Itulah yang ingin diperbaiki Abraham, pembenahan intern, terutama penyidik, karena penyidikan merupakan kewenangan mutlak penyidik.
Bagi
penyidik, seharusnya alat bukti, dan segala yang terkait harus diurai dalam BAP
yang akan dijadikan dasar bagi penuntut umum membuat surat dakwaan.
Pengingkaran percakapan Angelina dengan Mindo Rosalina Manulang melalui
Blackberry Messenger, yang kemudian tidak terungkap kebenarannya di
persidangan, sangat terkait dengan lemahnya kualitas penyidikan yang tidak
menelusuri fakta ilmiah dan penguatan dari ahli telematika. Itulah yang ingin
dibenahi Abraham sehingga layak didukung agar penyidik dan penuntut KPK lebih
profesional dan berintegrasi.
Dalam
menghadapi kelihaian koruptor yang punya kekuatan uang dan kekuasaan, KPK
mutlak membutuhkan kekompakan, keberanian, dan independensi. Tanpa ketiga
kualitas itu, KPK laksana macan ompong yang tak bernyali. Pada aspek lain, KPK
juga perlu merekrut penyidik dan penuntut sendiri yang dididik khusus, bukan
pinjaman dari kepolisian dan kejaksaan. Apalagi Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 51
ayat (1) UU Nomor 30/2002 tentang KPK menyebut penyidik dan penuntut pada KPK
diangkat oleh pimpinan KPK, sehingga tidak harus dari kepolisian dan kejaksaan.
Protes penyidik polisi kepada Ketua KPK, saat ditarik institusi mereka, bisa
dijadikan momentum untuk merekrut sendiri penyidik dan penuntut.
Pelemahan KPK
Isu
terbaru ialah adanya upaya melemahkan kewenangan KPK melalui gagasan Komisi III
DPR merevisi UU KPK. Tak hentinya eksistensi KPK disusupi kepentingan yang tak
berujung. KPK akan didisain hanya pada tugas `pencegahan', bukan lagi pada
penindakan. Para perancang pelemahan KPK, dengan berbagai alasan, seolah tak
kehabisan ide dan amunisi dengan berbagai cara. Misalnya, melakukan uji materi
UU KPK yang berkaitan dengan kewenangan, penyadapan, dan penuntutan yang ingin
dipreteli. Celakanya, DPR yang seharusnya mendengarkan aspirasi rakyat yang
menghendaki KPK diperkuat justru begitu antusias mengebiri kewenangan KPK.
Malah
Komisi III DPR mengirim puluhan anggotanya ke berbagai negara untuk melakukan
studi banding soal cara kerja pemberantas korupsi. Bisa dipastikan, hasil studi
banding itu akan dijadikan justifikasi untuk melakukan revisi yang
ujung-ujungnya melemahkan KPK. Para wakil rakyat yang terhormat itu menutup
mata akan fakta betapa kehadiran KPK diapresiasi rakyat lantaran belum pulih
kepercayaannya pada penegak hukum konvensional dalam memerangi korupsi. Lebih aneh lagi, tidak sedikit anggota DPR menuding bahwa pimpinan KPK yang
berani menindak sejumlah anggota DPR hanya sekadar pencitraan.
Fenomena
yang berkembang tetapi memiriskan hati ini harus diwaspadai dan dikawal. Sebab,
sampai kapan pun ancaman laten dan terangterangan bagi KPK akan terus datang
dari berbagai sisi. Boleh jadi akan betul-betul mematikan KPK bila rakyat tidak
sigap mengantisipasi strategi yang dikembangkan para koruptor, calon koruptor,
beserta pengikutnya. ●
Cari Presiden sekaliber Putin, semua koruptor ditangkap dan diseret kepenjara ! diadili dan dihukum mati ! beres, apa itu ILC atau Lawyer koruptor ?
BalasHapus